TITAN ARUM YANG TAK SEHARUM PARFUM
Oleh: Octavia Susilowati

By Admin BKSDA Sumsel 12 Mar 2023, 09:30:06 WIB Flora
TITAN ARUM YANG TAK SEHARUM PARFUM

Genus Amorphophallus dicetuskan pertama kali oleh seorang botaniawan berkebangsaan Jerman yang menghabiskan karir ilmiahnya di Belanda dan Indonesia, yang bernama Karl Ludwig, Ritter von Blume. Berdasarkan data The International Aroid Society, terdapat lebih dari 200 jenis Amorphophallus yang ada di dunia, dan 25 jenis diantaranya ditemukan di Indonesia. Dari 25 jenis Amorphophallus yang ada di Indonesia, 18 jenis di antaranya merupakan jenis endemik (Yuzammi 2009 dalam Yuzammi et al. 2015). Akan tetapi berdasarkan hasil penelitian Wulandari et al. (2022), jenis Amorphophallus gigas yang sebelumnya dinyatakan sebagai endemik Sumatera, ditemukan di Kalimantan Barat, tepatnya di Cagar Alam Raya Pasi, sehingga jumlah endemik Indonesia menjadi 17 jenis dan endemik Sumatra menjadi 7 jenis.

Tabel 1. Jenis Amorphophallus yang teridentifikasi di Indonesia

Sumber: Yuzammi et al. (2014); Yuzammi et al. (2015); Supriati (2016); Wulandari et al. (2022); POWO (2023)

Baca Lainnya :

Pulau Sumatera merupakan kawasan dengan tingkat endemisitas jenis-jenis Amorphophallus paling tinggi dibandingkan dengan pulau-pulau lain di Indonesia. Sampai dengan saat ini di Pulau Sumatra telah teridentifikasi sebanyak 12 jenis dan 7 jenis diantaranya merupakan endemik. Jenis Amorphophallus yang teridentifikasi ada di Sumatera antara lain Amorphophallus asper, Amorphophallus beccarii, Amorphophallus forbesii, Amorphophallus gigas, Amorphophallus gracilis, Amorphophallus haematospadix, Amorphophallus hirsutus, Amorphophallus manta, Amorphophallus muelleri, Amorphophallus paeoniifolius, Amorphophallus prainii dan Amorphophallus titanum. Amorphophallus yang merupakan jenis endemik Sumatra adalah Amorphophallus asper, Amorphophallus beccarii, Amorphophallus forbesii, Amorphophallus gracilis, Amorphophallus hirsutus, Amorphophallus manta, dan Amorphophallus titanum. Jenis endemik Pulau Sumatra yang cukup dikenal adalah Titan Arum (Amorphophallus titanum).

Tabel 2. Lokasi Penemuan Amorphophallus di Pulau Sumatra


Sumber: Yuzammi et al. (2015); BKSDA Sumsel (2022); www.bbc.com; www.ksdae.menhk.go.id

Amorphophallus titanum merupakan tanaman endemik Pulau Sumatra yang secara alami tumbuh di sepanjang Bukit Barisan dan sebagian besar ditemukan di dekat atau di jajaran lereng sebelah Barat misalnya Bengkulu, Kerinci, Palembang, Bukittinggi (Barthlott & Lobin 1998 dalam Nursanti et al. 2019). Ukuran diameter mencapai 3 m dan menghasilkan bunga berbau busuk menyerupai bangkai sehingga sering disebut bunga bangkai raksasa. Latifah dan Purwantoro (2015) menyatakan bahwa Amorphophallus titanum mengalami dua fase hidup yaitu generatif (berupa bunga) dan vegetatif (berupa daun). Pada saat berwujud daun tidak akan berbunga dan ketika tiba waktu berbunga tidak memiliki daun. Amorphophalus titanum tersebar di hutan Sumatra sebagai tumbuhan bawah (undergrowth) pada habitat yang cukup ekstrim antara lain pada batu gamping (limestone), tanah yang telah tererosi berat, ataupun pada ladang-ladang penduduk (Yuzammi et al. 2015). Tumbuhan ini sering ditemukan di tempat-tempat yang agak terbuka pada hutan sekunder, pada daerah yang rata maupun perbukitan yang curam pada ketinggian 0–1.200 m dpl (Hetterscheid & Ittenbach, 1996 dalam Widyawati 2023).

