Academia.eduAcademia.edu
RIWAYAT PENULIS UNTAD tahun 1990. Tahun 2008, pindah ke FMIPA Biologi di Universitas yang sama. Beliau adalah pendiri Herbarium Celebense (CEB) di Universitas Tadulako dan memimpin lembaga ini sejak 2000-2011, pernah sebagai Ketua Jurusan (2011-2015), Wadek Bidak FMIPA (2015-2019). Aktif dalam berbagai “scientific meeting”, pemateri pada kuliah umum di berbagai Perguruan Tinggi baik di Indonesia ataupun luar negeri dan berkontribusi dalam penamaan tumbuhan jenis baru (“New Species”) dengan ‘PITOPANG” sebagai authornya. Dia telah menulis dokumen riset yang tercatat di lembaga pengindeks internasional Scopus (H-Index = 15) dan Google Scholar (Index =20). BEBERAPA JENIS ZINGIBERACEAE ENDEMIK SULAWESI, BOTANI DAN FITOKIMIANYA Prof. Dr. Ramadanil Pitopang, MSi, (Minangkabau), lahir di Payakumbuh, Sumatera Barat tanggal 13 September 1964. Menempuh pendidikan SD, SMP dan SMA di Payakumbuh. Program S1 di FMIPA-Biologi Universitas Andalas, Padang (1989), S2 Biologi Lingkungan di ITB (1992-1994). S3 (Doktor) bidang botani di IPB Bogor–Sandwich program dgn GAUG (Georg August University of Gottingen, Germany (20022006). Mulai bekerja sebagai dosen di Faperta Beberapa Jenis ZINGIBERACEAE ENDEMIK SULAWESI, BOTANI DAN FITOKIMIANYA KATA SAMBUTAN Dr. Ir. H. Muh. Rusydi H. M.Si (Ketua LPPM UNTAD) Ramadanil Pitopang, Nurhaeni, Ihwan dan M. Sulaiman Zubair Kemendikbudristek RI LPPM Universitas Tadulako Palu 2022 BEBERAPA JENIS ZINGIBERACEAE ENDEMIK SULAWESI, BOTANI DAN FITOKIMIANYA Penulis : Prof. Dr. Ramadanil Pitopang, MSi Dr. Ir. Nurhaeni, MSi Apt. Ihwan, SSi, MSi Prof. Apt. M. Sulaiman Zubair, SSi, MSi, PhD Desain Sampul, Ilustrasi dan Tata layout: Prof. Dr. Ramadanil Pitopang, MSi ISBN : 978 – 623 – 88077 – 5 – 8 ( EPUB ) Penerbit : CV. Swid Digital Printing Ukuran Cetak : A5 (14,8 X 21 cm ), Jumlah Halaman : 55 Halaman Undang Undang RI No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Ketentuan Pidana: Pasal 72 1. 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana den- gan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). RIWAYAT PENULIS Dr. Ir. Nurhaeni, MSi, lahir di Ujung Pandang, tgl 30 Juni 1964. Menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar, di SDN Paccinang, Ujung Pandang, SMPN dan SMA di kota yang sama. Menyelesaikan S1 dan S2 bidang Kimia di UNHAS Makassar, Gelar Doktor (Dr) dari Pascasarjana Universitas Tadulako (2019). Bidang keahlian Kimia Organik. Saat ini sebagai Ketua Jurusan Kimia-FMIPA Universitas Tadulako sejak 2020 apt. Ihwan, S.Si, M.Kes, lahir di Watunohu tanggal 13 April 1974. Menyelesaikan pendidikan SD di SDN 2 Watunohu, Kolaka, SMPN Lahabaru, Kolaka , Sultra, SMAN Malili, Kab. Luwu Utara, Sulawesi Selatan . Sarjana (S1) di Farmasi Universitas Pancasakti Makassar. Apoteker (apt) dan S2 di UNHAS Makassar. Bidang keahlian Biomedik Fisiologi Manusia. Tugas tambahan sebagai Gugus Penjaminan Mutu Jurusan Farmasi 2021-sekarang Prof. apt. M. Sulaiman Zubair, M.Si, PhD lahir di Watampone, tgl 6 November 1980. Mengikuti pendidikan SD di SDN 10 Watampone (1993), MTsN 400 Watampone, (1996), SMAK Makassar (2000). S1 dan S2 Farmasi di UNHAS Makassar (S1, 2004 dan S2, 2010). S3 Kimia di King Abdulaziz University, Jeddah (2016). Pernah sebagai Ketua Jurusan Farmasi FMIPA UNTAD dan Sekretaris Lembaga Penjamin Halal LPPM Universitas Tadulako | iii BEBERAPA JENIS ZINGIBERACEAE ENDEMIK SULAWESI, BOTANI DAN FITOKIMIANYA Prof. Dr. Ramadanil Pitopang, MSi Dr. Ir. Nurhaeni, MSi, apt. Ihwan, SSi, MSi Prof. apt. M. Sulaiman Zubair, SSi, MSi, PhD Kemendikbudristek RI LPPM Universitas Tadulako Palu 2022 | iv KATA PENGANTAR Segala puja dan puji bagi Allah SWT, Tuhan alam semesta, Shalawat dan salam kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW, penghulu segala Nabi dan Rasul. Salam takzim yang se khalis-khalisnya kepada para ulama pewaris Nabi dan Rasul, para al-'ulama warasatul anbiya yang selalu mengibarkan bendera Islam mulia raya di jagad ini. Penulis menyadari bahwa buku ini tidak akan selesai dengan baik tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik pada waktu penulis melaksanakan penelitian, ataupun lapangan. Untuk itu penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada : 1. Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia atau pembiayaan melalui kontrak Skema Penelitian Dasar Kompetitif Nasional, dengan nomor Kontrak 877,c/UN28.2/PL/ 2022. 2. Bapak H. Prof. Dr. Ir. Mahfudz, MP (Rektor Universitas Tadulako), Dr. Ir. M. Rusidy H, MSi (Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat Universitas Tadulako) beserta staf atas terselenggaranya penelitian dan penulisan buku ini. 3. Ibu Dr. Marlina Ardiyani, MSc (Herbarium Bogoriense, BRIN) dan Bapak Wisnu C. Ardi, MSi (Kebun Raya Bogor) atas izin dalam penggunaan foto-foto. 4. Ir. H. Hasmuni Hasmar, MSi, Kepala Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu, atas akses yang telah diberikan kepada penulis untuk memasuki kawasan TNLL. Dengan selesainya penulisan buku ini penulis ingin menyampaikan ucapkan terima kasih. Semoga Buku ini bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkan dan untuk kemajuan bangsa. Palu, 17 Agustus 2022 Penulis |v KATA SAMBUTAN KETUA LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT UNIVERSITAS TADULAKO Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWt yang mana, atas segala rahmat serta kurniaNya kita dapat menjalankan aktivitas kita seharihari. Sebagai salah satu Institusi di Universitas Tadulako, Lembaga Peneltian dan Pengabdian Pada Masyarakat (LPPM) mempunyai tugas dan fungsi dalam melaksanakan koordinasi, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Selaku pimpinan di LPPM Universitas Tadulako Palu kami menyambut baik Penerbitan buku “Beberapa Jenis Zingiberaceae Endemik Sulawesi, Botani dan Fitokimianya” yang merupakan salah satu luaran penelitian Skema Penelitian Dasar Kompetitif Nasional. Tentunya buku ini sangat bermanfaat dan perkembangan Ilmu pengetahuan dan Teknologi. berguna untuk Palu, 17 Agustus 2022 Dr. Ir. H. Muh. Rusydi H, MSi | vi DAFTAR ISI No JUDUL Halaman Cover UCAPAN TERIMA KASIH KATA PENGANTAR KETUA LPPM UNTAD DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR I II III Halaman i iii vi xiii xvii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Tujuan 2 4 BOTANI ZINGIBERACEAE 5 Sejarah Penelitian Zingiberaceae di Sulawesi Deskripsi Ringkas Zingiberaceae Morfologi Zingiberaceae Entobotani Dan Manfaat Zingiberaceae 6 7 8 9 BEBERAPA JENIS ZINGIBERACEAE TERPILIH ALPINIA 17 19 Alpinia eremochlamys K. Schum 19 IV ETLINGERA 25 IX Etlingera acanthodes A.,D. Poulsen Etlingera calophrys (K. Schum.) A.D Poulsen Etlingera comosa Ardiyani & Ardi Etlingera flexuosa A.D. Poulsen Etlingera sublimata A.D Poulsen Etlingera tjiasmantoi Ardiyani & Ardi Etlingera tubilabrum A.D Poulsen DAFTAR KEPUSTAKAAN 26 29 32 34 39 41 43 46 | vii DAFTAR GAMBAR No 1.1 2.1 2.2 3.1 3.2 3.3. 4.1. 4.2. 4.3. 4.4 JUDUL Peta Sulawesi Tengah Ordo Zingiberales yang terdiri atas familI Musaceae, Strelitziaceae, Lowiaceae, Heliconiaceae, Costaceae, Zingiberaceae, Cannaceae dan Maranthaceae (APG II, 1998) Morfologi Zingiberaceae Buah Alpinia eremochlamys K. Schum. Foto : R. Pitopang, 2018 Alpinia eremochlamys A.K. Schum. B. Habitat C. Leafy shoot with rhizome and young shoot D. Close up of ligule E. Fruit 1. Seed 2. Fruit. A.stigma, b. Fruit c. Calyx F. Flower 1. Flower 2. Labellum 3. Antheridium (a. Anthera b. Fillamen), Gynaceum (c. Ovarium) 4. Calyx. G. Inflorescence H. Infructescence. Foto: dari Ramadanil Pitopang (Ramadanil Pitopang et al., 10042 (CEB). Peta distribusi Alpinia eremochlamys dan lokasi baru di Sulawesi, Indonesia Etlingera tjiasmantoii Ardiyani dan Ardi. Foto : M. Ardiyani & W.H. Ardi Etlingera acanthodes A.D Poulsen . A. Perawakan umum, B. Ligula, C. Permukaan daun bawah, D. Inflorescentia Buah Etlingera calophrys (K.Schum) A.D. Poulsen Etlingera comosa Ardiyani & Ardi. A. Perawakan. B. Batang semu, ligula and tangkai daun. C. Daun (permukaan atas) D. Inflorescence (Perbungaan) dengan 3 bunga baru terbuka ( tampilan semi lateral ). E. Pangkal pucuk daun dan perbungaan muncul dari rimpang. F. bractea steril. G. Bractea viiublima, viiublimate dan bunga H. Bunga. I. Hal. 2 7 9 18 21 22 24 28 31 33 | viii 4.5. 4.6 4.7 4.8. 