RIWAYAT PENULIS
UNTAD tahun 1990. Tahun 2008, pindah ke FMIPA Biologi di
Universitas yang sama.
Beliau adalah pendiri Herbarium Celebense (CEB) di
Universitas Tadulako dan memimpin lembaga ini sejak 2000-2011,
pernah sebagai Ketua Jurusan (2011-2015), Wadek Bidak FMIPA
(2015-2019). Aktif dalam berbagai “scientific meeting”, pemateri
pada kuliah umum di berbagai Perguruan Tinggi baik di Indonesia
ataupun luar negeri dan berkontribusi dalam penamaan tumbuhan
jenis baru (“New Species”) dengan ‘PITOPANG” sebagai authornya.
Dia telah menulis dokumen riset yang tercatat di lembaga
pengindeks internasional Scopus (H-Index = 15) dan Google Scholar
(Index =20).
BEBERAPA JENIS ZINGIBERACEAE ENDEMIK SULAWESI, BOTANI DAN FITOKIMIANYA
Prof.
Dr.
Ramadanil
Pitopang,
MSi,
(Minangkabau), lahir di Payakumbuh, Sumatera
Barat tanggal 13 September 1964. Menempuh
pendidikan SD, SMP dan SMA di Payakumbuh.
Program S1 di FMIPA-Biologi Universitas
Andalas, Padang (1989), S2 Biologi Lingkungan
di ITB (1992-1994). S3 (Doktor) bidang botani di
IPB Bogor–Sandwich program dgn GAUG (Georg
August University of Gottingen, Germany (20022006). Mulai bekerja sebagai dosen di Faperta
Beberapa Jenis
ZINGIBERACEAE
ENDEMIK SULAWESI,
BOTANI DAN
FITOKIMIANYA
KATA SAMBUTAN
Dr. Ir. H. Muh. Rusydi H. M.Si
(Ketua LPPM UNTAD)
Ramadanil Pitopang, Nurhaeni, Ihwan dan
M. Sulaiman Zubair
Kemendikbudristek RI
LPPM Universitas Tadulako Palu
2022
BEBERAPA JENIS ZINGIBERACEAE ENDEMIK
SULAWESI, BOTANI DAN FITOKIMIANYA
Penulis :
Prof. Dr. Ramadanil Pitopang, MSi
Dr. Ir. Nurhaeni, MSi
Apt. Ihwan, SSi, MSi
Prof. Apt. M. Sulaiman Zubair, SSi, MSi, PhD
Desain Sampul, Ilustrasi dan Tata layout:
Prof. Dr. Ramadanil Pitopang, MSi
ISBN
: 978 – 623 – 88077 – 5 – 8 ( EPUB )
Penerbit
: CV. Swid Digital Printing
Ukuran Cetak
: A5 (14,8 X 21 cm ),
Jumlah Halaman : 55 Halaman
Undang Undang RI No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Ketentuan Pidana:
Pasal 72
1.
1.
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana den- gan pidana
penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan
atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
RIWAYAT PENULIS
Dr. Ir. Nurhaeni, MSi, lahir di Ujung Pandang,
tgl 30 Juni 1964. Menyelesaikan pendidikan
Sekolah Dasar, di SDN Paccinang, Ujung
Pandang, SMPN dan SMA di kota yang sama.
Menyelesaikan S1 dan S2 bidang Kimia di
UNHAS Makassar, Gelar Doktor (Dr) dari
Pascasarjana Universitas Tadulako (2019).
Bidang keahlian Kimia Organik. Saat ini
sebagai
Ketua
Jurusan
Kimia-FMIPA
Universitas Tadulako sejak 2020
apt. Ihwan, S.Si, M.Kes, lahir di Watunohu
tanggal 13 April 1974. Menyelesaikan
pendidikan SD di SDN 2 Watunohu, Kolaka,
SMPN Lahabaru, Kolaka , Sultra, SMAN
Malili, Kab. Luwu Utara, Sulawesi Selatan .
Sarjana (S1) di Farmasi Universitas
Pancasakti Makassar. Apoteker (apt) dan S2
di UNHAS Makassar. Bidang keahlian
Biomedik Fisiologi Manusia. Tugas tambahan
sebagai Gugus Penjaminan Mutu Jurusan
Farmasi 2021-sekarang
Prof. apt. M. Sulaiman Zubair, M.Si, PhD
lahir di Watampone, tgl 6 November 1980.
Mengikuti
pendidikan SD di SDN 10
Watampone (1993), MTsN 400 Watampone,
(1996), SMAK Makassar (2000). S1 dan S2
Farmasi di UNHAS Makassar (S1, 2004 dan
S2, 2010). S3 Kimia di King Abdulaziz
University, Jeddah (2016). Pernah sebagai
Ketua Jurusan Farmasi FMIPA UNTAD dan
Sekretaris Lembaga Penjamin Halal LPPM
Universitas Tadulako
| iii
BEBERAPA JENIS ZINGIBERACEAE
ENDEMIK SULAWESI,
BOTANI DAN FITOKIMIANYA
Prof. Dr. Ramadanil Pitopang, MSi
Dr. Ir. Nurhaeni, MSi, apt.
Ihwan, SSi, MSi
Prof. apt. M. Sulaiman Zubair, SSi, MSi, PhD
Kemendikbudristek RI
LPPM Universitas Tadulako Palu
2022
| iv
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji bagi Allah SWT, Tuhan alam semesta, Shalawat
dan salam kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW, penghulu
segala Nabi dan Rasul. Salam takzim yang se khalis-khalisnya kepada
para ulama pewaris Nabi dan Rasul, para al-'ulama warasatul anbiya
yang selalu mengibarkan bendera Islam mulia raya di jagad ini.
Penulis menyadari bahwa buku ini tidak akan selesai dengan baik tanpa
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik pada waktu penulis
melaksanakan penelitian, ataupun lapangan. Untuk itu penulis ingin
menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia
atau pembiayaan melalui kontrak Skema Penelitian Dasar
Kompetitif Nasional, dengan nomor Kontrak 877,c/UN28.2/PL/
2022.
2. Bapak H. Prof. Dr. Ir. Mahfudz, MP (Rektor Universitas
Tadulako), Dr. Ir. M. Rusidy H, MSi (Kepala Lembaga Penelitian
dan Pengabdian Pada Masyarakat Universitas Tadulako)
beserta staf atas terselenggaranya penelitian dan penulisan
buku ini.
3. Ibu Dr. Marlina Ardiyani, MSc (Herbarium Bogoriense, BRIN)
dan Bapak Wisnu C. Ardi, MSi (Kebun Raya Bogor) atas izin
dalam penggunaan foto-foto.
4. Ir. H. Hasmuni Hasmar, MSi, Kepala Balai Besar Taman Nasional
Lore Lindu, atas akses yang telah diberikan kepada penulis
untuk memasuki kawasan TNLL.
Dengan selesainya penulisan buku ini penulis ingin menyampaikan
ucapkan terima kasih. Semoga Buku ini bermanfaat bagi siapa saja
yang membutuhkan dan untuk kemajuan bangsa.
Palu, 17 Agustus 2022
Penulis
|v
KATA SAMBUTAN
KETUA LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA
MASYARAKAT UNIVERSITAS TADULAKO
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWt yang mana, atas segala
rahmat serta kurniaNya kita dapat menjalankan aktivitas kita seharihari.
Sebagai salah satu Institusi di Universitas Tadulako, Lembaga Peneltian
dan Pengabdian Pada Masyarakat (LPPM) mempunyai tugas dan fungsi
dalam melaksanakan koordinasi, pelaksanaan, pemantauan, dan
evaluasi kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Selaku pimpinan di LPPM Universitas Tadulako Palu kami menyambut
baik Penerbitan buku “Beberapa Jenis Zingiberaceae Endemik Sulawesi,
Botani dan Fitokimianya” yang merupakan salah satu luaran penelitian
Skema Penelitian Dasar Kompetitif Nasional.
Tentunya buku ini sangat bermanfaat dan
perkembangan Ilmu pengetahuan dan Teknologi.
berguna
untuk
Palu, 17 Agustus 2022
Dr. Ir. H. Muh. Rusydi H, MSi
| vi
DAFTAR ISI
No
JUDUL
Halaman Cover
UCAPAN TERIMA KASIH
KATA PENGANTAR KETUA LPPM UNTAD
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
I
II
III
Halaman
i
iii
vi
xiii
xvii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
Tujuan
2
4
BOTANI ZINGIBERACEAE
5
Sejarah Penelitian Zingiberaceae di Sulawesi
Deskripsi Ringkas Zingiberaceae
Morfologi Zingiberaceae
Entobotani Dan Manfaat Zingiberaceae
6
7
8
9
BEBERAPA JENIS ZINGIBERACEAE TERPILIH
ALPINIA
17
19
Alpinia eremochlamys K. Schum
19
IV
ETLINGERA
25
IX
Etlingera acanthodes A.,D. Poulsen
Etlingera calophrys (K. Schum.) A.D Poulsen
Etlingera comosa Ardiyani & Ardi
Etlingera flexuosa A.D. Poulsen
Etlingera sublimata A.D Poulsen
Etlingera tjiasmantoi Ardiyani & Ardi
Etlingera tubilabrum A.D Poulsen
DAFTAR KEPUSTAKAAN
26
29
32
34
39
41
43
46
| vii
DAFTAR GAMBAR
No
1.1
2.1
2.2
3.1
3.2
3.3.
4.1.
4.2.
4.3.
4.4
JUDUL
Peta Sulawesi Tengah
Ordo Zingiberales yang terdiri atas familI
Musaceae,
Strelitziaceae,
Lowiaceae,
Heliconiaceae,
Costaceae,
Zingiberaceae,
Cannaceae dan Maranthaceae (APG II, 1998)
Morfologi Zingiberaceae
Buah Alpinia eremochlamys K. Schum. Foto : R.
Pitopang, 2018
Alpinia eremochlamys A.K. Schum. B. Habitat C.
Leafy shoot with rhizome and young shoot D.
Close up of ligule E. Fruit 1. Seed 2. Fruit.
A.stigma, b. Fruit c. Calyx F. Flower 1. Flower 2.
Labellum 3. Antheridium (a. Anthera b. Fillamen),
Gynaceum (c. Ovarium) 4. Calyx. G. Inflorescence
H. Infructescence. Foto: dari Ramadanil Pitopang
(Ramadanil Pitopang et al., 10042 (CEB).
Peta distribusi Alpinia eremochlamys dan lokasi
baru di Sulawesi, Indonesia
Etlingera tjiasmantoii Ardiyani dan Ardi. Foto : M.
Ardiyani & W.H. Ardi
Etlingera acanthodes A.D Poulsen . A. Perawakan
umum, B. Ligula, C. Permukaan daun bawah, D.
Inflorescentia
Buah Etlingera calophrys (K.Schum) A.D. Poulsen
Etlingera comosa Ardiyani & Ardi. A. Perawakan.
B. Batang semu, ligula and tangkai daun. C. Daun
(permukaan atas) D. Inflorescence (Perbungaan)
dengan 3 bunga baru terbuka ( tampilan semi
lateral ). E. Pangkal pucuk daun dan perbungaan
muncul dari rimpang. F. bractea steril. G. Bractea
viiublima, viiublimate dan bunga H. Bunga. I.