Munawaroh dan Yuzammi (2017) dalam Widyawati (2023) menyatakan bahwa sebaran populasi Amorphophallus titanum, umumnya ditemukan dalam kawasan hutan yang kondisinya masih tergolong bagus dan belum terdegradasi berat. Amorphophallus titanum lebih banyak ditemukan pada hutan sekunder yang tidak terganggu (Hetterscheid & Ittenbach 1996). Nursanti et al. (2019) menyatakan bahwa habitat Amorphophallus titanum di area dekat sumber air yang merupakan faktor penting dalam proses pertumbuhannya. Wilayah sebaran Amorphophallus titanum di Pulau Sumatra sebagaimana disajikan dalam Gambar 1.


Gambar 1. Wilayah Sebaran Amorphophallus titanum  (sumber: www.iucnredlist.org)

Berdasarkan data The International Union for Conservation of Nature's Red List of Threatened Species (IUCN), terdapat 16 jenis Amorphophallus yang telah dievaluasi. Dari 16 jenis tersebut, terdapat 11 jenis yang mengalami keterancaman secara global, yaitu 4 jenis masuk kategori Critically Endangered (kritis), 2 jenis Endangered (terancam), dan 5 jenis Vulnerable (rentan). Salah satu jenis yang dinyatakan terancam secara global adalah Amorphophallus titanum. Pada tahun 2002, Amorphophallus titanum sempat dikeluarkan dari daftar IUCN dikarenakan belum tersedianya data komprehensif mengenai populasi dan keberadaannya di alam. Saat ini, Amorphophallus titanum merupakan jenis yang dikategorikan dalam status kelangkaan Endangered (genting) oleh IUCN.


Gambar 2. Jumlah Jenis Amorphophallus berdasarkan Status Kelangkaan IUCN

Tabel 3. Amorphophallus di Dunia yang masuk dalam Daftar Merah IUCN

Sumber: www.iucnredlist.org

Keterangan :
CR = Critically Endangered (kritis); VU= Vulnerable (rentan); EN = Endangered (genting); LC = Least Concern (resiko rendah); DD = Data Deficient (data kurang); NT = Near Threatened (hampir terancam)

Pemerintah Indonesia juga telah memberikan perlindungan terhadap Amorphophallus titanum dengan menetapkan jenis tanaman ini ke dalam jenis dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/ SETJEN/ KUM.1./12/2018. Sebagai bentuk kepedulian akan pentingnya upaya konservasi tanaman langka jenis Amorphophallus titanum yang keberadaannya di alam mulai mengalami penurunan dan terancam punah, pada tahun 2015 Pemerintah telah menyusun Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Amorphophallus titanum tahun 2015 – 2025 melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.72/Menlhk-Setjen/2015.

Maksud dari disusunnya Strategi dan Rencana Aksi Konservasi bunga bangkai (Amorphophallus titanum) adalah sebagai upaya merumuskan kesepakatan berbagai pihak ke dalam serangkaian rekomendasi aksi yang diharapkan dapat menjamin keberlanjutan populasi Amorphophallus titanum di habitatnya dan proses pendayagunaannya sebagai tanaman berpotensi pangan. Sementara tujuannya adalah sebagai acuan bagi para pihak untuk menentukan prioritas konservasi in situ dan eksitu, serta merancang program pembangunan yang tidak mengancam kelanjutan populasi bunga bangkai, sehingga kondisi bunga bangkai di alam menjadi lebih baik dalam sepuluh tahun mendatang.

Gambar 3. Beberapa Jenis Amorphophallus di Indonesia: Amorphophallus decus-silvae (a); Amorphophallus variabilis (b); Amorphophallus muellerii (c); Amorphophallus paeoniifolius (d)

Latifah et al. (2015) menyatakan bahwa Amorphophallus titanum memiliki beberapa manfaat. Selain sebagai tanaman hias karena bentuknya yang unik dan menarik, umbinya dapat digunakan sebagai bahan pangan karena adanya kandungan glukomanan yang mencapai 20% (Latifah & Purwantoro, 2015). Kandungan glukomanan yang terdapat dalam umbi Amorphophallus telah digunakan secara luas untuk bahan makanan, minuman dan farmasi. Glukomanan memiliki kegunaan sebagai zat pengental, jelly yang kaya serat (dietary fibers) dan dietary supplements (untuk antikolesterol, penetralisir kadar gula darah, kesehatan pencernaan, penyerapan zat beracun dalam pencernaan dan agen kontrol berat badan.