4.9 4.10 Bracteola. J. Calyx. K. Bunga dengan viiiublimate dan calyx yang sudah dibuang, L. Bunga dengan Calyx dan labellum yang sudah dibuang. M. Labellum. N. Corolla lobes. O. Ovary, P. Filament, anther dan bagian viiiublima tube (tampilan lateral). Sumber Gambar : Marlina Ardiyani & Wisnu H. Ardi. Etlingera flexuosa Poulsen dengan latar belakang 2 asisten lapangan B. Habitat of E. flexuosa. Tumbuh di hutan pegunungan TN Lore Lindu pada tanah basah dekat aliran air, C. Ligule, D. Leafy shoot and flowering shoot, E. Perbuahan, buah yg dilingkarr warna putih, F.Perbungaan , dengan labellum dalam lingkaran putih G. Rimpang Morfologi bunga Etlingera flexuosa yang berasal dari Hutan pegunungan TN Lore Lindu . Foto: Ramadanil Pitopang, 2020 Morfologi E. viiiublimate (a). Daun, (b) bunga, (c, d) Inflorescentia Etlingera tjiasmantoi Ardiyani & Ardi A. Daun (permukaan atas). B. Daun (permukaan bawah). C. Pangkal daun, ligule dan tangkai daun. D. Pangkal leafy shoot dan inflorescence muncul dari rimpang. E. Inflorescence dengan 3 bunga yang terbuka F. Infructescence. From Sumber Ardiyani et al (2020). Gambar : Marlina Ardiyani & Wisnu H. Ardi Etlingera tubilabrum AD Poulsen. A Perawakan, B. Daun, C. Buah, D. Perbungaan dengan bunga (warna putih) E Tunas muda perbungaan, F. Buah, G. Rimpang. Sumber Gambar: Reza Rizaldi, 2021 Etlingera calophrys (kiri) dan Etlingera tubilabrum dari Bungku, Morowali, Sulawesi Tengah 35 38 40 42 44 45 ZINGIBERACEAE |1 ZINGIBER ACEAE |2 1.1. Latar Belakang Sulawesi Tengah (disingkat Sulteng) merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di bagian tengah pulau Sulawesi, Indonesia dengan ibu kotanya Palu. Provinsi ini memiliki luas wilayahnya 61.841,29 km², luas daratan 6.134.057,09 Ha, luas hutan 4.274.687 ha, dan jumlah penduduk sebanyak 3.021.879 jiwa (2021) yang terdiri atas masyarakat asli (19 suku asli/indigenous people) dan masyarakat migran (pendatang). Sulawesi Tengah memiliki wilayah terluas di antara semua provinsi di Pulau Sulawesi, dan memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua di Pulau Sulawesi setelah provinsi Sulawesi Selatan (Gambar 1) Gambar 1. 1. Sulawesi Tengah Secara biogeografi, kawasan ini merupakan terletak di “jantung”nya pulau Sulawesi, sebuah pulau terpenting di bioregion ”Wallacea”, yang merupakan wilayah unik kaya dengan flora-fauna endemik dan telah pula diidentifikasi sebagai salah satu ”hotspot biodiversity” di dunia, namun hingga saat ini belum banyak kajian yang mendalam terutama terhadap potensi keanekaragaman tumbuhannya baik dari aspek ekologi, taksonomi serta aspek pemanfaatan dan upaya konservasinya (Ramadanil dan Gradstein 2003; Bappenas, 2003; Pitopang dan Ramawangsa, 2016). Kalau dilihat jauh ke belakang, sejarah penelitian botani di Sulawesi, dilakukan oleh banyak botanist seperti Dampier tahun 1887 di pulau Buton, Sulawesi tenggara dan Sarasin pada tahun 1800-an di wilayah Sulawesi tengah (Kessler et al, 2002), serta Beccari tahun 1872 ZINGIBERACEAE |3 (Poulsen, 2012). Beberapa ekspedisi botani penting juga telah dilakukan di Sulawesi oleh lembaga riset dan perguruan tinggi seperti yang dikoordinir oleh : Herbarium Bogoriense (BO), Kebun Raya Indonesia (Yuzami et al., 2002), Royal Botanic Garden (RBG) Kew, England, RBG Edinburg, Scotland, National Herbarium of Netherland (L) (Van Balgooy et al, 1987; Keβler et al., 2002), Storma Project (IPBUniversitas Tadulako University of Gottingen, Jerman (Pitopang, 2002, 2006, 2011; Gradstein et al., 2005 ; Culmsee, 2010). Publikasi terkini yang mengungkapkan potensi kekayaan keanekaragaman hayati tumbuhan Sulawesi, khususnya di Sulawesi Tengah menunjukan banyaknya penemuan yang spektakular terutama di bidang taksonomi yang ditunjukan dengan ditemukannya banyak jenis yang merupakan rekor baru dan jenis baru (“new species”) untuk ilmu pengetahuan yang belum pernah dipertelakan atau dideskripsi sebelumnya dari belahan dunia manapun. Terutama dari genus Begonia, Calamus dan jenis-jenis Zingiberaceae (Pitopang et al 2002, 2007, 2008, 2009, 2010, 2011a, 2011b, 2012 ; Kessler et al 2005; Culmsee and Pitopang, 2007; Gradstein et al 2007; Thomas et al, 2010, Thomas et al 2011 ; Cicuzza and Kessler 2012; Poulsen, 2012 ; Henderson and Pitopang 2018 ; Henderson, 2021). Zingiberaceae adalah salah satu famili tumbuhan yang memiliki banyak manfaat bagi manusia seperti bermanfaat untuk obat-obatan, bumbu/rempah, tanaman hias, tanaman yang digunakan dalam ritual adat, dan berbagai keperluannya lainnya yang berpotensi dikembangkan secara komersil. Oleh sebab itu jenis-jenis Zingiberacerae banyak diteliti dan dilaporkan dari Sulawesi Tengah dan sekitarnya oleh Botanist dalam 10 tahun terakhir (Paik et al, 2013; Poulsen, 2012; Pitopang et al, 2019). Penelitian berbagai aspek ilmiah dari jenis-jenis tumbuhan anggota famili Zingiberaceae di Sulawesi Tengah sedang giat dilakukan oleh Jurusan Biologi dan Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Tadulako Palu. Sampai sejauh ini telah dilaporkan beberapa hasil kajian dan potensi tumbuhan tersebut. Pitopang et al. (2019), misalnya melaporkan 24 jenis Zingiberaceae yang dimanfaatkan secara tradisional oleh 3 kelompok etnis asli yang hidup di sekitar Taman ZINGIBER ACEAE |4 Nasional Lore Lindu, diantaranya digunakan sebagai bahan pengobatan tradisional seperti daun Alpinia eremochlamys sebagai penambah tenaga, buah katimba (Etlingera flexuosa) sebagai bahan masak/bumbu masak, rimpang lempuyang (Zingiber zerumbet) sebagai obat rematik dan sakit perut. Laporan lain adalah tentang skrining fitokimia terhadap beberapa jenis Zingiberaceae di Sulawesi Tengah (Ramadanil et al., 2019), kajian terhadap autekologi dari Etlingera sublimata Poulsen (Fathulia dan Ramadanil, 2019), beberapa aspek botani dan aktifitas anti jamur dari Etlingera flexuosa (Pitopang et al, 2020), aktifitas antibakteri dari Etlingera flexuosa (Pitopang et al, 2021), serta aplikasi teknik “docking molecular” dalam penemuan obat anti HIV-1 dari jenis jenis Zingiberaceae (Zubair et al, 2020), skrining antivirus ekstrak Alpinia eremochlamys, Etlingera flexuosa, and Etlingera acanthodes melawan infeksi HIV-dan sel MT-4 (Zubair et al , 2021), serta aktifitas antimikroba dari Alpinia eremochlamys (Pitopang et al., 2022). 1.2. Tujuan Tulisan ini menyajikan jenis-jenis Zingiberaceae yang terdapat di Sulawesi Tengah meliputi aspek botani, pemanfaatan tradisional, kajian fitokimia serta aspek bioprospeksinya, termasuk juga jenis-jenis yang bersifat endemik Sulawesi. ZINGIBERACEAE |5 ZINGIBER ACEAE |6 2.1. Sejarah Penelitian Zingiberaceae di Sulawesi Penelitian, khususnya tumbuhan dari famili Zingiberaceae di Sulawesi dan Wallacea sebelumnya telah tergambar pada Herbarium Amboinense oleh Georg Eberhard Rhumpius, walaupun belum dideskripsikan sampai beliau meninggal tahun 1702. Menjelang pertengahan abad ke 19 flora Zingiberaceae Sulawesi kurang banyak diketahui dibanding Jawa. Tahun 1859 Miquel dalam bukunya Flora of Dutch East Indies hanya menggambarkan 3 species Zingiberaceae dari Sulawesi dari 40 species yang berasal dari pulau Jawa. Koleksi Etlingera tertua dari Sulawesi dibuat oleh Caspar Georg Carl Reinwardt (seorang botanist berkebangsaan Jerman) yang melakukan ekspedisi di Tondano Sulawesi Utara, Koleksi tersebut dijadikan sebagai „Type Specimen“ dari Etlingera alba (Poulsen, 2012). Selanjutnya Odoardo Beccari (1843-1920) mengunjungi Sulawesi secara singkat pada bulan Februari 1872 dalam perjalanannya dari Jawa Timur ke Maluku, kemudian kunjungan kembali pada bulan November 1873-Agustus 1874), beliau hanya mengkoleksi Zingiberaceae di sekitar Kendari yang koleksinya sekarang tersimpan di Florence Museum of Natural History, Italy. Beberapa ekspedisi Zingiberaceae penting lainnya di Sulawesi adalah yang dilakukan oleh Otto Warburg, botanis berkebangsaan Jerman di Minahasa, koleksi tersimpan di Berlin, namun Herbarium ini hancur pada perang dunia ke II. Sarasin bersaudara ; Paul Benedickt Sarasin (1856-1929) dan Karl Friedrich Sarasin (1859-1942) juga telah ikut serta dalam melengkapi ekspedisi botani Zingiberaceae di Sulawesi (Poulsen, 2012). Dalam 5 tahun terakhir riset botani Zingiberaceae terutama aspek taksonominya giat dilakukan oleh botanist dari Kebun Raya Bogor dan Herbarium Bogoriense (BO) yang menghasilkan temuan beberapa jenis baru (Ardi et al, 2015; Ardiyani et al, 2020). Disisi lain riset Zingiberaceae Sulawesi yang fokus terhadap skrining