Hal.
2
7
9
18
21
22
24
28
31
33
| viii
4.5.
4.6
4.7
4.8.
4.9
4.10
Bracteola. J. Calyx. K. Bunga dengan viiiublimate
dan calyx yang sudah dibuang, L. Bunga dengan
Calyx dan labellum yang sudah dibuang. M.
Labellum. N. Corolla lobes. O. Ovary, P. Filament,
anther dan bagian viiiublima tube (tampilan
lateral). Sumber Gambar : Marlina Ardiyani &
Wisnu H. Ardi.
Etlingera flexuosa Poulsen dengan latar belakang
2 asisten lapangan B. Habitat of E. flexuosa.
Tumbuh di hutan pegunungan TN Lore Lindu
pada tanah basah dekat aliran air, C. Ligule, D.
Leafy shoot and flowering shoot, E. Perbuahan,
buah yg dilingkarr warna putih, F.Perbungaan ,
dengan labellum dalam lingkaran putih G.
Rimpang
Morfologi bunga Etlingera flexuosa yang berasal
dari Hutan pegunungan TN Lore Lindu . Foto:
Ramadanil Pitopang, 2020
Morfologi E. viiiublimate (a). Daun, (b) bunga, (c,
d) Inflorescentia
Etlingera tjiasmantoi Ardiyani & Ardi A. Daun
(permukaan atas). B. Daun (permukaan bawah).
C. Pangkal daun, ligule dan tangkai daun. D.
Pangkal leafy shoot dan inflorescence muncul
dari rimpang. E. Inflorescence dengan 3 bunga
yang terbuka F. Infructescence. From Sumber
Ardiyani et al (2020). Gambar : Marlina Ardiyani
& Wisnu H. Ardi
Etlingera tubilabrum AD Poulsen. A Perawakan,
B. Daun, C. Buah, D. Perbungaan dengan bunga
(warna putih) E Tunas muda perbungaan, F.
Buah, G. Rimpang. Sumber Gambar: Reza Rizaldi,
2021
Etlingera calophrys (kiri) dan Etlingera tubilabrum
dari Bungku, Morowali, Sulawesi Tengah
35
38
40
42
44
45
ZINGIBERACEAE |1
ZINGIBER ACEAE |2
1.1.
Latar Belakang
Sulawesi Tengah (disingkat Sulteng) merupakan salah satu
provinsi di Indonesia yang terletak di bagian tengah pulau Sulawesi,
Indonesia dengan ibu kotanya Palu. Provinsi ini memiliki luas
wilayahnya 61.841,29 km², luas daratan 6.134.057,09 Ha, luas hutan
4.274.687 ha, dan jumlah penduduk sebanyak 3.021.879 jiwa (2021)
yang terdiri atas masyarakat asli (19 suku asli/indigenous people) dan
masyarakat migran (pendatang). Sulawesi Tengah memiliki wilayah
terluas di antara semua provinsi di Pulau Sulawesi, dan memiliki jumlah
penduduk terbanyak kedua di Pulau Sulawesi setelah provinsi Sulawesi
Selatan (Gambar 1)
Gambar 1. 1. Sulawesi Tengah
Secara biogeografi, kawasan ini merupakan terletak di
“jantung”nya pulau Sulawesi, sebuah pulau terpenting di bioregion
”Wallacea”, yang merupakan wilayah unik kaya dengan flora-fauna
endemik dan telah pula diidentifikasi sebagai salah satu ”hotspot
biodiversity” di dunia, namun hingga saat ini belum banyak kajian yang
mendalam terutama terhadap potensi keanekaragaman tumbuhannya
baik dari aspek ekologi, taksonomi serta aspek pemanfaatan dan upaya
konservasinya (Ramadanil dan Gradstein 2003;
Bappenas, 2003;
Pitopang dan Ramawangsa, 2016).
Kalau dilihat jauh ke belakang, sejarah penelitian botani di
Sulawesi, dilakukan oleh banyak botanist seperti Dampier tahun 1887
di pulau Buton, Sulawesi tenggara dan Sarasin pada tahun 1800-an di
wilayah Sulawesi tengah (Kessler et al, 2002), serta Beccari tahun 1872
ZINGIBERACEAE |3
(Poulsen, 2012). Beberapa ekspedisi botani penting juga telah
dilakukan di Sulawesi oleh lembaga riset dan perguruan tinggi seperti
yang dikoordinir oleh : Herbarium Bogoriense (BO), Kebun Raya
Indonesia (Yuzami et al., 2002), Royal Botanic Garden (RBG) Kew,
England, RBG Edinburg, Scotland, National Herbarium of Netherland
(L) (Van Balgooy et al, 1987; Keβler et al., 2002), Storma Project (IPBUniversitas Tadulako University of Gottingen, Jerman (Pitopang, 2002,
2006, 2011; Gradstein et al., 2005 ; Culmsee, 2010).
Publikasi terkini
yang mengungkapkan potensi kekayaan
keanekaragaman hayati tumbuhan Sulawesi, khususnya di Sulawesi
Tengah menunjukan banyaknya penemuan yang spektakular terutama
di bidang taksonomi yang ditunjukan dengan ditemukannya banyak
jenis yang merupakan rekor baru dan jenis baru (“new species”) untuk
ilmu pengetahuan yang belum pernah dipertelakan atau dideskripsi
sebelumnya dari belahan dunia manapun. Terutama dari genus
Begonia, Calamus dan jenis-jenis Zingiberaceae (Pitopang et al 2002,
2007, 2008, 2009, 2010, 2011a, 2011b, 2012 ; Kessler et al 2005;
Culmsee and Pitopang, 2007; Gradstein et al 2007; Thomas et al, 2010,
Thomas et al 2011 ; Cicuzza and Kessler 2012; Poulsen, 2012 ;
Henderson and Pitopang 2018 ; Henderson, 2021).
Zingiberaceae adalah salah satu famili tumbuhan yang memiliki
banyak manfaat bagi manusia seperti bermanfaat untuk obat-obatan,
bumbu/rempah, tanaman hias, tanaman yang digunakan dalam ritual
adat, dan berbagai keperluannya lainnya yang berpotensi
dikembangkan secara komersil. Oleh sebab itu jenis-jenis
Zingiberacerae banyak diteliti dan dilaporkan dari Sulawesi Tengah dan
sekitarnya oleh Botanist dalam 10 tahun terakhir (Paik et al, 2013;
Poulsen, 2012; Pitopang et al, 2019).
Penelitian berbagai aspek ilmiah dari jenis-jenis tumbuhan
anggota famili Zingiberaceae di Sulawesi Tengah sedang giat dilakukan
oleh Jurusan Biologi dan Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Tadulako
Palu. Sampai sejauh ini telah dilaporkan beberapa hasil kajian dan
potensi tumbuhan tersebut. Pitopang et al. (2019), misalnya
melaporkan 24 jenis Zingiberaceae yang dimanfaatkan secara
tradisional oleh 3 kelompok etnis asli yang hidup di sekitar Taman
ZINGIBER ACEAE |4
Nasional Lore Lindu, diantaranya digunakan sebagai bahan pengobatan
tradisional seperti daun Alpinia eremochlamys sebagai penambah
tenaga, buah katimba (Etlingera flexuosa) sebagai bahan masak/bumbu
masak, rimpang lempuyang (Zingiber zerumbet) sebagai obat rematik
dan sakit perut.
Laporan lain adalah tentang skrining fitokimia terhadap beberapa
jenis Zingiberaceae di Sulawesi Tengah (Ramadanil et al., 2019), kajian
terhadap autekologi dari Etlingera sublimata Poulsen (Fathulia dan
Ramadanil, 2019), beberapa aspek botani dan aktifitas anti jamur dari
Etlingera flexuosa (Pitopang et al, 2020), aktifitas antibakteri dari
Etlingera flexuosa (Pitopang et al, 2021), serta aplikasi teknik “docking
molecular” dalam penemuan obat anti HIV-1 dari jenis jenis
Zingiberaceae (Zubair et al, 2020), skrining antivirus ekstrak Alpinia
eremochlamys, Etlingera flexuosa, and Etlingera acanthodes melawan
infeksi HIV-dan sel MT-4 (Zubair et al , 2021), serta aktifitas
antimikroba dari Alpinia eremochlamys (Pitopang et al., 2022).
1.2. Tujuan
Tulisan ini menyajikan jenis-jenis Zingiberaceae yang terdapat di
Sulawesi Tengah meliputi aspek botani, pemanfaatan tradisional,
kajian fitokimia serta aspek bioprospeksinya, termasuk juga jenis-jenis
yang bersifat endemik Sulawesi.
ZINGIBERACEAE |5
ZINGIBER ACEAE |6
2.1. Sejarah Penelitian Zingiberaceae di Sulawesi
Penelitian, khususnya tumbuhan dari famili Zingiberaceae di
Sulawesi dan Wallacea sebelumnya telah tergambar pada Herbarium
Amboinense oleh Georg Eberhard Rhumpius, walaupun belum
dideskripsikan sampai beliau meninggal tahun 1702. Menjelang
pertengahan abad ke 19 flora Zingiberaceae Sulawesi kurang banyak
diketahui dibanding Jawa. Tahun 1859 Miquel dalam bukunya Flora of
Dutch East Indies hanya menggambarkan 3 species Zingiberaceae dari
Sulawesi dari 40 species yang berasal dari pulau Jawa. Koleksi Etlingera
tertua dari Sulawesi dibuat oleh Caspar Georg Carl Reinwardt (seorang
botanist berkebangsaan Jerman) yang melakukan ekspedisi di Tondano
Sulawesi Utara, Koleksi tersebut dijadikan sebagai „Type Specimen“
dari Etlingera alba (Poulsen, 2012).
Selanjutnya Odoardo Beccari (1843-1920) mengunjungi Sulawesi
secara singkat pada bulan Februari 1872 dalam perjalanannya dari
Jawa Timur ke Maluku, kemudian kunjungan kembali pada bulan
November 1873-Agustus 1874), beliau hanya mengkoleksi
Zingiberaceae di sekitar Kendari yang koleksinya sekarang tersimpan di
Florence Museum of Natural History, Italy. Beberapa ekspedisi
Zingiberaceae penting lainnya di Sulawesi adalah yang dilakukan oleh
Otto Warburg, botanis berkebangsaan Jerman di Minahasa, koleksi
tersimpan di Berlin, namun Herbarium ini hancur pada perang dunia ke
II. Sarasin bersaudara ; Paul Benedickt Sarasin (1856-1929) dan Karl
Friedrich Sarasin (1859-1942) juga telah ikut serta dalam melengkapi
ekspedisi botani Zingiberaceae di Sulawesi (Poulsen, 2012).