Kelangkaan jenis Amorphophallus titanum dipicu oleh adanya illegal logging, perambahan hutan, perburuan liar burung rangkong (sebagai satwa pendistribusi biji Amorphophallus titanum), lamanya waktu yang dibutuhkan untuk beregenerasi, serta berkembangnya mitos atau kepercayaan masyarakat setempat bahwa Amorphophallus titanum merupakan tumbuhan pemakan manusia (Yuzammi et al. 2015). Mitos ini pada akhirnya berdampak pada terjadinya pemusnahan Amorphophallus titanum. Keberadaan burung rangkong yang berperan penting dalam penyebaran biji Amorphophallus titanum sangat menentukan keberlangsungan siklus hidup spesies ini. Apabila burung rangkong di alam keberadaannya semakin berkurang, maka akan berakibat pada penurunan populasi Amorphophallus titanum. Lambatnya proses regenerasi bersamaan dengan kerusakan berbagai komponen pendukung hidupnya pada akhirnya akan mengakibatkan penurunan bahkan menghilangnya spesies ini di alam. Sehingga untuk mencegah terjadinya kepunahan maka perlu segera dilakukan upaya konservasi jenis Amorphophallus titanum.

Salah satu kawasan konservasi di Sumatera Selatan yang teridentifikasi sebagai habitat dari jenis Amorphophallus titanum adalah kawasan SM Isau-Isau. Kawasan konservasi yang terletak di Kabupaten Lahat dan Muara Enim ini merupakan kawasan dengan keanekaragaman hayati tinggi. Potensi flora di SM Isau-Isau antara lain padma raksasa (Rafflesia arnoldii), pulai (Alstonia scholaris), sungkai (Peronema canescens), meranti (Shorea sp), merawan (Hopea mangarawan), manggeris (Koompassia malaccensis), medang (Litsea sp), jelutung (Dyera costulata), pasak bumi (Eurycoma longifolia), laban (Vitex pubescens), simpur (Dillenia grandifolia), beringin (Ficus benjamina), kayu manis (Cinnamomum burmannii), berbagai jenis rotan, dan buah-buahan seperti durian (Durio sp), manggis (Garcinia mangostana), serta berbagai jenis anggrek.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan (BKSDA Sumsel) melalui Seksi Konservasi Wilayah II Lahat telah melaksanakan upaya perlindungan terhadap keanekaragaman hayati yang ada di dalam kawasan SM Isau-Isau, khususnya terhadap jenis-jenis yang keberadaannya di alam sudah mengalami ancaman kepunahan, seperti halnya Amorphophallus titanum. Kawasan SM Isau-Isau diketahui sebagai habitat bagi burung rangkong badak (Bucheros rhinoceros) yang merupakan agen penyebar biji Amorphophallus titanum (Hetterscheid & Ittenbach, 1996). Hal ini memberikan harapan bagi upaya pelestarian jenis Amorphophallus secara insitu, khususnya jenis Amorphophallus titanum di kawasan SM Isau-Isau.

Supriatna (2008) dalam Nursanti et al. (2019) menyatakan bahwa strategi terbaik pelestarian jangka panjang bagi keanekaragaman hayati adalah populasi dan komunitas alami di habitat alami, karena upaya pelestarian dilakukan di habitat asli spesies, sehingga tidak dibutuhkan upaya introduksi habitat. Penelitian mengenai bioekologi spesies dan pola penyebarannya merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mendukung upaya konservasi Amorphophallus titanum. Pola keanekaragaman hayati perlu untuk diidentifikasi untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dari kondisi keanekaragaman hayati saat ini dan peningkatan jaringan konservasi (Kissling et al. 2012 dalam Nursanti et al. 2019), sehingga dapat digunakan sebagai panduan untuk mengidentifikasi prioritas konservasi (Zhang et al. 2012 dalam Nursanti et al. 2019). Beberapa kondisi yang diharapkan dapat terwujud melalui konservasi in situ antara lain habitat dan distribusi populasi Amorphophallus titanum dapat terinventarisir dan terpetakan, terdokumentasinya karakteristik habitat Amorphophallus titanum, terlindunginya habitat in situ Amorphophallus titanum, peningkatan populasi, pengendalian terhadap ancaman dan gangguan serta penyelamatan populasi Amorphophallus titanum di lahan non kawasan hutan negara (Yuzammi et al. 2015).