fitokimia, aktivitas antimikroba dan pencaharian senyawa bioaktif sebagai sumber obat baru juga sangat intensif dilakukan oleh Jurusan Biologi dan Jurusan Farmasi Universitas Tadulako Palu ( Pitopang et al, 2022; Zubair et al, 2021) ZINGIBERACEAE |7 2.2. Deskripsi Ringkas Zingiberaceae Zingiberaceae merupakan tumbuhan kelompok Liliopsida yang tergolong dalam ordo Zingiberales (Gambar 2) bersama dengan 7 famili lainnya yaitu Strelitziaceae, Lowiaceae, Heliconiaceae Musaceae, Cannaceae, Maranthaceae, dan Costaceae (APG IV, 2016). berhabitus herba teresterial yang tersebar luas secara alami di kawasan tropis dan subtropis terdiri atas 51 marga (26 diantaranya terdapat di kawasan Malesia) dan 1400 jenis (Van Balgooy, 2001; Newman et al. 2004; Kress et al. 2005). Beberapa marga tumbuhan monokotil yang termasuk dalam suku Zingiberaceae adalah: Curcuma, Zingiber, Amomum, Alpinia, Etlingera, Elettariopsis, Hedychium dll (Utteridge and Bramley 2015). Menurut Newman et al. (2004) bahwa status taksonomi suku ini menjadi perhatian banyak peneliti sejak masa Linneaus, begitu juga aspek pemanfaatannya yang sebagian besar telah digunakan sebagai rempah-rempah, bumbu, obat-obatan serta tanaman hias (Heyne 1987; Van Balgooy 2001; Sukari et al. 2008; Prabhukumar et al. 2015 ; Pitopang et al, 2019). Gambar 1.1. Ordo Zingiberales yang terdiri atas family Musaceae, Strelitziaceae, Lowiaceae, Heliconiaceae, Costaceae, Zingiberaceae, Cannaceae dan Maranthaceae (APG II, 1998). ZINGIBER ACEAE |8 Kata „Gingers“ (jahe-jahean) adalah istilah umum anggota tumbuhan yang masuk dalam famili Zingiberaceae. Nama Zingiber aslinya berasal dari kata Zanjabil (bhs. Arab) dan kemudian bahasa Sansekerta singabera (artinya akar-tanduk), yang memunculkan nama Yunani klasik Zingiberii dan akhirnya Zingiber menjadi bahasa latin (Larsen et al, 1999). Di Asia tenggara (Malesia), tercatat sebanyak 33 marga tumbuhan yang termasuk dalam famili ini, namun dari catatan yang ada hanya beberapa marga saja yang terdistribusi secara alami di Sulawesi Tengah yaitu Etlingera, Amomum, Alpinia dan Hedicyium (Newman et al, 2004). Sebagai salah satu famili tumbuhan yang memiliki potensi yang besar terutama sebagai obat-obatan, rempah dan makanan dan bahan baku industri, diperlukan upaya budidayanya dalam skala lebih besar. Jenis-jenis tersebut adalah; kunyit (Curcuma longa), temu mangga Curcuma mangga), jahe (Zingiber officinale), lengkuas (Alpinia galanga), kencur (Kaemferia galanga), temulawak (Curcuma xanthorizha) serta berbagai jenis endemik yang perlu upaya konservasinya. 2.3. Morfologi Zingiberaceae Bagian luar dari tumbuhan Zingiberaceae memiliki karakteristik tersendiri. Salah satunya adalah seperti pada Gambar berikut ini : ZINGIBERACEAE |9 Gambar 2.2. Morfologi Zingiberaceae (Sumber : Larsen et al, 1999) 2.4. Etnobotani Dan Manfaat Jenis-jenis Zingiberaceae Tumbuhan dari famili Zingiberaceae telah lama dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat dunia, terutama digunakan sebagai pemberi cita rasa, bahan minyak wangi, dan tanaman hias, bahan obat, makanan, minuman, dan bumbu masakan. Selain itu tanaman tanaman zingiberaceae dapat dijadikan alternatif sebagai elemen dalam desain lanskape. Di Indonesia, beberapa jenis tumbuhan dari famili Zingiberaceae yang biasa dijadikan obat tradisional adalah; jahe (Zingiber officinale), Z I N G I B E R A C E A E | 10 kunyit (Curcuma longa), lengkuas (Alpinia galanga), kencur (Kaempferia galanga ), kecombrang (Nicolaia speciosa), temulawak (Curcuma xanthorrhiza), lempuyang (Zingiber aromaticum), temu giring (Curcuma heyneane) dan lain-lain. Pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan dari famili Zingiberaceae secara tradisional telah lama digunakan oleh masyarakat adat di Sulawesi. Pitopang et al (2019) melaporkan sebanyak 24 jenis tumbuhan dari famili Zingiberaceae digunakan secara tradisional oleh 3 etnis asli (Topo Baria, Topo Muma Toro dan To Kaili) yang tinggal disekitar Taman Nasional Lore Lindu, 8 jenis diantaranya dikoleksi dari habitat alamnya dalam kawasan hutan, 14 jenis habitat perkebunan, 4 jenis merupakan jenis endemik Sulawesi (Etlingera flexuosa, E.acanthodes, A.rubricaulis dan A.eremochlamys). Menurut Poulsen (2012) banyak jenis Etlingera yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan harian masyarakat, misalnya beberapa jenis buahnya bisa dimakan, dan banyak dikonsumsi sebagai“forest snack“, sebagai obat tradisional dan lain-lain sebagainya. Keanekaragaman jenis Zingiberaceae dan pemanfaatan tradisionalnya oleh masyarakat adat di Sulawesi disajikan pada Tabel berikut ini : Z I N G I B E R A C E A E | 11 Gambar 2.3. Buah Etlingera flexuosa Poulsen (Foto: Nurhaeni, 2022) Z I N G I B E R A C E A E | 12 Tabel 2. 1. Keanekaragaman jenis Zingiberaceae dan pemanfaatan tradisionalnya oleh masyarakat adat di Sulawesi No 1 2 Nama lokal Karondo (Topo Baria), Katimba (Poso), Tikala (Kulawi/Lindu), Ketimbang (Duri), Lesung-lesung (Makassar). Tikala (Kulawi); Bubog/Katimong (Buol); Sikala (Porehu, Kolaka); Tikala bola (Toi Toro Muma); Torch ginger (Inggeris) Nama ilmiah Etlingera flexuosa Poulsen Etlingera elatior (Jack) RM Sm. Kegunaan  Buah : untuk bumbu penyedap makanan  Daun : untuk atap pondok  Rimpang, untuk obat  Buah; sebagai penyedap masakan, obat.  Bunga : sayur,  Batang; diblender, diperas, airnya obat Tipus, batuk, jantung dan diare.  Daun; direbus untuk obat pembersih luka  Rimpang; obat Literatur Pitopang et al, 2019; Poulsen, 2012 Pitopang et al, 2019; Poulsen, 2012; Paik et al, 2013; Sabilu et al, 2017 Z I N G I B E R A C E A E | 13 3 Tikala (Topo Baria) Etlingera acanthodes Poulsen 4 Kunivuri (Kaili) ; Asso malotong (Mandar) Curcuma aeruginosa Roxb. 5 Kunitaipa (Kaili) Curcuma mangga Valeton 6 Kuni (Kaili); Asso mariri (Mandar) Curcuma longa L 7 Temu lawak (Kaili) Curcuma xanthorriza Roxb. telinga  Buah; dimakan, penyedap masakan  Rimpang; obat cacing, Demam berdarah  Rimpang :obat cacing dan inflmatory  Daun; Bumbu penyedap masakan.  Rimpang: Obat HIV, bumbu msakan, obat infeksi mikroba, obat gatal-gatal, Demam berdarah  Rimpang; obat hepatitis, sakit Pitopang et al, 2019 Pitopang et al, 2019; Paik et al, 2013; Rusmina et al, 2015 Pitopang et al, 2019; Paik et al, 2013 Pitopang et al 2019 Zubair et al, 2019 Rusmina et al, 2015 Pitopang et al 2019 Z I N G I B E R A C E A E | 14 8 Gandarasuli (Kaili); Tumoni karondo (Toi Toro Muma) Hedychium coronarium J.Konig 9 Karondo (Toi Toro Muma) Hedychium spicatum Sm 10 Karondo wana (Toi Toro Muma) Hedychium flavescens Carey ex Rosco 11 Lempuya (Kaili); bange-bange (Seko) Zingiber zerumbet L 12 Bangle (Kaili) ; Lai’ia (Mandar) Zingiber montanum (J. Koenig) Link ex. A.Dietr kuning, penambah nafsu makan  Rimpang; obat penurun panas jika demam, sakit gigi , Schistosomiasis  Rimpang; Kosmetik, obat tradisional  Rimpang; Schistosomiasis, demam, sakit perut  Rimpang; sakit perut, kosmetik, rematik, sakit leher  Rimpang: Gangguan menstruasi, sakit Pitopang et al, 2019 Paik et al, 2013 Pitopang et al, 2019 Pitopang et al, 2019 Pitopang et al, 2019; Tapundu et al, 2015 Pitopang et al 2019 Z I N G I B E R A C E A E | 15 13 Kula (Kaili), Kula lei (Kaili Rai); Lai’a (Seko) Zingiber officinalis Roscoe 14 Balintua (Kaili); Goraka (Kaili); Balimbuweng (Mandar) Alpinia galanga (L.) Willd. 15 Kasimpo (Topo Baria) Alpinia eremochlamys K.Schum 16 Tikala tete (Toi Toro Muma) Alpinia sp perut  Rimpang; Diabetes, batuk, rematik, Bumbu penyedap makanan, masuk angin.  Penambah tenaga  Rimpang: Dermatomikosis, Bumbu masak, obat kurap  Daun; pembungkus makanan, sebagai tonik.  Rimpang; antibakteri  Belum dievaluasi 17 Tikala (Toi Toro Muma) Alpinia purpurata (Vieill.) K.Schum  Rimpang; obat sakit perut. Pitopang et al 2019; Zubair et al, 2019; Tapundu et al, 2015 Pitopang et al 2019; Rusmina et al, 2015 Pitopang et al 2019; Pitopang et al, 2022 Pitopang et al, 2019 Pitopang et al, 2019 Z I N G I B E R A C E A E | 16 18 19 Tikala marangkaleke (Toi Toro Muma) Tikala walehu (Toi Toro Muma) Plagiostachys sp Meistera aculeata (Roxb.) Škorničk. & M.F.Newman  Bunga : hias  Belum dievaluasi  Belum dievaluasi Pitopang et al, 2019 Pitopang et al, 2019 Z I N G I B E R A C E A E | 17 Z I N G I B E R A C E A E | 18 Gambar 3.1. Buah Alpinia eremochlamys K. Schum. Foto : R. Pitopang, 2018 Z I N G I B E R A C E A E | 19 1. ALPINIA Roxb. Alpinia, yang merupakan genus terbesar pada famili Zingiberaceae, memiliki 230 spesies tersebar dari Asia Tenggara hingga Australia (Kress et al, 2005). Genus Alpinia diberikan untuk mengenang seorang ahli botani dari Italia, Prospero Alpino (1553-1616). 1. Alpinia eremochlamys K. Schum. Synonym: Alpinia pectinata Ridl., J. Straits Branch Roy. Asiat. Soc. 34: 97 (1900), Turner and Cheek (1998), Alpinia pectinata Ridl. Gardens' Bulletin Singapore 50 (1998) 115-119. Nama lokal Kasimpo (bahasa Topo Baria, Sedoa, Lore Utara, Kabupaten Poso, Coll: Ramadanil Pitopang et al. 10042 in CEB, Katimba (Bahasa Pamona Poso). Deskripsi Tumbuhan ini memiliki perawakan berupa herba terrestrial, tinggi 3-7 m, hidup berkelompok atau berumpun di tanah gembur dan tanah berbatu dengan solum sedang, cukup bahan organik, di daerah lembah. Tunas berdaun panjangnya 3-5 m, lebar bentangan 2-2,5 m, permukaan licin mengkilap, ujung runcing, anak daun berseling, berntuk memanjang dengan panjang 38-65 cm, lebar anak daun 8-12 cm, bertangkai yang panjangnya 3-7 cm. Perbungaan : terletak pada ujung, Buah berwarna hijau sampai hijau tua, bentuk buah bulat berekor, dengan tangkai anak buah yang pendek, permukaan kulit buah licin dan terdapat garis nyata berdiameter 1,7 cm, jumlah buah dalam satu tangkai 35, diameter buah 1,7 cm. Perbanyakan tanaman ini dapat dilakukan dengan menggunakan buah maupun rimpang yang bertunas. Ciri utama buah bulat berekor,. Rizoma kaku berdiameter 1013 cm (Pitopang et al, 2022). Z I N G I B E R A C E A E | 20 Habitat dan Ekologi Habitat alami tumbuh di tepi hutan pegunungan Taman Nasional Lore Lindu (LLNP), Sulawesi Tengah pada ketinggian 1200-1800 m dpl, Curah hujan tahunan 1500-2000 mm, suhu maksimum 30-32 ° C dan minimum rata-rata 18-21 ° C, kelembaban relatif (RH) 59,62 - 81,74% (Fauzan et al, 2018: Juhrbandt et al. , 2010), tumbuh sangat sering di celah hutan atau di area terbuka seperti di sepanjang jalan antara Desa Dongi-dongi dan Sedoa, Kabupaten Lore Utara Poso. Tipe habitat biasanya hutan pegunungan (Whitten, dkk 2002). Hutan pegunungan ini didominasi oleh Castanopsis accuminatisima dan Lithocarpus spp. Culmsee dan Pitopang (2009) mengkarakterisasi hutan ini sebagai hutan Fagaceae, dan banyak spesies tumbuhan telah ditemukan di daerah ini, termasuk Etlingera flexuosa, E. sublimata (Poulsen, 2012), Nepenthes pitopangii (Lee et al., 2009), 5 spesies baru Syzigium (Brambach et al., 2017), dan berbagai spesies pohon di Sulawesi (Culmsee dan Pitopang, 2009). Selain itu, kawasan hutan juga berfungsi sebagai habitat berbagai jenis tumbuhan dan satwa. Etnobotani Berdasarkan kajian etnobotani, A. eremochlamys dimanfaatkan oleh penduduk asli komunitas Topo Baria, Sedoa untuk berbagai keperluan. Daunnya digunakan sebagai bahan atap dan pembungkus makanan, sedangkan rimpangnya digunakan untuk pembuatan obat tradisional (Ramadanil et al., 2019). Z I N G I B E R A C E A E | 21 Gambar 3.2.. Alpinia eremochlamys A.K. Schum. B. Habitat C. Leafy shoot with rhizome and young shoot D. Close up of ligule E. Fruit 1. Seed 2. Fruit. a.stigma, b. fruit c. Calyx F. Flower 1. Flower 2. Labellum 3. Antheridium (a. Anthera b. Fillamen), Gynaceum (c. Ovarium) 4. Calyx. G. Inflorescence H. Infructescence. Foto: dari Ramadanil Pitopang (Ramadanil Pitopang et al., 10042 (CEB). Distribusi: Endemik Sulawesi (Newman et al., 2004) Distribusi di Sulawesi ; Sulawesi Utara (Kinho, 2011), Sulawesi Tenggara (GBIF, 2020), Sulawesi Tengah; Cagar Alam Pangi Binanga, dan Kebun kopi Z I N G I B E R A C E A E | 22 (Pitopang, 2021) Taman Nasional Lore Lindu, Desa Sedoa, Lore Utara, Kabupaten Poso Sekitar danau Kalimpa’a, 01˚19.503’S, 120˚18.510’E, 1648 m elevation, on 5 October 2019. Ramadanil Pitopang, Zulfadly & Adrianus Tombi 10042, CEB (Pitopang, 2022). Gambar 3.3. Peta distribusi Alpinia eremochlamys and the new locality di Sulawesi, Indonesia Kandungan Fitokimia Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa tanin dan saponin terdapat pada semua bagian tumbuhan. Terpenoid terdapat pada daun dan batang. Flavonoid terdapat pada daun dan rimpang (Ramadanil, et al, 2019). Hasil analisis GC-MS menunjukkan adanya terpenoid caryophyllene, caryophyllene oxide, 2,6,6,9-tetrametil-1,4,8cycloundecatriene, 3,7-dimetilocta-1,6-dien-3-ol, 1-isopropil-4-metil-3cyclohexen-1-ol, dan (1)-1,5-dimetil-1-vinilhex-4-enil-asetat. Beberapa asam lemak juga ditemukan seperti asam palmitat metil ester, metil meristat, asam pentadecanoat, dan asam octadecanoat metil ester (Zubair, et al, 2021). Z I N G I B E R A C E A E | 23 Aktifitas antimikroba Berdasarkan evaluasi antimikroba, ekstrak daun dan rimpang Alpinia eremochlamys memiliki aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan sel Salmonella typhae, Staphylococcus aureus, dan ragi Candida albicans (Pitopang et al, 2022). Aktivitas Farmakologi Ekstrak metanol rimpang dilaporkan memiliki potensi aktivitas anti HIV1 dengan IC50 sebesar 64.18 ±2.58 µg/mL (Zubair, et al, 2021) Z I N G I B E R A C E A E | 24 Gambar 4.1. Etlingera tjiasmantoii Ardiyani dan Ardi. Foto : M. Ardiyani & W.H. Ardi Z I N G I B E R A C E A E | 25 2. ETLINGERA Giseke Etlingera adalah salah satu genus tumbuhan dalam famili Zingiberaceae yang sebagian besar terdapat di kawasan tropis dan subtropiks, terdistribusi dari India, Burma (Myanmar), Thailand, IndoCina dan Cina, Malaysia, Polinesia dan Australia (de Gusman dan Siemonsma 1999). Type dari genus tumbuhan adalah Etlingera littoralis yang dikoleksi dari Thailand Selatan tahun 1779 oleh Johann Gerhard König. Genus ini pertama sekali dideskripsi oleh Paul Dietrich Giseke tahun 1792, kemudian dinamakan berdasarkan nama botanis Jerman Andreas Ernst Etlinger (Poulsen, 2012) Menurut Newman et al. (2004), 74 spesies Etlingera tercatat di kawasan Malesia, antara lain 12 spesies di Semenanjung Malaysia (Khaw, 2001), 29 spesies di Kalimantan (Chan et al. 2007), 16 spesies di Filipina (Poulsen dan Docot, 2018), dan Menurut Poulsen (2012), diperkirakan ada 150 - 200 spesies di seluruh dunia. Di Sulawesi terdapat 48 species Etlingera (Poulsen, 2012), namun hingga saat ini telah pula dilaporkan beberapa jenis baru (Pitopang et al, 2020). Hal ini menunjukan jumlah species ini jauh lebih banyak dari yang terdapat di Kalimantan (Poulsen, 2006), padahal ukuran pulau Kalimantan empat kali lebih besar dari pulau Sulawesi (Poulsen, 2012). Hal ini menunjukan bahwa keanekaragaman suku Etlingera di Sulawesi memang luar biasa. Apalagi, 36 spesies (75%) dari total 48 Etlingera Sulawesi merupakan spesies baru (Poulsen, 2012). Hingga tahun 2022 sudah tercatat sebanyak 51 jenis Etlingera dari Sulawesi, beberapa diantaranya merupakan jenis baru (Pitopang et al, 2021) Beberapa deskripsi jenis Etlingera di Sulawesi Tengah dan sekitarnya disajikan dibawah ini; Z I N G I B E R A C E A E | 26 1. Etlingera acanthodes A.D. Poulsen Jenis ini merupakan endemik Sulawesi yang diketahui hanya berasal dari hutan pegunungan Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah. Jenis pertama sekali dideskripsi oleh Poulsen (2012). Berdasarkan koleksi AD Poulsen dan Firdaus, 2660, 3 Maret 2008 pada ketinggian 1700 m dpl. Pemberian nama jenis ini berasal dari bahasa Yunani ; Acanthodes yang berhubungan dengan; lendir berduri yang terdapat pada bractea dari perbungaan . Deskripsi ; Poulsen (2012) mendeskripsikan jenis ini sebagai berikut; berperawakan herba, tingginya hingga 9-2,3 m, berumpun, Batang berdaun mempunyai anak daun 18-20 daun, berwarna coklat hingga merah pucat, pelepah kecoklatan hingga hijau pucat, ligule 17-30 mm panjangnya: Lembaran daun sesile, berukuran 37-58 X 5,5 -14 cm, rasio panjang dan lebar 4,14-6,73, bagian tengah hijau, bawah purple sampai coklat: ujung meruncing, pinggir berbulu dekat ujung. Perbungaan; panjangnya 8- 13,5 cm, muncul dari rimpang, dasar bunga ukuran 3-3,5 cm panjang, kuning dengan 100-200 bunga, 1-2 terbuka pada saat waktu. Bunga; 3,3 -3,5 cm panjang, calyx berukuran panjang 1,8-2 cm, corolla putih, ujungnya pink, dengan 3 celah ukuran 0,1-0,7 cm dengan sedikit rambut panjang pada dasar dan ujung, ujung bergigi, tabung corolla memcapai 1,9-0,7 cm. Perbuahan: dengan persisten bractea, hanya 1 buah kelihatan per head, tangkai buah hingga 0,1 cm panjangnya.; Buah 1,1 x 0,9 cm, berbentuk ellip pipih, gundul, biji tidak matang. Habitat dan Ekologi E. acanthodes tumbuh di tanah yang sangat basah di hutan pegunungan sekitar Gunung Nokilalaki di TNLL. Jenis ini juga terdapat di sekitar danau Tambing/Kalimpa’a pada ketinggian 1676 m dpl, berdasarkan koleksi Ramadhanil Pitopang et al No. 4661, tanggal 19 Januari 2009. Kawasan ini bercurah hujan tahunan sekitar 1500-2000 mm, suhu maksimum rata-rata 30-32°C, sedangkan rata-rata minimum Z I N G I B E R A C E A E | 27 biasanya sekitar 18-21°C, kelembaban relatif rata-rata sekitar 59,62 81,74% (Fauzan et al, 2018). Komponen Fitokimia Senyawa metabolite sekunder yang teridentifikasi pada rimpang E acanthodes adalah : Undecane, Ar-tumerone, 2,6,10,14Tetramethylpentadecane, Zerumbone, Asam palmitat, metil eter, Methyl (9e)-9-Octadecenoate, 1,2-Hexadecanediol, 2-Pentyl 6-(4Pentylphenyl) 2,6-Naphthalenedicarboxylate, 4-Tert-Butylphenoxy.alpha.-Propionic Acid ( Zubair et al, 2021) Aktifitas Antimikroba Extrak etanol rimpang dari E. acanthodes memiliki aktifitas antivirus yang kuat LC 50 pada 1.74 + 2.46 μg/mL), dan kurang toksik terhadap lymphocyte (MT-4) cells (CC50 204.90 + 106.35 μg/mL), memberikan nilai indeks selektivitas (SI) tertinggi sebesar 117,76. dibanding Etlingera flexuosa atau Alpinia eremochlamys (Zubair etal, 2021) Z I N G I B E R A C E A E | 28 Gambar 4.2. Etlingera acanthodes A.D Poulsen . A. Perawakan umum, B. Ligula, C. Permukaan daun bawah, D. Inflorescentia Z I N G I B E R A C E A E | 29 2. Etlingera calophrys (K.Schum) A.D. Poulsen Nama lokal : Katimba, Bahasa Pamona, Poso (Poulsen, 2012); Tikala (Kulawi, Sigi); La Mpana (Bahasa Bungku, Morowali (Asrun and Pitopang 2021). Basionym : Amomum calophrys K. Schum. Bot. Jahr.Syst.27 (1899) 310, 314: M.F. Newman, A. Lhuillier & AD Poulsen, Checkl. Zingib, Malesia (2004). Pemberian nama jenis berasal dari kata Calophrys (bahasa Yunani) yang berarti alis mata yang indah. Kemungkinan berhubungan dengan tepi daun bersilia rapat. Deskripsi Poulsen (2012) mendeskripsikan jenis ini sebagai berikut: Perawakan berbentuk herba. Rimpang berdiameter hingga 3 cm, di bawah tanah, kokoh, diselubungi oleh rambut rambut berwarna coklat keemasan yang rapat, dengan skala 6 x 4 cm, warna coklat keemasan gelap ketika muda; akar tunjang tidak ada. Herba ini tingginya 3,1 – 6 m , berumpun, jumlah daun 35 perbatang, bagian pangkal 5,5-7 cm, coklat kehijauan atau coklat kemerahan, pelepah warna hijau kekuningan, ligula 6-10 mm panjangnya; tangkai daun (petiole) 5-35 cm, berambut halus bagian bawah, lembaran daun ovate, ukuran 63-80 x 12,5-16,5, rata-rata rasio 4,9. Tunas perbungaan : 14-30 cm tinggi, muncul dari rimpang, receptacle 4-10 cm panjang, berwarna coklat orange secara rapat, dengan 60-80 bunga, 3-13 mekar bersamaan. Bunga; panjangnya 4-5 cm; calyx 1,7-2,3 cm, mencapai 1 mm di bawah stamen atau 1 mm di bawah anthere, berwarna coklat kehijauan, ujung coklat kemerahan pucat, berlekuk hingga 0,4 cm , ditutupi oleh bulu pendek warna coklat keperakan. Infructescen: hingga 15-40 cm panjangnya. Tangkai perbuahan berukuran 9-18 x 9-13 cm, berbentuk ovoid hingga elip dengan bractea yang persisten, jumlah buah 8-50 pertangkai. Buah ukuran 2,2-3,5 x 2,2-2,7 cm, subglobosa, coklat kehijauan atau coklat orange; biji 3,5 x 3,5 mm. Z I N G I B E R A C E A E | 30 Habitat : Hutan primer atau hutan sekunder pada tanah lempung batugamping, kadang di pinggir aliran sungai kecil pada ketinggian 201150 m. Menurut Asrun dan Pitopang (2021) jenis ini juga djumpai di kebun penduduk di Bungku Morowali. Distribusi : jenis ini selain di Sulawesi (Tengah dan Tenggara) juga ditemukan di Lombok, dengan status konservasi Near Threatened (NT) Etnobotani : Beberapa bagian tumbuhan digunakan secara tradisional oleh masyarakat Bungku Tengah, desa Sakita, Kabupaten Morowali. Batang semu (Pseudostem) dibakar, lalu diperas dan ditetesi pada luka (Asrun dan Pitopang, 2021) Komponen Fitokimia : Belum dievaluasi Z I N G I B E R A C E A E | 31 Gambar 4.3. Buah Etlingera calophrys (K.Schum) A.D. Poulsen. Photo: Asrun Anas (2021) Z I N G I B E R A C E A E | 32 3. Etlingera comosa Ardiyani & Ardi Jenis ini merupakan endemik Sulawesi yang pertama sekali dideskripsi oleh Ardiyani et al. (2021). Berdasarkan koleksi M. Ardiyani, Wisnu H. Ardi, Prima Hutabarat, Zulfadli, Roland Putra, Ofin MAR 1004, 7 Maret 2020. Koleksi berasal pinggir jalan raya antara Tentena-Bada, Tentena, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, pada ketinggian 1700 m dpl. Deskripsi Deskripsi jenis ini menurut Ardiyani et al (2021) adalah sebagai berikut ini : Tumbuhan berhabitus herba perawakan terestrial sekaligus epifit. Jenis ini mempunyai kedekatan morfologi dengan Etlingera sublimata A.D. Poulsen, namun berbeda dalam karakter pelepah yang berumbai, ligula yang bercuping dua dan asimetrik, daun gagang longgar, daun gagang fertil berbulu balig rapat dan tangkai sari lebih panjang. Berperawakan herba terestrial atau epifit. Rimpang berdiameter 0,5 cm. saat dikeringkan, bersisik padat warna hijau, panjang sisik 1,3–2,8 cm, seperti beludru; akar jangkungan diameter 3 mm saat dikeringkan, berwarna coklat, rimpang naik sekitar 25 cm di atas tanah. Tunas berdaun hingga 70 cm tingginya, terpisah 15-20 cm; pangkal hingga diameter 1,5 cm, berwarna hijau muda ditutupi dengan sisik kering; ligula 3-4 mm, bilobed, asimetris, kuning kehijauan dengan tepi kering coklat; tangkai daun panjang 2–4 mm, hijau kekuningan, puber, beberapa berumbai; lembaran daun (lamina) berukuran 15–19 × 2,7– 3,3 cm, rasio panjang dan lebar 5,6–5,7, hijau tua di atas, hijau muda dengan semburat coklat kemerahan di bawah; dasar cuneate; puncak berekor; margin gundul, bergelombang. Tunas berbunga sepanjang 9,5– 10 cm, timbul dari rimpang, tegak, bertangkai dengan ± 50 bunga, mekar sekaligus; peduncle panjang 5,5 cm, menanjak, seri, bracts peduncular 0,7–2 × 0,6–1,1 cm, kuning kehijauan ke arah pangkal, coklat pucat ke arah puncak saat muda, coklat pucat saat tua, bunga mencapai 0,3 cm lebih panjang dari bracts. Habitat. Lereng di hutan sekunder, pegunungan atas, sangat lembab dengan kanopi terbuka kurang dari 10 m. Sebagian besar batang pohon ditutupi dengan lumut, area terbuka dengan banyak pakis dan semak Z I N G I B E R A C E A E | 33 belukar, seperti spesies Rhododendron, Vaccinium dan Gaultheria. Ardiyani et al (2021). Distribusi: Diketahui hanya ditemukan di Tentena, Poso, Sulawesi Tengah Kandungan Fitokimia : Belum dievaluasi Gambar 4.4..Etlingera comosa Ardiyani & Ardi. A. Perawakan. B. Batang semu, ligula and tangkai daun. C. Daun (permukaan atas) D. Inflorescence (Perbungaan) dengan 3 bunga baru terbuka (tampilan semi lateral). E. Pangkal pucuk daun dan perbungaan muncul dari rimpang. F. bractea steril. Sumber : Ardiyani et al (2021). Gambar : Marlina Ardiyani & Wisnu H. Ardi. Z I N G I B E R A C E A E | 34 4. Etlingera flexuosa A.D. Poulsen Nama lokal : Karondo (Bahasa Topo Baria, Sedoa, Lore Utara, Poso, Ramadanil Pitopang et al. 10041, Katimba (Bahasa Pamona, Poso) Deskripsi Menurut Pitopang et al (2020) tumbuhan ini berperawakan herba parenial tingginya sekitar 4,2 m, berumpun agak longgar, dengan jumlah sekitar 8-12 individu, berjarak 10-15 cm. Batang berdaun merah atau ungu, panjang sekitar 3,8-4 m, dengan jumlah daun hingga 22 per individu, diameter pangkal 5 cm. Warna selubungnya kekuningan sampai ungu, dengan rambut tersebar, tepi daun rata, panjang ligule sekitar 15-25 mm, agak utuh, asimetris, hitam, tangkai daun 15-42 mm, ungu tua; lembaran daun bentuk elips memanjang, panjang 51-70 cm x lebar 12,5-18 cm dengan perbandingan 4,2-5,6 cm, hijau, pelepah warna ungu merah atas dan bawah, permukaan atas berbulu halus, dan ujung runcing. Perbungaan panjangnya 28-30 cm, tegak, muncul dari rimpang dan panjang. Warnanya merah muda di tengah, dengan 90140 bunga, panjang bunga 4-14 cm. Bunganya panjangnya 4-6,5 cm, tegak di depan, labellum ovate panjang 17-21 x 3,5-5 mm, labellum melengkung ke luar seiring bertambahnya usia, panjang kelopak 2,8-3,4 cm, benang sari 11-16 mm, puncak mahkota 11-15 mm, krem sampai merah muda pucat di pangkal, merah muda cerah ke arah puncak, tabung mahkota panjang 2,6-3,5 cm, benang sari panjang 12-16 mm; filamen 6-9 x 3-4 mm, dengan dasar yang sangat lebar, dengan warna merah muda hingga krem; kepala sari panjang 5-7 x 3-4 mm, berwarna krem hingga merah muda pucat. Berbunga dengan tangkai sekitar 8-12 cm, bract, bracteole dan kelopak persisten, dengan 50-130 buah per kepala, tangkai 0,3-1 cm, ukuran buah 2,3-3 x 2-3 cm, piriformis, berduri lunak bagian atas, coklat kemerahan, biji 2-3 x 2-3 mm, hitam, bulat, dan aril berwarna putih. Rimpang berdiameter sekitar 1-4 cm, dan berwarna coklat kekuningan pucat sampai merah pucat. Specimen Examined: Sulawesi Tengah, Kabupaten Poso Kecamatan Lore Utara, desa Sedoa , Taman Nasional Lore Lindu, sekitar danau Z I N G I B E R A C E A E | 35 Kalimpa’a, 01˚19.503’S, 120˚18.510’E, 1648 m dpl, 5 October, 2019. Collector : Ramadanil Pitopang, Zulfadly & Adrianus Tombi 10041 (CEB). Gambar 4.5 . Etlingera flexuosa Poulsen dengan latar belakang 2 asisten lapangan B. Habitat of E. flexuosa. Tumbuh di hutan pegunungan TN Lore Lindu pada tanah basah dekat aliran air, C. Ligule, D. Leafy shoot and flowering shoot, E. Perbuahan, buah yg dilingkar Z I N G I B E R A C E A E | 36 warna putih, F.Perbungaan , dengan labellum dalam lingkaran putih G. Rimpang. (Pitopang et al, 2020) Habitat dan Ekologi E. flexuosa tumbuh di tanah yang sangat basah di hutan pegunungan di TNLL, dekat sungai pada ketinggian 1200 - 1800 m dpl., dengan curah hujan tahunan sekitar 1500-2000 mm, suhu maksimum rata-rata 3032°C, sedangkan rata-rata minimum biasanya sekitar 18-21°C, kelembaban relatif rata-rata sekitar 59,62 - 81,74% (Fauzan et al, 2018) Vegetasi di kawasan ini didominasi oleh pohon seperti berikut ini ; “haleka/kaha” (Castanopsis accuminitasima), “palili' (Lithocarpus havilandii), 'baka' (Cryptocarya crassinerviopsis), 'poni (Alsophila celebica), 'damar” (Agathis borneensis), 'pondo' (Pandanus sarasinorum), ' kayu cina” (Phylocladus hypophyllus), 'karunia' (Podocarpus neriifolius), Dacrycarpus imbricatus, 'Xanthomyrtus angustifolius, Acmena accuminatisima, Glochidion sp, 'leda' (Eucalyptus deglupta), dan Gordonia amboinensis, dan “rodo” (Erythrina subumbrans). Beberapa jenis herba dan palem juga ditemukan di kawasan ini seperti : Polygonum barbatum, Elatostema sp (Urticaeae), Medinella speciosa Alpinia eremochlamys (Zingiberaceae), dan Gunnera macrophylla (Haloraganaceae) Palem seperti Pinanga caesia, rotan Calamus macrosphaerion, Calamus koordersianus, Calamus viridis new spec, Calamus tambingensis new spec, Calamus didymocarpus, Calamus inops, Calamus posoanus and Daemonorops sp. Juga ditemukan Ethnobotani Beberapa bagian tumbuhan digunakan secara tradisional oleh masyarakat Topo Baria (suku asli di Desa Sedoa, Kecamatan Lore Utara, Z I N G I B E R A C E A E | 37 Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Indonesia). Tunas daun muda dimakan sebagai sayuran, lembaran daun sebagai atap pondok, rimpang untuk obat tradisional, buah sebagai penyedap masakan. Komponen Fitokimia Berdasarkan hasil skrining fitokimia, pada ekstrak kasar terdapat 6 jenis senyawa metabolit sekunder yaitu; flavonoid, tanin, saponin, terpenoid, alkaloid dan steroid. Flavonoid terdapat pada rimpang, tanin terdapat pada seluruh bagian tanaman, sedangkan saponin terdapat pada daun dan rimpang. Selain itu, terpenoid tidak ditemukan di daun, alkaloid hanya terdeteksi di rimpang, sedangkan steroid hanya ditemukan di daun. Aktifitas Antimikroba Ekstrak hidro etanol dari rimpang Etlingera flexuosa dapat menghambat pertumbuhan khamir Candida albicans (Pitopang et al, 2020), bakteri Staphylococcus aureus (gram positif) dan Eschericia coli (bakteri gram negative) (Pitopang et al, 2021) Z I N G I B E R A C E A E | 38 Gambar 4.6. Morfologi bunga Etlingera flexuosa yang berasal dari Hutan pegunungan TN Lore Lindu . Foto: Ramadanil Pitopang, 2020 Z I N G I B E R A C E A E | 39 5. Etlingera sublimata A.D. Poulsen Basionym: Ammomum brachychillum K. Schum. Bot. Jahrb. Etlingera brachychilla (Ridl) RM Sm. Hornstedtia brachychila Ridl., J Straits. Deskripsi Tumbuhan ini merupakan tumbuhan herba yang tegak. Daun tunggal, berwarna hijau, tulang daun menyirip, ujung runcing, tepi rata. Batang berwarna coklat pucat, tinggi 1,8 cm- 4 cm, panjang ligule 6 mm yang berwarna coklat tua dan berbintik bintik. Inflorescen/perbungaan muncul dari rimpang, tangkai bunga berwarna coklat, panjang 2,6 – 3 cm, perhiasan bunga berwarna merah, panjang kelopak bunga antara 1,5 – 2 cm, berwarna merah kecoklatan, mahkota (corolla) berwarna pink lebih gelap menuju puncak, benang sari berwarana putih dan kepala sari berwarna kuning telur. Rimpang berada sekitar 5-20 cm di atas tanah dengan akar yang kaku, berdiameter 0,7-0,8 cm, mukosa berduri, memiliki braktea yang panjang dan steril dan berwarna merah pucat pada pangkalnya. Habitat dan Ekologi Hutan pegunungan di Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah terutama sekunder dan primer dari ketinggian 1250-1800 mdpl (Fadhulia, 2019). di pinggiran aliran air atau pada kondisi tanah yang lembab atau basah dan tertutup serasah daun. Tumbuh pada tanah dengan pH antara 4,4 -5,5 (asam), kelembapan antara 40-65%. Distribusi : Endemik Sulawesi, dilaporkan hanya dari hutan pegunungan Sulawesi Tengah (Fadhulia et al, 2020 ; Pitopang et al, 2022). Specimen : Ramadhanil Pitopang, 789 (CEB) Komponen Fitokimia : Ekstrak etanol rimpang dari E. sublimata mengandung Alkaloid, Saponin, Terpenoid, Tanin, Flavonoid. Daun mengandung Tanin dan Saponin. Batang mengandung Alkaloid, Z I N G I B E R A C E A E | 40 Saponin, Terpenoid, Tanin dan Flavonoid. Bunga mengandung Alkaloid, Terpenoid dan Tanin. Aktifitas Antimikroba Ekstrak etanol rimpang E sublimata dapat menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella thypii (Pitopang, dkk, 2022). Gambar 4.7.. Morfologi E. sublimata (a). Daun, (b) bunga, (c, d) Inflorescentia,. Z I N G I B E R A C E A E | 41 6. Etlingera tjiasmantoi Ardiyani & Ardi Etlingera tjiasmantoi (Zingiberaceae), sebuah jenis baru dari Sulawesi Tengah. Reinwardtia 19(2): 103‒108. ‒‒ Sebuah jenis baru dari marga Etlingera, Etlingera tjiasmantoi Ardiyani & Ardi, dari Tentena, Sulawesi Tengah. Berdasarkan koleksi M. Ardiyani, Wisnu H. Ardi, Prima Hutabarat, Zulfadli, Roland Putra, Ofin MAR 1004, 7 Maret 2020. Koleksi berasal pinggir jalan raya antara Tentena-Bada, ketinggian 1,757 m, 01.79950° S, 120.47433° E Tentena, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Deskripsi Menurut Ardiyani et al (2020) adalah sebagai berikut ini : Jenis ini mirip dengan Etlingera flexuosa A.D.Poulsen dan Etlingera mamasarum A.D.Poulsen & Ardiyani tetapi berbeda dari keduanya pada karakter pembukaan kotak sari yaitu di sepanjang kotak sari dan buah berbentuk bulat telur sungsang, gundul, tanpa hiasan duri. Data barkode DNA, gambar bunga dan buah serta foto E. tjiasmantoi ditampilkan. Tunas berdaun memiliki panjang hingga 4 m, dalam rumpun lepas: dengan jumlah 16 daun per pucuk; pangkal berwarna coklat kemerahan; selubung coklat kemerahan; ligule hingga 2,8‒3,0 cm; lembaran daun bentuk bulat telur sempit, ukuran 70 × 14 cm - 78 × 17 cm, rasio panjang dan lebar 4,6 -5 ; puncak acuminate; margin kadangkadang coklat kemerahan, berbulu lebat. Tunas berbunga dengan panjangnya 15,5‒20 cm, muncul dari rimpang dengan jumlah 90 bunga; tangkai panjang 8 cm,perhiasan bunga warna merah muda pucat, Infructescence di atas tanah, dengan jumlah 35 buah per kepala; buah berukuran 2,3 × 2 cm, obovoid, 3-sudut, warna coklat kekuningan, kuning krem ke arah pangkal; biji berdiameter 4 mm., berbentuk bulat panjang tidak beraturan, hitam, aril warna putih. Rimpang merayap berukuran pendek, berdiameter kira-kira 2,8 cm, berwarna kuning krem, bersisik yang panjangnya sampai 5 cm. Sisik warna coklat kemerahan; akar tunggang tidak ada. Z I N G I B E R A C E A E | 42 Gambar 4.8. . Etlingera tjiasmantoi Ardiyani & Ardi A. Daun (permukaan atas). B. Daun (permukaan bawah). C. Pangkal daun, ligule dan tangkai daun. D. Pangkal leafy shoot dan inflorescence muncul dari rimpang. E. Inflorescence dengan 3 bunga yang terbuka F. Sumber : Ardiyani et al (2020). Gambar : Marlina Ardiyani & Wisnu H. Ardi Z I N G I B E R A C E A E | 43 7. Etlingera tubilabrum A.D. Poulsen Nama lokal : Panasimpo; Bahasa Bungku Tengah, Sulawesi Tengah (Asrun dan Pitopang, 2021) Deskripsi : Herba, berkelompok, tinggi 3 – 5,5 m. Leafy shoot; panjangnya hingga 5,2 m, bagian bawah berdiameter 7,5 cm, warna hijau kemerahan atau coklat kemerahan, dengan 10 – 17 daun Pelepah daun; hijau kekuningan, Ligula hingga 4 mm panjangnya, tersembunyi oleh dasar daun, berwarna hijau kekuningan pucat; Lembaran daun sesil, panjang 120 – 95 dan lebar 4,5 – 5,5 cm, permukaan terdapat zat lilin, bagian atas daun berwarna hijau gelap, mengkilat, bagian bawah daun berwarna hijau pucat, pinggir daun sedikit bergelombang, pangkal daun berbentuk seperti telinga, ujung daun meruncing. Inflorescent shoot; panjangnya 22-37 cm, dengan 62-140 bunga, dasar bunga 3-12 cm, tangkai bunga 17-25 cm panjangnya. Bunga panjangnya 4-5 cm, pedicel absen, kelopak bunga panjangnya 2-2,7 cm, perhiasan bunga warna krem. Perbuahan tangkai panjangnya 20 cm, kepala ukuran 23 X cm, bentuk oval, dengan 110 buah per tangkai, braktea persisten, buah berukuran 3,5 panjang x 2,5 cm lebar, warna coklat pucat, berbiji ukuran 3 x 4 mm, aril warna merah. Rimpang pubescen, berscale dgn jarak 4-7 cm, berwarna merah kekuningan, akar tunjang absen. Habitat dan ekologi; Hutan primer pegunungan pd ketinggian hingga 1900 m dpl, pinggir sungai di tanah yang penuh humus, hutan dataran rendah di bawah kanopi tertutup dan bebatuan Distribusi: Endemik Sulawesi; Distribusi Sulawesi ; Kolaka, Sulawesi Tenggara (Poulsen , 2012); Cagar Alam Pangi Binangga, Sulawesi Tengah (Pitopang et al, 2021); Bungku Tengah, Sulawesi Tengah (Asrun, 2021). Kandungan Fitokimia : Belum diketahui Z I N G I B E R A C E A E | 44 Etnobotani: Pada masyarakat Bungku, desa Sakita, Bungku Tengah, Kab. Morowali, Sulawesi Tengah, Rimpang Rimpangnya di potong kecilkecil lalu di rebus kemudian airnya di minum sebagai obat luka dalam. Gambar 4.9. Etlingera tubilabrum AD Poulsen. A Perawakan, B. Daun, C. Buah, D. Perbungaan dengan bunga (warna putih) E Tunas muda perbungaan, F. Buah, G. Rimpang. Sumber Gambar: Reza Rizaldi, 2021 Z I N G I B E R A C E A E | 45 Gambar 4.10. Etlingera calophrys (kiri) dan Etlingera tubilabrum dari Bungku, Morowali, Sulawesi Tengah Z I N G I B E R A C E A E | 46 Z I N G I B E R A C E A E | 47 DAFTAR KEPUSTAKAAN APG. 2016. An Update of The Angiosperm Phylogeny Group Classification for The Orders and Families of Flowering Plants. Botanical Journal of the Linnean Society of London. 181 (1) : 1-20 Ardi, W.H and M. Ardiyani. 2015. Two new species of Alpinia (Zingiberaceae) from Sulawesi Indonesia. Reinwardtia., 14(2): 311-316. Ardi, H.W., M.S. Zubair, Ramadanil and D.C. Thomas. 2019. Begonia medicinalis (Begoniaceae), a new species from Sulawesi, Indonesia. Phytotaxa, 423(1): 041-045. Ardiyani M, Poulsen AD. 2019. An update of the genus Etlingera (Zingiberaceae) in Sulawesi including the description of a new species. Reinwardtia 18 (1): 3142. DOI:10.14203reindwartia.v18il.3729 Ardiyani M, Ardi WH, Santoso S, Poulsen AD. 2020. Etlingera tjiasmantoi (Zingiberaceae), a new species from Central Sulawesi. Reinwardtia 19 (7): 103-108. DOI: 10.14203/reinwardtia.v19i2.3972 Ardiyani M, Ardi WH, Hutabarat PWK, Poulsen AD. 2021. Etlingera comosa (Zingiberaceae), a new species from Central Sulawesi. Reinwardtia 20 (2): 63-68. DOI: 10.14203/reinwardtia.v20i2.4243 Asrun dan Pitopang. R. 2021. Kajian Etnobotani Tumbuhan Obat Pada Masyarakat Suku Bungku di Desa Sakita Kecamatan Bungku Tengah, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Skripsi Sarjana Biologi, FMIPA Universitas Tadulako. Unpublished BAPPENAS [National Planning Board of Indonesia]. 2003. IBSAP Dokumen regional pemerintah republik Indonesia. Strategi dan rencana aksi keanekaragaman hayati Indonesia 2003-2020. Jakarta Brambach, F., J.W. Byng and H. Culmsee. 2017. Five new species of Syzigium (Myrtaceae) from Sulawesi, Indonesia. PhytoKeys, 81: 47-78 Fathulia dan Ramadanil. 2019. Analisis Vegetasi Habitat Etlingera sublimata Poulsen (Zingiberaceae) Tumbuhan Endemik Sulawesi di Hutan Pegunungan Sekitar Danau Kalimpaa Taman Nasional Z I N G I B E R A C E A E | 48 Lore Lindu. Undergraduate Theses thesis, Universitas Tadulako. http://repository.untad.ac.id/2793/ Chan EWC, Lim YY, Omar M. 2007. Antioxidant and antibacterial activity of leaves of Etlingera species (Zingiberaceae) in Peninsular Malaysia. Food Chem 104 (4): 1586-1593. Ciccuza D., M. Kessler, Y. Clough, R. Pitopang, D. Leitner and S.S. Tjitrosudirdjo. 2011. Conservation of cacao agroforestry systems for teresterial herbaceus species in Central Sulawesi Indonesia. Biotropica. 1-8 Culmsee, H. and R. Pitopang. 2009. Tree diversity in submontane and lower montane primary rain forest in Central Sulawesi. Blumea, 54: 119-123. De Gusman CC, Siemonsma JS. 1999. Plant Resources of Southeast Asia. No.13. Spices. Prosea Foundation, Bogor. [Indonesian] Dong G, Liu H, Yu X, Zhang X, Lu H, Zhou T, Cao J. 2018. Antimicrobial and anti-biofilm activity of tannic acid against Staphylococcus aureus. Nat Prod Res 32 (18): 2225-2228. DOI: 10.1080/14786419.2017.1366485. Fauzan DM, Pitopang R, Suleman S. 2018. Autekologi Impatiens mamasensis Utami & Wiriad. di Kawasan Resort Tongoa Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah. Biocelebes 12 :2. GBIF. 2020. Alpinia eremoclhamys K. (Schum) https://www. gbif.org/occurrence/search?taxon_key=5302286. Accessed 1 May 2020 Gradstein S. R., M. Kessler and R. Pitopang. 2007. Tree Species Diversity relative to Human Land Uses in Tropical rain forest Margins in Central Sulawesi . in : Land use and Nature Conservation. 2007. page 321-334. Spinger Verlag- Heidelberg Henderson AJ, Pitopang R. The Rattan (Arecaceae) of Wallacea. J Biodiv. 2018;19(1):18-21. Henderson, A.J, M. Iqbal, M. Rusydi and R. Pitopang. 2018. A new species of Calamus (Calaminae, Calamoideae, Arecaceae) from Sulawesi, Indonesia. J. Phytotaxa, 345(3): 298-300. Z I N G I B E R A C E A E | 49 Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Bogor, Indonesia Juhrbandt, J., T. Duwe, J. Bargmann, G. Gerold and R. Margraff. 2010. Structure and management of cocoa agroforestry systems in Central Sulawesi across an intensification gradient. Tropical Rainforests and Agroforests under Global Change: In Ecological and Socio-economic Valuations. (Eds.): Tscharntke, T., C. Leuschner, E. Veldkamp, A. Bidin. Springer Heidelberg, New York. pp. 115-140 Khaw SH. 2001. The genus Etlingera (Zingiberaceae) in Peninsular Malaysia including a new species. Gard. Bull. (Singap) 53: 191239. Keßler, P.J.A., M. Bos, S.E.C. Sierra Daza, L.P.M. Willemse, R. Pitopang and S.R. Gradstein. 2002. Checklist of Woody plants of Sulawesi, Indonesia. Blumea Suplement, 14: 1-160. Kinho, J. 2011. Morphological characteristics of zingiberaceae in gunung ambang nature reserve in north sulawesi. Info Balai Penyelidikan Kehutanan Manado, 1(1): 35-50. Kinho, J. 2011. Morphological characteristics of zingiberaceae in gunung ambang nature reserve in north sulawesi. Info Balai Penyelidikan Kehutanan Manado, 1(1): 35-50 Kress WJ, Liu AZ, Newman N and QJ Li. 2005. The Molecular Phillogeny of Alpinia (Zingiberaceae): a Complex and Polyphilletic Genus of Zingers. Amer. J. of Bot. 92 (1); 167 – 178. Larsen, K., Ibrahim, H., Khaw, S. H., and Saw, L. G. 1999. Gingers of Peninsular Malaysia and Singapore. Malaysia. Lee, C.C., S. Mc Pherson, G. Bourke and M. Mansur. 2009. Nepenthes pitopangii (Nepenthaceae), a new species from central Sulawesi, Indonesia. Garden’s Bull. Singapore, 61(1): 95-100 Newman M, Lhuillier A and AD Poulsen. 2004. Checklist of the Zingiberaceae of Malesia. Blumea Supplement 16. Nationaal Herbarium Nederland, Universiteit Leiden branch Paik JH, Lee J, Choi S, Marwoto B, Juniarti F, Irawan D, et al. Medicinal of Lore Lindu National Park, Sulawesi Indonesia (Bekasi, PT Z I N G I B E R A C E A E | 50 Alimindo Sejati Indonesia KRIBB-BPPT-Tadulako University). 2013;342. Pitopang R. 2007b . Herbarium Celebense (CEB) History, Research Activity and Achievement (2000-2007). Biocelebes. Vol. 1 (Desember) 2007 Pitopang, R. 2012a . Impact of forest disturbance on the structure and composition of vegetation in tropical rain forest of Central Sulawesi, Indonesia. Biodiversitas 13 (4), 179- 189 Pitopang, R. 2012b. Struktur dan komposisi vegetasi pada 3 zona elevasi yang berbeda di Taman Nasional Lore Lindu. Jurnal Nature Science. Desember 2012 Vol. 1.(1) 85-105 Pitopang R, S.R. Gradstein, E. Guhardja, dan P.J.A. Keßler. 2002. Tree composition in secondary forest of Lore Lindu National Park, Central Sulawesi Indonesia. Abstract, International Symposium on Land Use, Nature Conservation and the Stability of Rainforest Margins in Southeast Asia, Bogor, 29 September – 3 October 2002 Pitopang R, S.R. Gradstein, P.J.A. Keβler & E. Guhardja. 2004. 4 Years the Herbarium Celebense (CEB). Sixth International Flora Malesiana Symposium, Los Banos, Philippines, 20-24 Sept. 2004. Pitopang, R. S.R. Gradstein and M. Kessler.2005. Tree Diversity in Six Land Use Types Differing in Use Intensity at The Lore Lindu National Park, Central Sulawesi. Indonesia. Abstract in Symposium 19-23 September . Gottingen. Germany. 2005 Pitopang, R.,H. Culmsee, H. Mangopo, M. Kessler and S. R. Gradstein. 2008. Structure and floristic composition of old growth secondary forest in Lore Lindu National Park, Central Sulawesi, Indonesia. In : Proceedings of International Symposium of Tropical Rainforests and Agroforests under Global Change. October 5-9, 2008, Kuta Bali Indonesia Pitopang R, I. Lapandjang and I. Burhanuddin. 2011. Profil Herbarium Celebense Dan Deskripsi 100 Jenis Pohon Khas Sulawesi .Editor : Z Basri . Edisi kedua; UNTAD Press. Palu Pitopang, R, I Lapandjang, I Taha dan Safaruddin. 2012. Ten Years of The Herbarium Celebense (CEB) Universitas Tadulako. Proc. Soc. Z I N G I B E R A C E A E | 51 Indon.Biodiv. Intl. Conf. vol. 1: 209- 214|July 2012| ISSN 2252617X Pitopang, R, N. Ariyanto dan E. Yuniati, 2012. Kajian Etnobotani Pada Masyarakat “Laudje” Di Sulawesi Tengah, Indonesia. Prosiding Seminar Biologi, Medan 11 Mei 2012 Pitopang, R and Safaruddin. 2012. Ethnoecological system of Tao Taa Wana tribe in the Morowali Nature Reserve, Central Sulawesi, Indonesia. Proc Soc Indon Biodiv Intl Conf. vol. 1(July): 209-214 Pitopang R dan Ramawangsa. 2016. Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia. Online Journal of Natural Science Vol 5(2) :111-131 Pitopang R, Damry, Rusdi, Hamzah B, Zubair MS, Amar AL, Fathurrahman F, Basri Z, Poulsen AD. 2019. Diversity of Zingiberaceae and traditional uses by three indigenous group at Lore Lindu National Park, Central Sulawesi. J Phys: Conf Ser 1242 (1): 012039. DOI: https://doi.org/10.1088/17426596/1242/1/012039. Pitopang R, Umrah, Harso W, Nurainas, Zubair MS. 2020. Some botanical aspects and antifungal activity of Etlingera flexuosa (Zingiberaceae) from Central Sulawesi, Indonesia. Biodiversitas. 21 (8) : 3547-3553, DOI: 10.13057/biodiv/d210817 Pitopang R, Udayana, RADS, Pratiwi, AD, Ananda M, Harso W, Ramawangsa PA. 2021. Antibacterial activities of Etlingera flexuosa AD Poulsen (Zingiberaceae) from Central Sulawesi on Staphylococcus aureus and Escherichia coli. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 743 (2021) 012065. doi:10.1088/1755-1315/743/1/012065 Pitopang R, Harso W, Umrah, Fadillah R, Zubair. MS. 2022. A comprehensive study and antimicrobial evaluation of Alpinia eremochlamys K. Schum. (Zingiberaceae), an endemic ginger species of Sulawesi Indonesia. Pakistan Journal of Botany. 54 (3) Poulsen, A.D. 2006. Etlingera of Borneo. Natural History Publications (Borneo).Kota Kinabalu Poulsen A D. 2012. Etlingera of Sulawesi. Natural History Publications (Borneo) Kota Kinabalu in association with Royal Botanic Garden Z I N G I B E R A C E A E | 52 Edinburgh and natural History Museum, University of Oslo. Kota Kinabalu, Sabah. 278 halaman Poulsen, A.D and Docot, R.V.A. 2019. How many species of Etlingera (Zingiberaceae) are there in the Philippines? Edinburg Journal of Botany 76 (1) : 33-44 Prabhukumar K M, Thomas V P, Sabu M, Prasanth A P and Mohanan K V 2015 J.of Hort. Forest and Biotech. 19 (2) 18-27 Ramadanil dan Gradstein 2003. Herbarium Celebense (CEB) dan Peranannya dalam menunjang penelitian taksonomi tumbuhan di Sulawesi. Biodiversitas. Vol.6 (1): 36-41 Rusmina HZ, Miswan dan Pitopang R.2015. Studi etnobotani Tumbuhan obat Pada masyarakat Suku mandar di Desa Sarude, Sarjo, kabupaten mamuju Utara, Sulawesi Barat. Biocelebes, 9 (1) : 73-87 Sabilu Y, Sahidin, Mukaddin A, Bittikaka Y, Tawa RA, Paddo J, Saptaputra SK. 2017. The utilization of Sikala (Etlingera elatior) as traditional medicine in Porehu Sub-district, North Kolaka District, Southeast Sulawesi Province, Indonesia. Adv Environ Biol 11 (9): 5- 9. Ramadanil, Damry, Rusdi, Hamzah B. M.S. Zubair. 2019. Traditional Usages and Phytochemical Screenings of Selected Zingiberaceae from Central Sulawesi, Indonesia. Pharmacogn J. 2019; 11(3): 505-510 Tapundu, A. S., S. Anam dan R. Pitopang. 2015. Studi etnobotani tumbuhan obat pada suku Seko di desa Tanah harapan, kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. Biocelebes. Vol.9, (2): 40-45 Thomas D C. 2010. Phylogenetic and historical biogeography of Southeast Asian Begonia L (Begoniaceae). Thesis of Philosophy of Doctor..Division of Environmental and Evolution of Biology. The University of Glasgow. United Kingdom Thomas D C, W. H. Ardi dan M. Hughes. 2011. Nine of new species of Begoniaceae, from South and West Sulawesi, Indonesia. Edinburg J. of Bot. 68 (2): 225-255 Z I N G I B E R A C E A E | 53 Trimanto dan Hapsari L. 2018. A new record of Etlingera megalocheilos (Griff.) A.D. Poulsen (Zingiberaceae) in Sulawesi, Indonesia. Biodiversitas. 19 (4) : 1227-1235 Turner, I.M. and M.R. Cheek. 1998. Some new eastern gingers – a paper by HN Rdley containing description of four species overlooked since their publication in 1990. Gardens' Bull. Singapore, 50(1): 115-119. Sukari MA, Sharif NWM, Yap ALC, Tang SW, Neoh BK, Rahmani M, et al. Chemical Constituents variantions of Essential oils fromrhyzomes of Four Zingiberaceae Species. The Malaysian J of Analyt Scie. 2008;12(3):638–44 Utteridge T and Bramley G (2015). The Kew Tropical Plant family identification handbook, second edition. Kew Publishing Royal Botanical Gardens. London Van Balgooy MMJ (1997). Malesian Seed Plants. Volume 1. Rijksherbarium-Hortus Botanicus. Leiden Van Balgooy MMJ (1998). Malesian Seed Plants. Volume 2. Rijksherbarium-Hortus Botanicus. Leiden Van Balgooy MMJ (2001). Malesian Seed Plants. Volume 3. Rijksherbarium-Hortus Botanicus. Leiden Whitten, A.J., M. Mustafa and G.S. Henderson. 2002. The ecology of Sulawesi. Periplus, Singapore. Yuzami, Hidayat S. 2002. The Unique Endemics and Rare Species Flora of Sulawesi.Bogor Botanical Garden, Bogor, Indonesia. Zubair, Sulaiman SM, Pitopang R. 2019. Studi Etnobotani Tumbuhan Obat Pada Masyarakat Kaili Rai di desa Wombo, Kecamatan Tanantoveoa, kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Biocelebes, 13 (2) : 182-194 Zubair MS, Maulana S, Widodo A, Mukaddas A, Pitopang R. 2020. Docking study on anti-HIV-1 activity of secondary metabolites from Zingiberaceae plants. J Pharm Bioall Sci 2020; 12: 763-767. https://www.jpbsonline.org/text.asp?2020/12/6/763/299987 Zubair MS, Khairunisa SQ, Widodo A, Nasrodin, Pitopang R. 2021. Antiviral screening on Alpinia eremochlamys, Etlingera flexuosa, Z I N G I B E R A C E A E | 54 and Etlingera acanthodes extracts against HIV-infected MT-4 cells. Heliyon. 7 (2021) e06710 Zubair MS, Maulana S, Widodo A, Pitopang R, Arba M, Hariono M. 2021. GC-MS, LC-MS/MS, Docking and Molecular Dynamics Approaches to Identify Potential SARS-CoV-2 3-ChymotrypsinLike Protease Inhibitors from Zingiber officinale Roscoe. Molecules 2021, 26, 5230. https://doi.org/10.3390/molecules26175230 REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA SURAT PENCATATAN CIPTAAN Dalam rangka pelindungan ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan: Nomor dan tanggal permohonan : EC00202239178, 24 Juni 2022 Pencipta Nama : Prof. Dr. Ramadanil, MSi Alamat : FMIPA Universitas Tadulako, Palu, SULAWESI TENGAH, 94119 Kewarganegaraan : Indonesia Pemegang Hak Cipta Nama : Sentra KI Universitas Tadulako Alamat : Kampus Bumi Tadulako, Jalan Soekarno Hatta KM 9, Palu, SULAWESI TENGAH, 94119 Kewarganegaraan : Indonesia Jenis Ciptaan : Buku Judul Ciptaan : Beberapa Jenis Zingiberaceae Endemik Sulawesi, Botani Dan Fitokimianya Tanggal dan tempat diumumkan untuk : 24 Juni 2022, di Palu pertama kali di wilayah Indonesia atau di luar wilayah Indonesia Jangka waktu pelindungan : Berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya. Nomor pencatatan : 000354804 adalah benar berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Pemohon. Surat Pencatatan Hak Cipta atau produk Hak terkait ini sesuai dengan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. a.n Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual u.b. Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Anggoro Dasananto NIP.196412081991031002 Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)