Dalam 5 tahun terakhir riset botani Zingiberaceae terutama aspek
taksonominya giat dilakukan oleh botanist dari Kebun Raya Bogor dan
Herbarium Bogoriense (BO) yang menghasilkan temuan beberapa jenis
baru (Ardi et al, 2015; Ardiyani et al, 2020). Disisi lain riset
Zingiberaceae Sulawesi yang fokus terhadap skrining fitokimia, aktivitas
antimikroba dan pencaharian senyawa bioaktif sebagai sumber obat
baru juga sangat intensif dilakukan oleh Jurusan Biologi dan Jurusan
Farmasi Universitas Tadulako Palu ( Pitopang et al, 2022; Zubair et al,
2021)
ZINGIBERACEAE |7
2.2. Deskripsi Ringkas Zingiberaceae
Zingiberaceae merupakan tumbuhan kelompok Liliopsida yang
tergolong dalam ordo Zingiberales (Gambar 2) bersama dengan 7 famili
lainnya yaitu Strelitziaceae, Lowiaceae, Heliconiaceae Musaceae,
Cannaceae, Maranthaceae, dan Costaceae (APG IV, 2016). berhabitus
herba teresterial yang tersebar luas secara alami di kawasan tropis
dan subtropis terdiri atas 51 marga (26 diantaranya terdapat di
kawasan Malesia) dan 1400 jenis (Van Balgooy, 2001; Newman et al.
2004; Kress et al. 2005).
Beberapa marga tumbuhan monokotil yang termasuk dalam
suku Zingiberaceae adalah: Curcuma, Zingiber, Amomum, Alpinia,
Etlingera, Elettariopsis, Hedychium dll (Utteridge and Bramley 2015).
Menurut Newman et al. (2004) bahwa status taksonomi suku ini
menjadi perhatian banyak peneliti sejak masa Linneaus, begitu juga
aspek pemanfaatannya yang sebagian besar telah digunakan sebagai
rempah-rempah, bumbu, obat-obatan serta tanaman hias (Heyne
1987; Van Balgooy 2001; Sukari et al. 2008; Prabhukumar et al. 2015 ;
Pitopang et al, 2019).
Gambar 1.1. Ordo Zingiberales yang terdiri atas family Musaceae,
Strelitziaceae, Lowiaceae, Heliconiaceae, Costaceae, Zingiberaceae, Cannaceae
dan Maranthaceae (APG II, 1998).
ZINGIBER ACEAE |8
Kata „Gingers“ (jahe-jahean) adalah istilah umum anggota
tumbuhan yang masuk dalam famili Zingiberaceae. Nama Zingiber
aslinya berasal dari kata Zanjabil (bhs. Arab) dan kemudian bahasa
Sansekerta singabera (artinya akar-tanduk), yang memunculkan nama
Yunani klasik Zingiberii dan akhirnya Zingiber menjadi bahasa latin
(Larsen et al, 1999).
Di Asia tenggara (Malesia), tercatat sebanyak 33 marga
tumbuhan yang termasuk dalam famili ini, namun dari catatan yang
ada hanya beberapa marga saja yang terdistribusi secara alami di
Sulawesi Tengah yaitu Etlingera, Amomum, Alpinia dan Hedicyium
(Newman et al, 2004).
Sebagai salah satu famili tumbuhan yang memiliki potensi yang
besar terutama sebagai obat-obatan, rempah dan makanan dan bahan
baku industri, diperlukan upaya budidayanya dalam skala lebih besar.
Jenis-jenis tersebut adalah; kunyit (Curcuma longa), temu mangga
Curcuma mangga),
jahe (Zingiber officinale), lengkuas (Alpinia
galanga), kencur (Kaemferia galanga), temulawak (Curcuma
xanthorizha) serta berbagai jenis endemik yang perlu upaya
konservasinya.
2.3. Morfologi Zingiberaceae
Bagian luar dari tumbuhan Zingiberaceae memiliki karakteristik
tersendiri. Salah satunya adalah seperti pada Gambar berikut ini :
ZINGIBERACEAE |9
Gambar 2.2. Morfologi Zingiberaceae (Sumber : Larsen et al, 1999)
2.4. Etnobotani Dan Manfaat Jenis-jenis Zingiberaceae
Tumbuhan dari famili Zingiberaceae telah lama dimanfaatkan
secara tradisional oleh masyarakat dunia, terutama digunakan sebagai
pemberi cita rasa, bahan minyak wangi, dan tanaman hias, bahan
obat, makanan, minuman, dan bumbu masakan. Selain itu tanaman
tanaman zingiberaceae dapat dijadikan alternatif sebagai elemen
dalam desain lanskape.
Di Indonesia, beberapa jenis tumbuhan dari famili Zingiberaceae
yang biasa dijadikan obat tradisional adalah; jahe (Zingiber officinale),
Z I N G I B E R A C E A E | 10
kunyit (Curcuma longa), lengkuas (Alpinia galanga), kencur
(Kaempferia galanga ), kecombrang (Nicolaia speciosa), temulawak
(Curcuma xanthorrhiza), lempuyang (Zingiber aromaticum), temu giring
(Curcuma heyneane) dan lain-lain.
Pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan dari famili Zingiberaceae
secara tradisional telah lama digunakan oleh masyarakat adat di
Sulawesi. Pitopang et al (2019) melaporkan sebanyak 24 jenis
tumbuhan dari famili Zingiberaceae digunakan secara tradisional oleh 3
etnis asli (Topo Baria, Topo Muma Toro dan To Kaili) yang tinggal
disekitar Taman Nasional Lore Lindu, 8 jenis diantaranya dikoleksi dari
habitat alamnya dalam kawasan hutan, 14 jenis habitat perkebunan, 4
jenis merupakan jenis endemik Sulawesi (Etlingera flexuosa,
E.acanthodes, A.rubricaulis dan A.eremochlamys).
Menurut Poulsen (2012) banyak jenis Etlingera yang dimanfaatkan
untuk berbagai keperluan harian masyarakat, misalnya beberapa jenis
buahnya bisa dimakan, dan banyak dikonsumsi sebagai“forest snack“,
sebagai obat tradisional dan lain-lain sebagainya.
Keanekaragaman jenis Zingiberaceae dan pemanfaatan
tradisionalnya oleh masyarakat adat di Sulawesi disajikan pada Tabel
berikut ini :
Z I N G I B E R A C E A E | 11
Gambar 2.3. Buah Etlingera flexuosa Poulsen (Foto: Nurhaeni, 2022)
Z I N G I B E R A C E A E | 12
Tabel 2. 1. Keanekaragaman jenis Zingiberaceae dan pemanfaatan tradisionalnya oleh masyarakat adat di Sulawesi
No
1
2
Nama lokal
Karondo (Topo Baria), Katimba
(Poso),
Tikala (Kulawi/Lindu), Ketimbang
(Duri), Lesung-lesung (Makassar).
Tikala (Kulawi); Bubog/Katimong
(Buol); Sikala (Porehu, Kolaka);
Tikala bola (Toi Toro Muma);
Torch ginger (Inggeris)
Nama ilmiah
Etlingera flexuosa
Poulsen
Etlingera elatior (Jack)
RM Sm.
Kegunaan
Buah
:
untuk
bumbu penyedap
makanan
Daun : untuk atap
pondok
Rimpang,
untuk
obat
Buah;
sebagai
penyedap
masakan, obat.
Bunga : sayur,
Batang;
diblender,
diperas, airnya
obat
Tipus,
batuk,
jantung
dan diare.
Daun;
direbus
untuk
obat
pembersih luka
Rimpang;
obat
Literatur
Pitopang et al,
2019;
Poulsen, 2012
Pitopang et al,
2019;
Poulsen, 2012;
Paik et al, 2013;
Sabilu et al,
2017
Z I N G I B E R A C E A E | 13
3
Tikala (Topo Baria)
Etlingera acanthodes
Poulsen
4
Kunivuri (Kaili) ; Asso malotong
(Mandar)
Curcuma aeruginosa
Roxb.
5
Kunitaipa (Kaili)
Curcuma mangga
Valeton
6
Kuni (Kaili); Asso mariri (Mandar)
Curcuma longa L
7
Temu lawak (Kaili)
Curcuma xanthorriza
Roxb.
telinga
Buah; dimakan,
penyedap
masakan
Rimpang;
obat
cacing,
Demam
berdarah
Rimpang
:obat
cacing
dan
inflmatory
Daun;
Bumbu
penyedap
masakan.
Rimpang: Obat
HIV,
bumbu
msakan,
obat
infeksi mikroba,
obat gatal-gatal,
Demam berdarah
Rimpang;
obat
hepatitis,
sakit
Pitopang et al,
2019
Pitopang et al,
2019;
Paik et al, 2013;
Rusmina et al,
2015
Pitopang et al,
2019;
Paik et al, 2013
Pitopang et al
2019
Zubair et al,
2019
Rusmina et al,
2015
Pitopang et al
2019
Z I N G I B E R A C E A E | 14
8
Gandarasuli
(Kaili);
Tumoni
karondo (Toi Toro Muma)
Hedychium coronarium
J.Konig
9
Karondo (Toi Toro Muma)
Hedychium spicatum
Sm
10
Karondo wana (Toi Toro Muma)
Hedychium flavescens
Carey ex Rosco
11
Lempuya (Kaili); bange-bange
(Seko)
Zingiber zerumbet L
12
Bangle (Kaili) ; Lai’ia (Mandar)
Zingiber montanum (J.
Koenig) Link ex. A.Dietr
kuning,
penambah nafsu
makan
Rimpang;
obat
penurun panas
jika demam, sakit
gigi
,
Schistosomiasis
Rimpang;
Kosmetik, obat
tradisional
Rimpang;
Schistosomiasis,
demam,
sakit
perut
Rimpang;
sakit
perut, kosmetik,
rematik,
sakit
leher
Rimpang:
Gangguan
menstruasi, sakit
Pitopang et al,
2019
Paik et al, 2013
Pitopang et al,
2019
Pitopang et al,
2019
Pitopang et al,
2019;
Tapundu et al,
2015
Pitopang et al
2019
Z I N G I B E R A C E A E | 15
13
Kula (Kaili), Kula lei (Kaili Rai);
Lai’a (Seko)
Zingiber officinalis
Roscoe
14
Balintua (Kaili); Goraka (Kaili);
Balimbuweng (Mandar)
Alpinia galanga (L.)
Willd.
15
Kasimpo (Topo Baria)
Alpinia eremochlamys
K.Schum
16
Tikala tete (Toi Toro Muma)
Alpinia sp
perut
Rimpang;
Diabetes, batuk,
rematik, Bumbu
penyedap
makanan, masuk
angin.
Penambah
tenaga
Rimpang:
Dermatomikosis,
Bumbu masak,
obat kurap
Daun;
pembungkus
makanan,
sebagai tonik.
Rimpang;
antibakteri
Belum dievaluasi
17
Tikala (Toi Toro Muma)
Alpinia purpurata
(Vieill.) K.Schum
Rimpang;
obat
sakit perut.
Pitopang et al
2019;
Zubair et al,
2019;
Tapundu et al,
2015
Pitopang et al
2019;
Rusmina et al,
2015
Pitopang et al
2019; Pitopang
et al, 2022
Pitopang et al,
2019
Pitopang et al,
2019
Z I N G I B E R A C E A E | 16
18
19
Tikala marangkaleke (Toi Toro
Muma)
Tikala walehu (Toi Toro Muma)
Plagiostachys sp
Meistera aculeata
(Roxb.) Škorničk. &
M.F.Newman
Bunga : hias
Belum dievaluasi
Belum dievaluasi
Pitopang et al,
2019
Pitopang et al,
2019
Z I N G I B E R A C E A E | 17
Z I N G I B E R A C E A E | 18
Gambar 3.1. Buah Alpinia eremochlamys K. Schum. Foto : R. Pitopang, 2018
Z I N G I B E R A C E A E | 19
1.
ALPINIA Roxb.
Alpinia, yang merupakan genus terbesar pada famili Zingiberaceae,
memiliki 230 spesies tersebar dari Asia Tenggara hingga Australia
(Kress et al, 2005). Genus Alpinia diberikan untuk mengenang seorang
ahli botani dari Italia, Prospero Alpino (1553-1616).
1. Alpinia eremochlamys K. Schum.
Synonym: Alpinia pectinata Ridl., J. Straits Branch Roy. Asiat. Soc. 34:
97 (1900), Turner and Cheek (1998), Alpinia pectinata Ridl. Gardens'
Bulletin Singapore 50 (1998) 115-119.
Nama lokal Kasimpo (bahasa Topo Baria, Sedoa, Lore Utara, Kabupaten
Poso, Coll: Ramadanil Pitopang et al. 10042 in CEB, Katimba (Bahasa
Pamona Poso).
Deskripsi
Tumbuhan ini memiliki perawakan berupa herba terrestrial,
tinggi 3-7 m, hidup berkelompok atau berumpun di tanah gembur dan
tanah berbatu dengan solum sedang, cukup bahan organik, di daerah
lembah. Tunas berdaun panjangnya 3-5 m, lebar bentangan 2-2,5 m,
permukaan licin mengkilap, ujung runcing, anak daun berseling,
berntuk memanjang dengan panjang 38-65 cm, lebar anak daun 8-12
cm, bertangkai yang panjangnya 3-7 cm. Perbungaan : terletak pada
ujung, Buah berwarna hijau sampai hijau tua, bentuk buah bulat
berekor, dengan tangkai anak buah yang pendek, permukaan kulit
buah licin dan terdapat garis nyata berdiameter 1,7 cm, jumlah buah
dalam satu tangkai 35, diameter buah 1,7 cm. Perbanyakan tanaman
ini dapat dilakukan dengan menggunakan buah maupun rimpang yang
bertunas. Ciri utama buah bulat berekor,. Rizoma kaku berdiameter 1013 cm (Pitopang et al, 2022).
Z I N G I B E R A C E A E | 20
Habitat dan Ekologi
Habitat alami tumbuh di tepi hutan pegunungan Taman Nasional
Lore Lindu (LLNP), Sulawesi Tengah pada ketinggian 1200-1800 m dpl,
Curah hujan tahunan 1500-2000 mm, suhu maksimum 30-32 ° C dan
minimum rata-rata 18-21 ° C, kelembaban relatif (RH) 59,62 - 81,74%
(Fauzan et al, 2018: Juhrbandt et al. , 2010), tumbuh sangat sering di
celah hutan atau di area terbuka seperti di sepanjang jalan antara Desa
Dongi-dongi dan Sedoa, Kabupaten Lore Utara Poso. Tipe habitat
biasanya hutan pegunungan (Whitten, dkk 2002). Hutan pegunungan
ini didominasi oleh Castanopsis accuminatisima dan Lithocarpus spp.
Culmsee dan Pitopang (2009) mengkarakterisasi hutan ini sebagai
hutan Fagaceae, dan banyak spesies tumbuhan telah ditemukan di
daerah ini, termasuk Etlingera flexuosa, E. sublimata (Poulsen, 2012),
Nepenthes pitopangii (Lee et al., 2009), 5 spesies baru Syzigium
(Brambach et al., 2017), dan berbagai spesies pohon di Sulawesi
(Culmsee dan Pitopang, 2009). Selain itu, kawasan hutan juga berfungsi
sebagai habitat berbagai jenis tumbuhan dan satwa.
Etnobotani
Berdasarkan kajian etnobotani, A. eremochlamys dimanfaatkan
oleh penduduk asli komunitas Topo Baria, Sedoa untuk berbagai
keperluan. Daunnya digunakan sebagai bahan atap dan pembungkus
makanan, sedangkan rimpangnya digunakan untuk pembuatan obat
tradisional (Ramadanil et al., 2019).
Z I N G I B E R A C E A E | 21
Gambar 3.2.. Alpinia eremochlamys A.K. Schum. B. Habitat C. Leafy shoot
with rhizome and young shoot D. Close up of ligule E. Fruit 1. Seed 2. Fruit.
a.stigma, b. fruit c. Calyx F. Flower 1. Flower 2. Labellum 3. Antheridium (a.
Anthera b. Fillamen), Gynaceum (c. Ovarium) 4. Calyx. G. Inflorescence H.
Infructescence. Foto: dari Ramadanil Pitopang (Ramadanil Pitopang et al.,
10042 (CEB).
Distribusi: Endemik Sulawesi (Newman et al., 2004) Distribusi di
Sulawesi ; Sulawesi Utara (Kinho, 2011), Sulawesi Tenggara (GBIF,
2020), Sulawesi Tengah; Cagar Alam Pangi Binanga, dan Kebun kopi
Z I N G I B E R A C E A E | 22
(Pitopang, 2021) Taman Nasional Lore Lindu, Desa Sedoa, Lore Utara,
Kabupaten Poso Sekitar danau Kalimpa’a, 01˚19.503’S, 120˚18.510’E,
1648 m elevation, on 5 October 2019. Ramadanil Pitopang, Zulfadly &
Adrianus Tombi 10042, CEB (Pitopang, 2022).
Gambar 3.3. Peta distribusi Alpinia eremochlamys and the new locality
di Sulawesi, Indonesia
Kandungan Fitokimia
Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa tanin dan saponin
terdapat pada semua bagian tumbuhan. Terpenoid terdapat pada daun
dan batang. Flavonoid terdapat pada daun dan rimpang (Ramadanil, et
al, 2019). Hasil analisis GC-MS menunjukkan adanya terpenoid
caryophyllene,
caryophyllene
oxide,
2,6,6,9-tetrametil-1,4,8cycloundecatriene, 3,7-dimetilocta-1,6-dien-3-ol, 1-isopropil-4-metil-3cyclohexen-1-ol, dan (1)-1,5-dimetil-1-vinilhex-4-enil-asetat. Beberapa
asam lemak juga ditemukan seperti asam palmitat metil ester, metil
meristat, asam pentadecanoat, dan asam octadecanoat metil ester
(Zubair, et al, 2021).
Z I N G I B E R A C E A E | 23
Aktifitas antimikroba
Berdasarkan evaluasi antimikroba, ekstrak daun dan rimpang Alpinia
eremochlamys
memiliki
aktivitas
penghambatan
terhadap
pertumbuhan sel Salmonella typhae, Staphylococcus aureus, dan ragi
Candida albicans (Pitopang et al, 2022).
Aktivitas Farmakologi
Ekstrak metanol rimpang dilaporkan memiliki potensi aktivitas anti HIV1 dengan IC50 sebesar 64.18 ±2.58 µg/mL (Zubair, et al, 2021)
Z I N G I B E R A C E A E | 24
Gambar 4.1. Etlingera tjiasmantoii Ardiyani dan Ardi. Foto : M. Ardiyani & W.H.
Ardi
Z I N G I B E R A C E A E | 25
2. ETLINGERA Giseke
Etlingera
adalah salah satu genus tumbuhan dalam famili
Zingiberaceae yang sebagian besar terdapat di kawasan tropis dan
subtropiks, terdistribusi dari India, Burma (Myanmar), Thailand, IndoCina dan Cina, Malaysia, Polinesia dan Australia (de Gusman dan
Siemonsma 1999).
Type dari genus tumbuhan adalah Etlingera littoralis yang dikoleksi dari
Thailand Selatan tahun 1779 oleh Johann Gerhard König. Genus ini
pertama sekali dideskripsi oleh Paul Dietrich Giseke tahun 1792,
kemudian dinamakan berdasarkan nama botanis Jerman Andreas Ernst
Etlinger (Poulsen, 2012)
Menurut Newman et al. (2004), 74 spesies Etlingera tercatat di
kawasan Malesia, antara lain 12 spesies di Semenanjung Malaysia
(Khaw, 2001), 29 spesies di Kalimantan (Chan et al. 2007), 16 spesies di
Filipina (Poulsen dan Docot, 2018), dan Menurut Poulsen (2012),
diperkirakan ada 150 - 200 spesies di seluruh dunia.
Di Sulawesi terdapat 48 species Etlingera (Poulsen, 2012), namun
hingga saat ini telah pula dilaporkan beberapa jenis baru (Pitopang et
al, 2020). Hal ini menunjukan jumlah species ini jauh lebih banyak dari
yang terdapat di Kalimantan (Poulsen, 2006), padahal ukuran pulau
Kalimantan empat kali lebih besar dari pulau Sulawesi (Poulsen, 2012).
Hal ini menunjukan bahwa
keanekaragaman suku Etlingera di
Sulawesi memang luar biasa. Apalagi, 36 spesies (75%) dari total 48
Etlingera Sulawesi merupakan spesies baru (Poulsen, 2012). Hingga
tahun 2022 sudah tercatat sebanyak 51 jenis Etlingera dari Sulawesi,
beberapa diantaranya merupakan jenis baru (Pitopang et al, 2021)
Beberapa deskripsi jenis Etlingera di Sulawesi Tengah dan sekitarnya
disajikan dibawah ini;
Z I N G I B E R A C E A E | 26
1. Etlingera acanthodes A.D. Poulsen
Jenis ini merupakan endemik Sulawesi yang diketahui hanya berasal
dari hutan pegunungan Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah.
Jenis pertama sekali dideskripsi oleh Poulsen (2012). Berdasarkan
koleksi AD Poulsen dan Firdaus, 2660, 3 Maret 2008 pada ketinggian
1700 m dpl.
Pemberian nama jenis ini berasal dari bahasa Yunani ; Acanthodes yang
berhubungan dengan; lendir berduri yang terdapat pada bractea dari
perbungaan .
Deskripsi ; Poulsen (2012) mendeskripsikan jenis ini sebagai berikut;
berperawakan herba, tingginya hingga 9-2,3 m, berumpun, Batang
berdaun mempunyai anak daun 18-20 daun, berwarna coklat hingga
merah pucat, pelepah kecoklatan hingga hijau pucat, ligule 17-30 mm
panjangnya: Lembaran daun sesile, berukuran 37-58 X 5,5 -14 cm, rasio
panjang dan lebar 4,14-6,73, bagian tengah hijau, bawah purple sampai
coklat: ujung meruncing, pinggir berbulu dekat ujung. Perbungaan;
panjangnya 8- 13,5 cm, muncul dari rimpang, dasar bunga ukuran 3-3,5
cm panjang, kuning dengan 100-200 bunga, 1-2 terbuka pada saat
waktu. Bunga; 3,3 -3,5 cm panjang, calyx berukuran panjang 1,8-2 cm,
corolla putih, ujungnya pink, dengan 3 celah ukuran 0,1-0,7 cm dengan
sedikit rambut panjang pada dasar dan ujung, ujung bergigi, tabung
corolla memcapai 1,9-0,7 cm. Perbuahan: dengan persisten bractea,
hanya 1 buah kelihatan per head, tangkai buah hingga 0,1 cm
panjangnya.; Buah 1,1 x 0,9 cm, berbentuk ellip pipih, gundul, biji tidak
matang.
Habitat dan Ekologi
E. acanthodes tumbuh di tanah yang sangat basah di hutan
pegunungan sekitar Gunung Nokilalaki di TNLL. Jenis ini juga terdapat
di sekitar danau Tambing/Kalimpa’a pada ketinggian 1676 m dpl,
berdasarkan koleksi Ramadhanil Pitopang et al No. 4661, tanggal 19
Januari 2009. Kawasan ini bercurah hujan tahunan sekitar 1500-2000
mm, suhu maksimum rata-rata 30-32°C, sedangkan rata-rata minimum
Z I N G I B E R A C E A E | 27
biasanya sekitar 18-21°C, kelembaban relatif rata-rata sekitar 59,62 81,74% (Fauzan et al, 2018).
Komponen Fitokimia
Senyawa metabolite sekunder yang teridentifikasi pada rimpang E
acanthodes adalah : Undecane, Ar-tumerone, 2,6,10,14Tetramethylpentadecane, Zerumbone, Asam palmitat, metil eter,
Methyl (9e)-9-Octadecenoate, 1,2-Hexadecanediol, 2-Pentyl 6-(4Pentylphenyl) 2,6-Naphthalenedicarboxylate, 4-Tert-Butylphenoxy.alpha.-Propionic Acid ( Zubair et al, 2021)
Aktifitas Antimikroba
Extrak etanol rimpang dari E. acanthodes memiliki aktifitas antivirus
yang kuat LC 50 pada 1.74 + 2.46 μg/mL), dan kurang toksik terhadap
lymphocyte (MT-4) cells (CC50 204.90 + 106.35 μg/mL), memberikan
nilai indeks selektivitas (SI) tertinggi sebesar 117,76. dibanding
Etlingera flexuosa atau Alpinia eremochlamys (Zubair etal, 2021)
Z I N G I B E R A C E A E | 28
Gambar 4.2. Etlingera acanthodes A.D Poulsen . A. Perawakan umum,
B. Ligula, C. Permukaan daun bawah, D. Inflorescentia
Z I N G I B E R A C E A E | 29
2. Etlingera calophrys (K.Schum) A.D. Poulsen
Nama lokal : Katimba, Bahasa Pamona, Poso (Poulsen, 2012); Tikala
(Kulawi, Sigi); La Mpana (Bahasa Bungku, Morowali (Asrun and
Pitopang 2021).
Basionym : Amomum calophrys K. Schum. Bot. Jahr.Syst.27 (1899) 310,
314: M.F. Newman, A. Lhuillier & AD Poulsen, Checkl. Zingib, Malesia
(2004).
Pemberian nama jenis berasal dari kata Calophrys (bahasa Yunani)
yang berarti alis mata yang indah. Kemungkinan berhubungan dengan
tepi daun bersilia rapat.
Deskripsi
Poulsen (2012) mendeskripsikan jenis ini sebagai berikut: Perawakan
berbentuk herba. Rimpang berdiameter hingga 3 cm, di bawah tanah,
kokoh, diselubungi oleh rambut rambut berwarna coklat keemasan
yang rapat, dengan skala 6 x 4 cm, warna coklat keemasan gelap ketika
muda; akar tunjang tidak ada. Herba ini tingginya 3,1 – 6 m ,
berumpun, jumlah daun 35 perbatang, bagian pangkal 5,5-7 cm, coklat
kehijauan atau coklat kemerahan, pelepah warna hijau kekuningan,
ligula 6-10 mm panjangnya; tangkai daun (petiole) 5-35 cm, berambut
halus bagian bawah, lembaran daun ovate, ukuran 63-80 x 12,5-16,5,
rata-rata rasio 4,9. Tunas perbungaan : 14-30 cm tinggi, muncul dari
rimpang, receptacle 4-10 cm panjang, berwarna coklat orange secara
rapat, dengan 60-80 bunga, 3-13 mekar bersamaan. Bunga; panjangnya
4-5 cm; calyx 1,7-2,3 cm, mencapai 1 mm di bawah stamen atau 1 mm
di bawah anthere, berwarna coklat kehijauan, ujung coklat kemerahan
pucat, berlekuk hingga 0,4 cm , ditutupi oleh bulu pendek warna coklat
keperakan. Infructescen: hingga 15-40 cm panjangnya. Tangkai
perbuahan berukuran 9-18 x 9-13 cm, berbentuk ovoid hingga elip
dengan bractea yang persisten, jumlah buah 8-50 pertangkai. Buah
ukuran 2,2-3,5 x 2,2-2,7 cm, subglobosa, coklat kehijauan atau coklat
orange; biji 3,5 x 3,5 mm.
Z I N G I B E R A C E A E | 30
Habitat : Hutan primer atau hutan sekunder pada tanah lempung
batugamping, kadang di pinggir aliran sungai kecil pada ketinggian 201150 m. Menurut Asrun dan Pitopang (2021) jenis ini juga djumpai di
kebun penduduk di Bungku Morowali.
Distribusi : jenis ini selain di Sulawesi (Tengah dan Tenggara) juga
ditemukan di Lombok, dengan status konservasi Near Threatened (NT)
Etnobotani : Beberapa bagian tumbuhan digunakan secara tradisional
oleh masyarakat Bungku Tengah, desa Sakita, Kabupaten Morowali.
Batang semu (Pseudostem) dibakar, lalu diperas dan ditetesi pada luka
(Asrun dan Pitopang, 2021)
Komponen Fitokimia : Belum dievaluasi
Z I N G I B E R A C E A E | 31
Gambar 4.3. Buah Etlingera calophrys (K.Schum) A.D. Poulsen. Photo:
Asrun Anas (2021)
Z I N G I B E R A C E A E | 32
3. Etlingera comosa Ardiyani & Ardi
Jenis ini merupakan endemik Sulawesi yang pertama sekali dideskripsi
oleh Ardiyani et al. (2021). Berdasarkan koleksi M. Ardiyani, Wisnu H.
Ardi, Prima Hutabarat, Zulfadli, Roland Putra, Ofin MAR 1004, 7 Maret
2020. Koleksi berasal pinggir jalan raya antara Tentena-Bada, Tentena,
Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, pada ketinggian 1700 m dpl.
Deskripsi
Deskripsi jenis ini menurut Ardiyani et al (2021) adalah sebagai berikut
ini : Tumbuhan berhabitus herba perawakan terestrial sekaligus epifit.
Jenis ini mempunyai kedekatan morfologi dengan Etlingera sublimata
A.D. Poulsen, namun berbeda dalam karakter pelepah yang berumbai,
ligula yang bercuping dua dan asimetrik, daun gagang longgar, daun
gagang fertil berbulu balig rapat dan tangkai sari lebih panjang.
Berperawakan herba terestrial atau epifit. Rimpang berdiameter 0,5
cm. saat dikeringkan, bersisik padat warna hijau, panjang sisik 1,3–2,8
cm, seperti beludru; akar jangkungan diameter 3 mm saat dikeringkan,
berwarna coklat, rimpang naik sekitar 25 cm di atas tanah. Tunas
berdaun hingga 70 cm tingginya, terpisah 15-20 cm; pangkal hingga
diameter 1,5 cm, berwarna hijau muda ditutupi dengan sisik kering;
ligula 3-4 mm, bilobed, asimetris, kuning kehijauan dengan tepi kering
coklat; tangkai daun panjang 2–4 mm, hijau kekuningan, puber,
beberapa berumbai; lembaran daun (lamina) berukuran 15–19 × 2,7–
3,3 cm, rasio panjang dan lebar 5,6–5,7, hijau tua di atas, hijau muda
dengan semburat coklat kemerahan di bawah; dasar cuneate; puncak
berekor; margin gundul, bergelombang. Tunas berbunga sepanjang
9,5– 10 cm, timbul dari rimpang, tegak, bertangkai dengan ± 50 bunga,
mekar sekaligus; peduncle panjang 5,5 cm, menanjak, seri, bracts
peduncular 0,7–2 × 0,6–1,1 cm, kuning kehijauan ke arah pangkal,
coklat pucat ke arah puncak saat muda, coklat pucat saat tua, bunga
mencapai 0,3 cm lebih panjang dari bracts.
Habitat. Lereng di hutan sekunder, pegunungan atas, sangat lembab
dengan kanopi terbuka kurang dari 10 m. Sebagian besar batang pohon
ditutupi dengan lumut, area terbuka dengan banyak pakis dan semak
Z I N G I B E R A C E A E | 33
belukar, seperti spesies Rhododendron, Vaccinium dan Gaultheria.
Ardiyani et al (2021).
Distribusi: Diketahui hanya ditemukan di Tentena, Poso, Sulawesi
Tengah
Kandungan Fitokimia : Belum dievaluasi
Gambar 4.4..Etlingera comosa Ardiyani & Ardi. A. Perawakan. B. Batang
semu, ligula and tangkai daun. C. Daun (permukaan atas) D.
Inflorescence (Perbungaan) dengan 3 bunga baru terbuka (tampilan
semi lateral). E. Pangkal pucuk daun dan perbungaan muncul dari
rimpang. F. bractea steril. Sumber : Ardiyani et al (2021). Gambar :
Marlina Ardiyani & Wisnu H. Ardi.
Z I N G I B E R A C E A E | 34
4. Etlingera flexuosa A.D. Poulsen
Nama lokal : Karondo (Bahasa Topo Baria, Sedoa, Lore Utara, Poso,
Ramadanil Pitopang et al. 10041, Katimba (Bahasa Pamona, Poso)
Deskripsi
Menurut Pitopang et al (2020) tumbuhan ini berperawakan herba
parenial tingginya sekitar 4,2 m, berumpun agak longgar, dengan
jumlah sekitar 8-12 individu, berjarak 10-15 cm. Batang berdaun merah
atau ungu, panjang sekitar 3,8-4 m, dengan jumlah daun hingga 22 per
individu, diameter pangkal 5 cm. Warna selubungnya kekuningan
sampai ungu, dengan rambut tersebar, tepi daun rata, panjang ligule
sekitar 15-25 mm, agak utuh, asimetris, hitam, tangkai daun 15-42 mm,
ungu tua; lembaran daun bentuk elips memanjang, panjang 51-70 cm x
lebar 12,5-18 cm dengan perbandingan 4,2-5,6 cm, hijau, pelepah
warna ungu merah atas dan bawah, permukaan atas berbulu halus, dan
ujung runcing. Perbungaan panjangnya 28-30 cm, tegak, muncul dari
rimpang dan panjang. Warnanya merah muda di tengah, dengan 90140 bunga, panjang bunga 4-14 cm. Bunganya panjangnya 4-6,5 cm,
tegak di depan, labellum ovate panjang 17-21 x 3,5-5 mm, labellum
melengkung ke luar seiring bertambahnya usia, panjang kelopak 2,8-3,4
cm, benang sari 11-16 mm, puncak mahkota 11-15 mm, krem sampai
merah muda pucat di pangkal, merah muda cerah ke arah puncak,
tabung mahkota panjang 2,6-3,5 cm, benang sari panjang 12-16 mm;
filamen 6-9 x 3-4 mm, dengan dasar yang sangat lebar, dengan warna
merah muda hingga krem; kepala sari panjang 5-7 x 3-4 mm, berwarna
krem hingga merah muda pucat. Berbunga dengan tangkai sekitar 8-12
cm, bract, bracteole dan kelopak persisten, dengan 50-130 buah per
kepala, tangkai 0,3-1 cm, ukuran buah 2,3-3 x 2-3 cm, piriformis,
berduri lunak bagian atas, coklat kemerahan, biji 2-3 x 2-3 mm, hitam,
bulat, dan aril berwarna putih. Rimpang berdiameter sekitar 1-4 cm,
dan berwarna coklat kekuningan pucat sampai merah pucat.
Specimen Examined: Sulawesi Tengah, Kabupaten Poso Kecamatan
Lore Utara, desa Sedoa , Taman Nasional Lore Lindu, sekitar danau
Z I N G I B E R A C E A E | 35
Kalimpa’a, 01˚19.503’S, 120˚18.510’E, 1648 m dpl, 5 October, 2019.
Collector : Ramadanil Pitopang, Zulfadly & Adrianus Tombi 10041
(CEB).
Gambar 4.5 . Etlingera flexuosa Poulsen dengan latar belakang 2
asisten lapangan B. Habitat of E. flexuosa. Tumbuh di hutan
pegunungan TN Lore Lindu pada tanah basah dekat aliran air, C. Ligule,
D. Leafy shoot and flowering shoot, E. Perbuahan, buah yg dilingkar
Z I N G I B E R A C E A E | 36
warna putih, F.Perbungaan , dengan labellum dalam lingkaran putih G.
Rimpang. (Pitopang et al, 2020)
Habitat dan Ekologi
E. flexuosa tumbuh di tanah yang sangat basah di hutan pegunungan di
TNLL, dekat sungai pada ketinggian 1200 - 1800 m dpl., dengan curah
hujan tahunan sekitar 1500-2000 mm, suhu maksimum rata-rata 3032°C, sedangkan rata-rata minimum biasanya sekitar 18-21°C,
kelembaban relatif rata-rata sekitar 59,62 - 81,74% (Fauzan et al, 2018)
Vegetasi di kawasan ini didominasi oleh pohon seperti berikut ini ;
“haleka/kaha” (Castanopsis accuminitasima), “palili' (Lithocarpus
havilandii), 'baka' (Cryptocarya crassinerviopsis), 'poni (Alsophila
celebica), 'damar” (Agathis borneensis), 'pondo' (Pandanus
sarasinorum), ' kayu cina” (Phylocladus hypophyllus), 'karunia'
(Podocarpus neriifolius), Dacrycarpus imbricatus, 'Xanthomyrtus
angustifolius, Acmena accuminatisima, Glochidion sp, 'leda' (Eucalyptus
deglupta), dan Gordonia amboinensis, dan
“rodo” (Erythrina
subumbrans). Beberapa jenis herba dan palem juga ditemukan di
kawasan ini seperti : Polygonum barbatum, Elatostema sp (Urticaeae),
Medinella speciosa
Alpinia eremochlamys (Zingiberaceae), dan
Gunnera macrophylla (Haloraganaceae)
Palem seperti Pinanga caesia, rotan Calamus macrosphaerion,
Calamus koordersianus, Calamus viridis new spec, Calamus
tambingensis new spec, Calamus didymocarpus, Calamus inops,
Calamus posoanus and Daemonorops sp. Juga ditemukan
Ethnobotani
Beberapa bagian tumbuhan digunakan secara
tradisional oleh
masyarakat Topo Baria (suku asli di Desa Sedoa, Kecamatan Lore Utara,
Z I N G I B E R A C E A E | 37
Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Indonesia). Tunas daun muda
dimakan sebagai sayuran, lembaran daun sebagai atap pondok,
rimpang untuk obat tradisional, buah sebagai penyedap masakan.
Komponen Fitokimia
Berdasarkan hasil skrining fitokimia, pada ekstrak kasar terdapat 6 jenis
senyawa metabolit sekunder yaitu; flavonoid, tanin, saponin,
terpenoid, alkaloid dan steroid. Flavonoid terdapat pada rimpang, tanin
terdapat pada seluruh bagian tanaman, sedangkan saponin terdapat
pada daun dan rimpang. Selain itu, terpenoid tidak ditemukan di daun,
alkaloid hanya terdeteksi di rimpang, sedangkan steroid hanya
ditemukan di daun.
Aktifitas Antimikroba
Ekstrak hidro etanol dari
rimpang Etlingera flexuosa dapat
menghambat pertumbuhan khamir Candida albicans (Pitopang et al,
2020), bakteri Staphylococcus aureus (gram positif) dan Eschericia coli
(bakteri gram negative) (Pitopang et al, 2021)
Z I N G I B E R A C E A E | 38
Gambar 4.6. Morfologi bunga Etlingera flexuosa yang berasal dari
Hutan pegunungan TN Lore Lindu . Foto: Ramadanil Pitopang, 2020
Z I N G I B E R A C E A E | 39
5. Etlingera sublimata A.D. Poulsen
Basionym: Ammomum brachychillum K. Schum. Bot. Jahrb. Etlingera
brachychilla (Ridl) RM Sm. Hornstedtia brachychila Ridl., J Straits.
Deskripsi
Tumbuhan ini merupakan tumbuhan herba yang tegak. Daun tunggal,
berwarna hijau, tulang daun menyirip, ujung runcing, tepi rata. Batang
berwarna coklat pucat, tinggi 1,8 cm- 4 cm, panjang ligule 6 mm yang
berwarna coklat tua dan berbintik bintik. Inflorescen/perbungaan
muncul dari rimpang, tangkai bunga berwarna coklat, panjang 2,6 – 3
cm, perhiasan bunga berwarna merah, panjang kelopak bunga antara
1,5 – 2 cm, berwarna merah kecoklatan, mahkota (corolla) berwarna
pink lebih gelap menuju puncak, benang sari berwarana putih dan
kepala sari berwarna kuning telur. Rimpang berada sekitar 5-20 cm di
atas tanah dengan akar yang kaku, berdiameter 0,7-0,8 cm, mukosa
berduri, memiliki braktea yang panjang dan steril dan berwarna merah
pucat pada pangkalnya.
Habitat dan Ekologi
Hutan pegunungan di Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah
terutama sekunder dan primer dari ketinggian 1250-1800 mdpl
(Fadhulia, 2019). di pinggiran aliran air atau pada kondisi tanah yang
lembab atau basah dan tertutup serasah daun. Tumbuh pada tanah
dengan pH antara 4,4 -5,5 (asam), kelembapan antara 40-65%.
Distribusi : Endemik Sulawesi, dilaporkan hanya dari hutan
pegunungan Sulawesi Tengah (Fadhulia et al, 2020 ; Pitopang et al,
2022).
Specimen : Ramadhanil Pitopang, 789 (CEB)
Komponen Fitokimia : Ekstrak etanol rimpang dari E. sublimata
mengandung Alkaloid, Saponin, Terpenoid, Tanin, Flavonoid. Daun
mengandung Tanin dan Saponin. Batang mengandung Alkaloid,
Z I N G I B E R A C E A E | 40
Saponin, Terpenoid, Tanin dan Flavonoid. Bunga mengandung Alkaloid,
Terpenoid dan Tanin.
Aktifitas Antimikroba Ekstrak etanol rimpang E sublimata dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella thypii (Pitopang, dkk,
2022).
Gambar 4.7.. Morfologi E. sublimata (a). Daun, (b) bunga, (c, d)
Inflorescentia,.
Z I N G I B E R A C E A E | 41
6. Etlingera tjiasmantoi Ardiyani & Ardi
Etlingera tjiasmantoi (Zingiberaceae), sebuah jenis baru dari Sulawesi
Tengah. Reinwardtia 19(2): 103‒108. ‒‒ Sebuah jenis baru dari marga
Etlingera, Etlingera tjiasmantoi Ardiyani & Ardi, dari Tentena, Sulawesi
Tengah. Berdasarkan koleksi M. Ardiyani, Wisnu H. Ardi, Prima
Hutabarat, Zulfadli, Roland Putra, Ofin MAR 1004, 7 Maret 2020.
Koleksi berasal pinggir jalan raya antara Tentena-Bada, ketinggian
1,757 m, 01.79950° S, 120.47433° E Tentena, Kabupaten Poso, Sulawesi
Tengah.
Deskripsi
Menurut Ardiyani et al (2020) adalah sebagai berikut ini : Jenis ini mirip
dengan Etlingera flexuosa A.D.Poulsen dan Etlingera mamasarum
A.D.Poulsen & Ardiyani tetapi berbeda dari keduanya pada karakter
pembukaan kotak sari yaitu di sepanjang kotak sari dan buah
berbentuk bulat telur sungsang, gundul, tanpa hiasan duri. Data
barkode DNA, gambar bunga dan buah serta foto E. tjiasmantoi
ditampilkan.
Tunas berdaun memiliki panjang hingga 4 m, dalam rumpun lepas:
dengan jumlah 16 daun per pucuk; pangkal berwarna coklat
kemerahan; selubung coklat kemerahan; ligule hingga 2,8‒3,0 cm;
lembaran daun bentuk bulat telur sempit, ukuran 70 × 14 cm - 78 × 17
cm, rasio panjang dan lebar 4,6 -5 ; puncak acuminate; margin kadangkadang coklat kemerahan, berbulu lebat. Tunas berbunga dengan
panjangnya 15,5‒20 cm, muncul dari rimpang dengan jumlah 90
bunga; tangkai panjang 8 cm,perhiasan bunga warna merah muda
pucat, Infructescence di atas tanah, dengan jumlah 35 buah per kepala;
buah berukuran 2,3 × 2 cm, obovoid, 3-sudut, warna coklat
kekuningan, kuning krem ke arah pangkal; biji berdiameter 4 mm.,
berbentuk bulat panjang tidak beraturan, hitam, aril warna putih.
Rimpang merayap berukuran pendek, berdiameter kira-kira 2,8 cm,
berwarna kuning krem, bersisik yang panjangnya sampai 5 cm. Sisik
warna coklat kemerahan; akar tunggang tidak ada.
Z I N G I B E R A C E A E | 42
Gambar 4.8. . Etlingera tjiasmantoi Ardiyani & Ardi A. Daun
(permukaan atas). B. Daun (permukaan bawah). C. Pangkal daun, ligule
dan tangkai daun. D. Pangkal leafy shoot dan inflorescence muncul
dari rimpang. E. Inflorescence dengan 3 bunga yang terbuka F. Sumber
: Ardiyani et al (2020). Gambar : Marlina Ardiyani & Wisnu H. Ardi
Z I N G I B E R A C E A E | 43
7. Etlingera tubilabrum A.D. Poulsen
Nama lokal : Panasimpo; Bahasa Bungku Tengah, Sulawesi Tengah
(Asrun dan Pitopang, 2021)
Deskripsi : Herba, berkelompok, tinggi 3 – 5,5 m. Leafy shoot;
panjangnya hingga 5,2 m, bagian bawah berdiameter 7,5 cm, warna
hijau kemerahan atau coklat kemerahan, dengan 10 – 17 daun Pelepah
daun; hijau kekuningan, Ligula hingga 4 mm panjangnya, tersembunyi
oleh dasar daun, berwarna hijau kekuningan pucat; Lembaran daun
sesil, panjang 120 – 95 dan lebar 4,5 – 5,5 cm, permukaan terdapat zat
lilin, bagian atas daun berwarna hijau gelap, mengkilat, bagian bawah
daun berwarna hijau pucat, pinggir daun sedikit bergelombang,
pangkal daun berbentuk seperti telinga, ujung daun meruncing.
Inflorescent shoot; panjangnya 22-37 cm, dengan 62-140 bunga, dasar
bunga 3-12 cm, tangkai bunga 17-25 cm panjangnya. Bunga panjangnya
4-5 cm, pedicel absen, kelopak bunga panjangnya 2-2,7 cm, perhiasan
bunga warna krem. Perbuahan tangkai panjangnya 20 cm, kepala
ukuran 23 X cm, bentuk oval, dengan 110 buah per tangkai, braktea
persisten, buah berukuran 3,5 panjang x 2,5 cm lebar, warna coklat
pucat, berbiji ukuran 3 x 4 mm, aril warna merah. Rimpang pubescen,
berscale dgn jarak 4-7 cm, berwarna merah kekuningan, akar tunjang
absen.
Habitat dan ekologi; Hutan primer pegunungan pd ketinggian hingga
1900 m dpl, pinggir sungai di tanah yang penuh humus, hutan dataran
rendah di bawah kanopi tertutup dan bebatuan
Distribusi: Endemik Sulawesi; Distribusi Sulawesi ; Kolaka, Sulawesi
Tenggara (Poulsen , 2012); Cagar Alam Pangi Binangga, Sulawesi
Tengah (Pitopang et al, 2021); Bungku Tengah, Sulawesi Tengah (Asrun,
2021).
Kandungan Fitokimia : Belum diketahui
Z I N G I B E R A C E A E | 44
Etnobotani: Pada masyarakat Bungku, desa Sakita, Bungku Tengah,
Kab. Morowali, Sulawesi Tengah, Rimpang Rimpangnya di potong kecilkecil lalu di rebus kemudian airnya di minum sebagai obat luka dalam.
Gambar 4.9. Etlingera tubilabrum AD Poulsen. A Perawakan, B. Daun,
C. Buah, D. Perbungaan dengan bunga (warna putih) E Tunas muda
perbungaan, F. Buah, G. Rimpang. Sumber Gambar: Reza Rizaldi, 2021
Z I N G I B E R A C E A E | 45
Gambar 4.10. Etlingera calophrys (kiri) dan Etlingera tubilabrum dari
Bungku, Morowali, Sulawesi Tengah
Z I N G I B E R A C E A E | 46
Z I N G I B E R A C E A E | 47
DAFTAR KEPUSTAKAAN
APG. 2016. An Update of The Angiosperm Phylogeny Group
Classification for The Orders and Families of Flowering Plants.
Botanical Journal of the Linnean Society of London. 181 (1) : 1-20
Ardi, W.H and M. Ardiyani. 2015. Two new species of Alpinia
(Zingiberaceae) from Sulawesi Indonesia. Reinwardtia., 14(2):
311-316.
Ardi, H.W., M.S. Zubair, Ramadanil and D.C. Thomas. 2019. Begonia
medicinalis (Begoniaceae), a new species from Sulawesi,
Indonesia. Phytotaxa, 423(1): 041-045.
Ardiyani M, Poulsen AD. 2019. An update of the genus Etlingera
(Zingiberaceae) in Sulawesi including the description of a new
species.
Reinwardtia
18
(1):
3142.
DOI:10.14203reindwartia.v18il.3729
Ardiyani M, Ardi WH, Santoso S, Poulsen AD. 2020. Etlingera
tjiasmantoi (Zingiberaceae), a new species from Central
Sulawesi.
Reinwardtia
19
(7):
103-108.
DOI:
10.14203/reinwardtia.v19i2.3972
Ardiyani M, Ardi WH, Hutabarat PWK, Poulsen AD. 2021. Etlingera
comosa (Zingiberaceae), a new species from Central Sulawesi.
Reinwardtia 20 (2): 63-68. DOI: 10.14203/reinwardtia.v20i2.4243
Asrun dan Pitopang. R. 2021. Kajian Etnobotani Tumbuhan Obat Pada
Masyarakat Suku Bungku di Desa Sakita Kecamatan Bungku
Tengah, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Skripsi Sarjana
Biologi, FMIPA Universitas Tadulako. Unpublished
BAPPENAS [National Planning Board of Indonesia]. 2003. IBSAP
Dokumen regional pemerintah republik Indonesia. Strategi dan
rencana aksi keanekaragaman hayati Indonesia 2003-2020.
Jakarta
Brambach, F., J.W. Byng and H. Culmsee. 2017. Five new species of
Syzigium (Myrtaceae) from Sulawesi, Indonesia. PhytoKeys, 81:
47-78
Fathulia dan Ramadanil. 2019. Analisis Vegetasi Habitat Etlingera
sublimata Poulsen (Zingiberaceae) Tumbuhan Endemik Sulawesi
di Hutan Pegunungan Sekitar Danau Kalimpaa Taman Nasional
Z I N G I B E R A C E A E | 48
Lore Lindu. Undergraduate Theses thesis, Universitas Tadulako.
http://repository.untad.ac.id/2793/
Chan EWC, Lim YY, Omar M. 2007. Antioxidant and antibacterial
activity of leaves of Etlingera species (Zingiberaceae) in
Peninsular Malaysia. Food Chem 104 (4): 1586-1593.
Ciccuza D., M. Kessler, Y. Clough, R. Pitopang, D. Leitner and S.S.
Tjitrosudirdjo. 2011. Conservation of cacao agroforestry systems
for teresterial herbaceus species in Central Sulawesi Indonesia.
Biotropica. 1-8
Culmsee, H. and R. Pitopang. 2009. Tree diversity in submontane and
lower montane primary rain forest in Central Sulawesi. Blumea,
54: 119-123.
De Gusman CC, Siemonsma JS. 1999. Plant Resources of Southeast
Asia. No.13. Spices. Prosea Foundation, Bogor. [Indonesian]
Dong G, Liu H, Yu X, Zhang X, Lu H, Zhou T, Cao J. 2018.
Antimicrobial and anti-biofilm activity of tannic acid against
Staphylococcus aureus. Nat Prod Res 32 (18): 2225-2228. DOI:
10.1080/14786419.2017.1366485.
Fauzan DM, Pitopang R, Suleman S. 2018. Autekologi Impatiens
mamasensis Utami & Wiriad. di Kawasan Resort Tongoa Taman
Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah. Biocelebes 12 :2.
GBIF. 2020. Alpinia eremoclhamys K. (Schum) https://www.
gbif.org/occurrence/search?taxon_key=5302286. Accessed 1
May 2020
Gradstein S. R., M. Kessler and R. Pitopang. 2007. Tree Species Diversity
relative to Human Land Uses in Tropical rain forest Margins in
Central Sulawesi . in : Land use and Nature Conservation. 2007.
page 321-334. Spinger Verlag- Heidelberg
Henderson AJ, Pitopang R. The Rattan (Arecaceae) of Wallacea. J
Biodiv. 2018;19(1):18-21.
Henderson, A.J, M. Iqbal, M. Rusydi and R. Pitopang. 2018. A new
species of Calamus (Calaminae, Calamoideae, Arecaceae) from
Sulawesi, Indonesia. J. Phytotaxa, 345(3): 298-300.
Z I N G I B E R A C E A E | 49
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Balai Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan Republik
Indonesia. Bogor, Indonesia
Juhrbandt, J., T. Duwe, J. Bargmann, G. Gerold and R. Margraff. 2010.
Structure and management of cocoa agroforestry systems in
Central Sulawesi across an intensification gradient. Tropical
Rainforests and Agroforests under Global Change: In Ecological
and Socio-economic Valuations. (Eds.): Tscharntke, T., C.
Leuschner, E. Veldkamp, A. Bidin. Springer Heidelberg, New York.
pp. 115-140
Khaw SH. 2001. The genus Etlingera (Zingiberaceae) in Peninsular
Malaysia including a new species. Gard. Bull. (Singap) 53: 191239.
Keßler, P.J.A., M. Bos, S.E.C. Sierra Daza, L.P.M. Willemse, R. Pitopang
and S.R. Gradstein. 2002. Checklist of Woody plants of Sulawesi,
Indonesia. Blumea Suplement, 14: 1-160. Kinho, J. 2011.
Morphological characteristics of zingiberaceae in gunung
ambang nature reserve in north sulawesi. Info Balai Penyelidikan
Kehutanan Manado, 1(1): 35-50.
Kinho, J. 2011. Morphological characteristics of zingiberaceae in
gunung ambang nature reserve in north sulawesi. Info Balai
Penyelidikan Kehutanan Manado, 1(1): 35-50
Kress WJ, Liu AZ, Newman N and QJ Li. 2005. The Molecular Phillogeny
of Alpinia (Zingiberaceae): a Complex and Polyphilletic Genus of
Zingers. Amer. J. of Bot. 92 (1); 167 – 178.
Larsen, K., Ibrahim, H., Khaw, S. H., and Saw, L. G. 1999. Gingers of
Peninsular Malaysia and Singapore. Malaysia.
Lee, C.C., S. Mc Pherson, G. Bourke and M. Mansur. 2009. Nepenthes
pitopangii (Nepenthaceae), a new species from central Sulawesi,
Indonesia. Garden’s Bull. Singapore, 61(1): 95-100
Newman M, Lhuillier A and AD Poulsen. 2004. Checklist of the
Zingiberaceae of Malesia. Blumea Supplement 16. Nationaal
Herbarium Nederland, Universiteit Leiden branch
Paik JH, Lee J, Choi S, Marwoto B, Juniarti F, Irawan D, et al. Medicinal
of Lore Lindu National Park, Sulawesi Indonesia (Bekasi, PT
Z I N G I B E R A C E A E | 50
Alimindo Sejati Indonesia KRIBB-BPPT-Tadulako University).
2013;342.
Pitopang R. 2007b . Herbarium Celebense (CEB) History, Research
Activity and Achievement (2000-2007). Biocelebes. Vol. 1
(Desember) 2007
Pitopang, R. 2012a . Impact of forest disturbance on the structure and
composition of vegetation in tropical rain forest of Central
Sulawesi, Indonesia. Biodiversitas 13 (4), 179- 189
Pitopang, R. 2012b. Struktur dan komposisi vegetasi pada 3 zona
elevasi yang berbeda di Taman Nasional Lore Lindu. Jurnal
Nature Science. Desember 2012 Vol. 1.(1) 85-105
Pitopang R, S.R. Gradstein, E. Guhardja, dan P.J.A. Keßler. 2002. Tree
composition in secondary forest of Lore Lindu National Park,
Central Sulawesi Indonesia. Abstract, International Symposium
on Land Use, Nature Conservation and the Stability of Rainforest
Margins in Southeast Asia, Bogor, 29 September – 3 October
2002
Pitopang R, S.R. Gradstein, P.J.A. Keβler & E. Guhardja. 2004. 4 Years
the Herbarium Celebense (CEB). Sixth International Flora
Malesiana Symposium, Los Banos, Philippines, 20-24 Sept. 2004.
Pitopang, R. S.R. Gradstein and M. Kessler.2005. Tree Diversity in Six
Land Use Types Differing in Use Intensity at The Lore Lindu
National Park, Central Sulawesi. Indonesia. Abstract in
Symposium 19-23 September . Gottingen. Germany. 2005
Pitopang, R.,H. Culmsee, H. Mangopo, M. Kessler and S. R. Gradstein.
2008. Structure and floristic composition of old growth
secondary forest in Lore Lindu National Park, Central Sulawesi,
Indonesia. In : Proceedings of International Symposium of
Tropical Rainforests and Agroforests under Global Change.
October 5-9, 2008, Kuta Bali Indonesia
Pitopang R, I. Lapandjang and I. Burhanuddin. 2011. Profil Herbarium
Celebense Dan Deskripsi 100 Jenis Pohon Khas Sulawesi .Editor :
Z Basri . Edisi kedua; UNTAD Press. Palu
Pitopang, R, I Lapandjang, I Taha dan Safaruddin. 2012. Ten Years of
The Herbarium Celebense (CEB) Universitas Tadulako. Proc. Soc.
Z I N G I B E R A C E A E | 51
Indon.Biodiv. Intl. Conf. vol. 1: 209- 214|July 2012| ISSN 2252617X
Pitopang, R, N. Ariyanto dan E. Yuniati, 2012. Kajian Etnobotani Pada
Masyarakat “Laudje” Di Sulawesi Tengah, Indonesia. Prosiding
Seminar Biologi, Medan 11 Mei 2012
Pitopang, R and Safaruddin. 2012. Ethnoecological system of Tao Taa
Wana tribe in the Morowali Nature Reserve, Central Sulawesi,
Indonesia. Proc Soc Indon Biodiv Intl Conf. vol. 1(July): 209-214
Pitopang R dan Ramawangsa. 2016. Potensi Penelitian Etnobotani Di
Sulawesi Tengah Indonesia. Online Journal of Natural Science Vol
5(2) :111-131
Pitopang R, Damry, Rusdi, Hamzah B, Zubair MS, Amar AL,
Fathurrahman F, Basri Z, Poulsen AD. 2019. Diversity of
Zingiberaceae and traditional uses by three indigenous group at
Lore Lindu National Park, Central Sulawesi. J Phys: Conf Ser 1242
(1):
012039.
DOI:
https://doi.org/10.1088/17426596/1242/1/012039.
Pitopang R, Umrah, Harso W, Nurainas, Zubair MS. 2020. Some
botanical aspects and antifungal activity of Etlingera flexuosa
(Zingiberaceae) from Central Sulawesi, Indonesia. Biodiversitas.
21 (8) : 3547-3553, DOI: 10.13057/biodiv/d210817
Pitopang R, Udayana, RADS, Pratiwi, AD, Ananda M, Harso W,
Ramawangsa PA. 2021. Antibacterial activities of Etlingera
flexuosa AD Poulsen (Zingiberaceae) from Central Sulawesi on
Staphylococcus aureus and Escherichia coli. IOP Conf. Series:
Earth and Environmental Science 743 (2021) 012065.
doi:10.1088/1755-1315/743/1/012065
Pitopang R, Harso W, Umrah, Fadillah R, Zubair. MS. 2022. A
comprehensive study and antimicrobial evaluation of Alpinia
eremochlamys K. Schum. (Zingiberaceae), an endemic ginger
species of Sulawesi Indonesia. Pakistan Journal of Botany. 54 (3)
Poulsen, A.D. 2006. Etlingera of Borneo. Natural History Publications
(Borneo).Kota Kinabalu
Poulsen A D. 2012. Etlingera of Sulawesi. Natural History Publications
(Borneo) Kota Kinabalu in association with Royal Botanic Garden
Z I N G I B E R A C E A E | 52
Edinburgh and natural History Museum, University of Oslo. Kota
Kinabalu, Sabah. 278 halaman
Poulsen, A.D and Docot, R.V.A. 2019. How many species of Etlingera
(Zingiberaceae) are there in the Philippines? Edinburg Journal of
Botany 76 (1) : 33-44
Prabhukumar K M, Thomas V P, Sabu M, Prasanth A P and Mohanan K
V 2015 J.of Hort. Forest and Biotech. 19 (2) 18-27
Ramadanil dan Gradstein 2003. Herbarium Celebense (CEB) dan
Peranannya dalam menunjang penelitian taksonomi tumbuhan
di Sulawesi. Biodiversitas. Vol.6 (1): 36-41
Rusmina HZ, Miswan dan
Pitopang R.2015. Studi etnobotani
Tumbuhan obat Pada masyarakat Suku mandar di Desa Sarude,
Sarjo, kabupaten mamuju Utara, Sulawesi Barat. Biocelebes, 9
(1) : 73-87
Sabilu Y, Sahidin, Mukaddin A, Bittikaka Y, Tawa RA, Paddo J,
Saptaputra SK. 2017. The utilization of Sikala (Etlingera elatior) as
traditional medicine in Porehu Sub-district, North Kolaka District,
Southeast Sulawesi Province, Indonesia. Adv Environ Biol 11 (9):
5- 9.
Ramadanil, Damry, Rusdi, Hamzah B. M.S. Zubair. 2019. Traditional
Usages and Phytochemical Screenings of Selected Zingiberaceae
from Central Sulawesi, Indonesia. Pharmacogn J. 2019; 11(3):
505-510
Tapundu, A. S., S. Anam dan R. Pitopang. 2015. Studi etnobotani
tumbuhan obat pada suku Seko di desa Tanah harapan,
kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. Biocelebes. Vol.9, (2): 40-45
Thomas D C. 2010. Phylogenetic and historical biogeography of
Southeast Asian Begonia L (Begoniaceae). Thesis of Philosophy of
Doctor..Division of Environmental and Evolution of Biology. The
University of Glasgow. United Kingdom
Thomas D C, W. H. Ardi dan M. Hughes. 2011. Nine of new species of
Begoniaceae, from South and West Sulawesi, Indonesia.
Edinburg J. of Bot. 68 (2): 225-255
Z I N G I B E R A C E A E | 53
Trimanto dan Hapsari L. 2018. A new record of Etlingera megalocheilos
(Griff.) A.D. Poulsen (Zingiberaceae) in Sulawesi, Indonesia.
Biodiversitas. 19 (4) : 1227-1235
Turner, I.M. and M.R. Cheek. 1998. Some new eastern gingers – a
paper by HN Rdley containing description of four species
overlooked since their publication in 1990. Gardens' Bull.
Singapore, 50(1): 115-119.
Sukari MA, Sharif NWM, Yap ALC, Tang SW, Neoh BK, Rahmani M, et al.
Chemical Constituents variantions of Essential oils fromrhyzomes
of Four Zingiberaceae Species. The Malaysian J of Analyt Scie.
2008;12(3):638–44
Utteridge T and Bramley G (2015). The Kew Tropical Plant family
identification handbook, second edition. Kew Publishing Royal
Botanical Gardens. London
Van Balgooy MMJ
(1997). Malesian Seed Plants. Volume 1.
Rijksherbarium-Hortus Botanicus. Leiden
Van Balgooy MMJ (1998). Malesian Seed Plants. Volume 2.
Rijksherbarium-Hortus Botanicus. Leiden
Van Balgooy MMJ
(2001). Malesian Seed Plants. Volume 3.
Rijksherbarium-Hortus Botanicus. Leiden
Whitten, A.J., M. Mustafa and G.S. Henderson. 2002. The ecology of
Sulawesi. Periplus, Singapore.
Yuzami, Hidayat S. 2002. The Unique Endemics and Rare Species Flora
of Sulawesi.Bogor Botanical Garden, Bogor, Indonesia.
Zubair, Sulaiman SM, Pitopang R. 2019. Studi Etnobotani Tumbuhan
Obat Pada Masyarakat Kaili Rai di desa Wombo, Kecamatan
Tanantoveoa, kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Biocelebes,
13 (2) : 182-194
Zubair MS, Maulana S, Widodo A, Mukaddas A, Pitopang R. 2020.
Docking study on anti-HIV-1 activity of secondary metabolites
from Zingiberaceae plants. J Pharm Bioall Sci 2020; 12: 763-767.
https://www.jpbsonline.org/text.asp?2020/12/6/763/299987
Zubair MS, Khairunisa SQ, Widodo A, Nasrodin, Pitopang R. 2021.
Antiviral screening on Alpinia eremochlamys, Etlingera flexuosa,
Z I N G I B E R A C E A E | 54
and Etlingera acanthodes extracts against HIV-infected MT-4
cells. Heliyon. 7 (2021) e06710
Zubair MS, Maulana S, Widodo A, Pitopang R, Arba M, Hariono M.
2021. GC-MS, LC-MS/MS, Docking and Molecular Dynamics
Approaches to Identify Potential SARS-CoV-2 3-ChymotrypsinLike Protease Inhibitors from Zingiber officinale Roscoe.
Molecules
2021,
26,
5230.
https://doi.org/10.3390/molecules26175230
REPUBLIK INDONESIA
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
SURAT PENCATATAN
CIPTAAN
Dalam rangka pelindungan ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra berdasarkan Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan:
Nomor dan tanggal permohonan
: EC00202239178, 24 Juni 2022
Pencipta
Nama
: Prof. Dr. Ramadanil, MSi
Alamat
: FMIPA Universitas Tadulako, Palu, SULAWESI TENGAH, 94119
Kewarganegaraan
: Indonesia
Pemegang Hak Cipta
Nama
: Sentra KI Universitas Tadulako
Alamat
: Kampus Bumi Tadulako, Jalan Soekarno Hatta KM 9, Palu,
SULAWESI TENGAH, 94119
Kewarganegaraan
: Indonesia
Jenis Ciptaan
: Buku
Judul Ciptaan
: Beberapa Jenis Zingiberaceae Endemik Sulawesi, Botani Dan
Fitokimianya
Tanggal dan tempat diumumkan untuk : 24 Juni 2022, di Palu
pertama kali di wilayah Indonesia atau di luar
wilayah Indonesia
Jangka waktu pelindungan
: Berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70
(tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung
mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya.
Nomor pencatatan
: 000354804
adalah benar berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Pemohon.
Surat Pencatatan Hak Cipta atau produk Hak terkait ini sesuai dengan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta.
a.n Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual
u.b.
Direktur Hak Cipta dan Desain Industri
Anggoro Dasananto
NIP.196412081991031002
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)