Selain konservasi in situ, upaya konservasi eksitu juga perlu dilakukan. Hal ini sebagaimana Dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Amorphophallus titanum yang telah disusun oleh Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Konservasi eksitu link to in situ menjadi bagian penting dari upaya pemerintah di dalam pelestarian suatu spesies tertentu yang telah mengalami keterancaman atau populasinya di alam mengalami penurunan yang cukup signifikan. Salah satu upaya konservasi eksitu jenis Amorphophallus titanum adalah yang dilakukan oleh Kebun Raya Bogor. Kebun Raya Bogor merupakan Lembaga konservasi eksitu yang telah mengoleksi berbagai jenis Amorphophallus sejak tahun 1920 (Yuzammi et al. 2015).

Hal yang tidak kalah penting di dalam upaya konservasi Amorphophallus titanum sebagai jenis tumbuhan yang dilindungi adalah dengan melakukan raising awareness kepada masyarakat. Penyadartahuan akan nilai penting dari konservasi jenis tersebut dapat dilakukan melalui berbagai platform media, mulai dari media massa, media cetak, ataupun media sosial. Kedepan diharapkan akan semakin banyak masyarakat dari berbagai latar belakang sosial, baik lokal, nasional dan internasional yang mengerti, memahami dan mempunyai kesadaran akan pentingnya konservasi Amorphophallus, semakin banyak stakeholder yang terlibat berpartisipasi dan berkontribusi dalam konservasi Amorphophallus, serta meningkatnya kesadaran generasi muda tentang nilai penting Amorphophallus, khususnya Amorphophallus titanum (Yuzammi et al. 2015). Dengan demikian, upaya konservasi jenis Amorphophallus titanum yang diupayakan oleh Pemerintah dalam hal ini melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dapat terwujud dengan adanya dukungan para pihak.

DAFTAR PUSTAKA

Hetterscheid W., Ittenbach S. 1996. Everything You Always Wanted to Know about Amorphophallus, but were Afraid to Stick Your Nose Into!!!!!. Aroideana 19: 7 – 131.

Hidayat S., Yuzammi. 2008. Kajian Populasi Alami Bunga Bangkai (Amorphophallus titanum (Becc.) Becc.): Studi Kasus di Hutan Bengkulu. Buletin Kebun Raya Indonesia 11 (1): 9-15.

Latifah D., Purwantoro R.S. 2015. Seed Germinationof The Corpse Giants Flower Amorphophallus titanum (Becc.) Becc. Ex. Arcang: The Influence of Testa. Berita Biologi 14(1): 39-47.

Nursanti, Wulan C., Felicia M.R. 2019. Bioekologi Bunga Bangkai (Amorphophallus titanum (Becc.) Becc.) di Desa Muara Hemat Resort Kerinci Selatan Taman Nasional Kerinci Seblat. Jurnal Silva Tropika 3 (2): 162-174.

Supriati Y. 2016. Keanekaragaman Iles-Iles (Amorphophallus spp.) dan Potensinya untuk Industri Pangan Fungsional, Kosmetik, dan Bioetanol. Jurnal Litbang Pertanian 35 (2): 69 – 80.

Widyawati I., Fudolla U., Fitri W.M. “Amorphophallus titanum Bunga Endemik Sumatra”. osf.io/sfz2x/download. [diakses pada 11 Pebruari 2023].

Wulandari R.S., Ivo S., Darwati H. 2022. Population Distribution of Amorphophallus at Several Altitudes in Mount Poteng, Raya Pasi Nature Reserve, West Kalimantan. Jurnal Sylva Lestari 10 (1): 167 – 179.

Yuzammi, Witono J.R., Hetterscheid W.L.A. 2014. Conservation status of Amorphophallus discophorus Backer & Alderw. (Araceae) in Java, Indonesia. Reindwartia 14 (1): 27–33.

Yuzammi, Mursidawati S., Asikin D., Sugiarti, Gunawan H., Nugroho A., Rahmat U.M. 2015. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Bunga Bangkai (Amorphophallus titanum) 2015 – 2025. Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Jakarta.




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment