Anda di halaman 1dari 25

ARTIKEL UMBI GADUNG (Dioscorea hispida Dennst)

DISUSUN OLEH NAMA MAHASISWA NIM

: : HASRI NDARU K : 22030111120005

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG TAHUN 2011/2012

GADUNG
(Dioscorea hispida Dennst)

I.

PENGENALAN GADUNG

A. Taksonomi Secara taksonomi gadung dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Klasifikasi ilmiah Kerajaan Subkingdom Superdivision Division Class Subclass Ordo Family Genus Species : : : : : : : : : : Plantae Plants Tracheobionta Vascular plants Spermatophyta Seed plants Magnoliophyta Flowering plants Liliopsida Monocotyledons Liliidae Dioscoreales Dioscoreaceae Yam family Dioscorea L. Yam Dioscorea hispida Dennst. intoxicating yam

Nama binomial Dioscorea hispida Dennst.

B. Morfologi

Tanaman berumbi adalah salah satu kekayaan nabati di alam kita, diantaranya adalah gadung. Jenis ini di Indonesia dikenal dengan beberapa nama daerah yaitu gadung, sekapa, bitule, bati, kasimun, dan lain-lainnya. Dalam bahasa latinnya gadung disebut Dioscorea hispida Dennst. Gadung merupakan perdu memanjat yang tingginya dapat mencapai 5-10 m. Batangnya bulat, berbentuk galah, berbulu, dan berduri yang tersebar sepanjang batang dan tangkai daun. Umbinya bulat diliputi rambut akar yang besar dan kaku. Kulit umbi berwarna gading atau coklat muda, daging umbinya berwarna putih gading atau kuning. Umbinya muncul dekat permukaan tanah. Dapat dibedakan dari jenis-jenis dioscorea lainnya karena daunnya merupakan daun majemuk terdiri dari 3 helai daun (trifoliolatus), warna hijau, panjang 20-25 cm, lebar 112 cm, helaian daun tipis lemas, bentuk lonjong, ujung meruncing (acuminatus), pangkal tumpul (obtusus), tepi rata, pertulangan melengkung (dichotomous), permukaan kasar (scaber). Bunga tersusun dalam ketiak daun (axillaris), berbulit, berbulu, dan jarang sekali dijumpai. Perbungaan jantan berupa malai atau tandan, panjang antara 7-55 cm, perbungaan betina berupa bulir,

panjang antara 25-65 cm. Buah lonjong, panjang kira-kira 1 cm, berwarna coklat atau kuning kecoklatan bila tua. Akar serabut. Gadung ini berasal dari India bagian Barat kemudian menyebar luas sampai ke Asia Tenggara. Tumbuh pada tanah datar hingga ketinggian 850 m dpl, tetapi dapat juga diketemukan pada ketinggian 1.200 m dpl. Di Himalaya Dioscorea hispida di budidayakan di pekarangan rumah atau tegalan, sering pula dijumpai di hutan-hutan tanah kering. Umbinya sangat beracun karena mengandung alcohol yang menimbulkan rasa pusingpusing. Dengan cara pengolahan khusus akhirnya dapat dimakan. C. Jenis jenis Gadung Berdasarkan warna daging umbinya, gadung dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu gadung outih dan kuning. Gadung kuning umumnya lebih besar dan padat umbinya bila dibandingkan gadung putih. Jumlah umbi dalam satu kelompok dapat mencapai 30 umbi, dan jumlah umbi ini dari masing-masing varietas hamper tidak berbeda.[1] Dari umbinya gadung ini pun dibagi ke dalam beberapa varietas antara lain : 1. Gadung betul, gadung kapur, gadung putih (Melayu & Jawa). Kulit umbinya berwarna putih serta daging berwarna putih atau kuning. 2. Gadung kuning, gadung kunyit, gadung padi (Melayu). Kulit umbinya berwarna kuningdan begitu pula dengan dagingnya; permukaannya beralur lembut dan panjang. 3. Gadung srintil (Jawa). Ukuran tandan umbinya antara 7 cm sampai 15 cm dengan diameter 15 cm sampai 25 cm. 4. Gadung lelaki (Melayu). Duri pada batang tidak terlalu banyak, warnanya hijau keabu-abuan. Bagian dalam umbi berwarna putih kotor, berserat kasar serta agak kering.

II.

PENYEBARAN GADUNG

Tanaman gadung ini pada umumnya juga belum dibudidayakan secara teratur. Penanaman cukup teratur terdapat di Jawa Barat, Jawa Timur dan Lampung.[2] Pada umumnya tanaman gadung belum dibudidayakan di daerah Sumatera Barat, Jambi, Riau, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan Maluku. Tanaman tersebut terdapat tumbuh liar di pinggirpinggir hutan. Di Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta tanaman gadung ini dibudidayakan namun tidak teratur. Pada umumnya petani tidak melaksanakan penyiangan, pembumbunan, pemupukan dan pemberantasan hama/penyakit. Hanya di daerah Jawa Barat, Jawa Timur dan D.I. Yogyakarta petani melakukan penyiangan, pembubunan dan pemupukan. Rincian tingkat pemeliharaan tanaman gadung ini dapat di dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tingkat Pemeliharaan Tanaman Gadung (%) No Propinsi Budidaya teratur 1 2 3 4 5 6 Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur D.I.Yogya Sumatera Barat Jambi 20 0 32,5 0 0 0 Budidaya tidak teratur 80 100 67,5 66 0 0 Tumbuhan liar 34 di pekerangan 100 100 di pinggirpinggir hutan 7 Riau 0 0 100 di pekarangan pinggir sungai 8 9 Lampung Kalsel 30 0 70 0 0 100 di hutan dan di pinggir sungai

No

Propinsi

Budidaya teratur

Budidaya tidak teratur 51 0 0 0

Tumbuhan liar 49 100 di hutan-hutan 100 di hutan-hutan -

10 11 12 13

Sultra Sulsel Sulteng Maluku

0 0 0 100

Tabel 2. Beberapa perlakuan Budidaya & Tingkat pemeliharaan Tanaman Gadung Jarak tanam Tak teratur Tak teratur Tak Jawa timur teratur 37,5% teratur 67,5% 4 D.I.Yogya Sumatera Barat Jambi Tak teratur Tak teratur Tak teratur Tak teratur 5 kg/pohon 100 100 80 5,6 kg/rumpun Rata-rata Tingkat pemeliharaan % memupuk 5

No

Propinsi Jawa Barat Jawa Tengah

hasil/rumpun Menyiang membumbun 5 kg/rumpun 4,3 kg/rumpun O 50

100

95

97,5

100

35 kg/rumpun 2,5 kg/rumpun 5-6 kg/rumpun -

100

Riau

8 9

Lampung Kalsel

0 -

0 -

0 -

No

Propinsi

Jarak tanam Tak teratur Tak teratur -

Rata-rata

Tingkat pemeliharaan % memupuk 0 0 -

hasil/rumpun Menyiang membumbun 30 kg/batang 90 0 0 0 0 -

10 11 12 13

Sultra Sulteng Sulsel Maluku

III.

BUDIDAYA GADUNG A. Bibit dan Waktu Tanam Biasanya gadung diperbanyak dengan menggunakan umbi atau bijinya walaupun perbanyakan dengan stek masih dimungkinkan. Tetapi biasanya hasil panennya kurang memuaskan dibandingkan dengan umbi. Perbanyakan menggunakan biji juga kurang umum diterapkan. Gadung sebaiknya ditanam di awal musim hujan karena tanama ini tidak ekonomis atau tidak umum di tanam di areal yang beririgasi teratur. Di areal dengan musim hujan kurang dari 8 bulan, penanaman awal sampai dengan 3 bulan sebelum datangnya musim hujan dapat meningkatkan hasil sebesar 30 %. Seiring perkembangan teknologi, selain perbanyakan secara alami dengan umbi atau biji gadung dapat diperbanyak dengan teknik kultur in vitro. Dengan cara ini gadung dapat diperbanyak lebih cepat.[3]

B. Pengolahan Tanah dan Produksi Tanaman Tanaman gadung menghendaki tanah dengan drainase yang baik, subur, kandungan bahan organik yang tinggi, dan tekstur tanah yang ringan. Umbi ditanam sebanyak 3 atau 4 buah per lubang pada guludan-guludan. Penanaman ini dilakukan pada

awal atau akhir musim hujan, tergantung pada kultivar dan jangka waktu pertumbuhan menuju kematangan. Sedangkan jarak tanam yang digunakan yaitu guludan berjumlah 30 36 setiap kompleks, sedangkan jarak antar tanaman adalah 37,5 50 cm, tergantung besarnya habitus tanamannya. Kemudian tanaman muda ditutupi dengan rumput kering pada saat penanaman berlangsung. Tanaman muda disarankan diikat pada bambu yang dipasang saat penanaman.

C. Pemeliharaan

1. Pemupukan dan Pengairan. Sebelum penanaman, areal pertanaman dipupuk menggunakan pupuk NPK beberapa hari sebelum penanaman dilakukan. Pengairan merupakan hal yang tidak umum dilakukan untuk merngairi tanaman ini. Hujan merupakan sumber air yang paling diandalkan.

2. Pengendalian Gulma, Hama dan Penyakit. Tidak terdapat gulma penting yang dilaporkan mengganggu tanaman ini. Sedangkan hama yang penting yaitu yam beetle (Heteroligus claudius) yang pada stadium larva memakan jaringan umbi dan yam schoot beetle (Criocerts livida) yang pada stadium larva memakan daun-daun muda dan tajuk. Hama pertama biasanya ditanggulangi dengan melakukan rotasi tanaman dan melakukan penanaman yang lambat (late planting). Hama yang kedua dikendalikan melaksanakan penyemprotan pyrethrum. Hama yang lainnya adalah ulat yang menyebabkan umbi mengeras (rot). Hama ini dapat dikendalikan dengan eradikasi atau pemusnahan tanaman yang terinfeksi dan dengan rotasi atau pergiliran tanaman, sedangkan penyakit yang menyerang adalah mosaik virus yang menyebabkan penyakit white yam, yellow

guinea yam I (paling mematikan), water yam, dan Chinese yam. Gejala yang ditimbulkan adalah tanaman menjadi kerdil atau terhambat pertumbuhannya. Pemilihan umbi yang sehat, pemusnahan tanaman yang terinfeksi dan tanaman liar merupakan cara yang dianjurkan untuk mencegah serangan penyakit-penyakit tersebut. Bintik-bintik coklat atau hitam pada daun dan batang bisa disebabkan oleh sejenis jamur Cerocospora carbonacea, terdapat pula beberapa jenis jamur lain yang menyerang batang dan daun ini diantaranya Gloesporium pestis dan Glomerella singulata. Virus Phylleutypa dioscoreae dan Goplana dioscoreae dapat mengakibatkan batang atau cabang menjadi kecil mengeriting seperti sapu. Jenis jamur yang menyerang umbi di gudang berupa Rosellinia bunodes, Penicillium sp, Fusarium sp, sedangkan untuk jenis Botrydiplodia theobromae selain menyerang di gudang juga menyerang di kebun. Untuk jamur-jamur ini bisa diberantas dengan fungisida. Pemberantasan jamur yang menyerang umbi, perlakuannya sama dengan umbi yang diserang hama hanya saja fungisida yang dipergunakan sebagai racunnya. Agar tidak terjadi serangan jamur di gudang, sebelum umbi dimasukkan ke dalam gudang, sebaiknya gudang disemprot terlebih dahulu dengan fungisida setelah itu ditutup rapat rapat jangan sampai udara yang masuk terlalu banyak selama satu hari satu malam.

D. Pemanenan

1. Masa panen

Panen dapat dilakukan setelah tanaman berumur 12 bulan. Pada budidaya tanaman ini dikenal istilah panen tunggal (single harvesting) dan panen ganda (double harvesting). Pada panen tunggal, tanaman dipanen setelah musim berakhir. Pemanenan dilakukan setelah sebagian besar daun menguning Pemanenan ini dilaksanakan 1 bulan sebelum penuaan (senescence) sampai 12 bulan sesudahnya. Pemanenan juga bisa ditangguhkan pada musim berikutnya. Pemanenan yang demikian dapat meningkatkan jimlah dan berat umbi yang dipanen.[4]

2. Cara memanen Panenan dilakukan dengan jalan membongkar seluruh kelompoknya atau hanya mengambil sebagian dari kelompoknya saja. Cara yang kedua ini dapat dilakukan bila jumlah uwi yang diperlukan dalam jumlah sedikit saja atau tanaman itu akan dibiarkan hidup untuk kemudian diambil bijinya sebagai bibit. Alat yang digunakan untuk memanen yaitu cangkul, garpu tanah, kored, dan lain-lain. Caranya adalah dengan menggali, mengangkat, dan memotong umbi agar terpisah dari tajuknya. Panen terdiri dari panen pertama (first harvest) dan panen kedua (second harvest). Panen pertama dilakukan pada saat

pertengahan bulan, kira-kira 4-5 bulan sesudah tanam, secara hati-hati agar tidak merusak system perakaran, tanah digali disekeliling tanaman dan umbi diangkat, kemudian umbi dilukai tepat pada bagian bawah sambungan umbi tajuk. Selanjutnya tanaman ditanam kembali sehingga tanaman akan membentuk lebih banyak umbi lagi (retuberization) di sekitar luka setelah panen pertama. Saat tanaman menua pada akhir musim, panen kedua dilakukan. Saat ini tidak ada perlakuan khusus untuk menjaga sistem perakaran. Gadung biasanya dipanen dengan cara yang pertama atau panen tunggal. Sedangkan cara yang kedua lebih banyak dilakukan pada Dioscorea cayenensis dan Dioscorea alata.

E. Penyimpanan Sangat sedikit gadung yang setelah dipanen kemudian diproses lebih lanjut, umbi harus disimpan dalam bentuk segar. Sebelum umbi disimpan atau diproses lebih lanjut, umbi dibersihkan dari kotoran-kotoran seperti memotong akarnya dan membuang tanah yang masih melekat pada permukaan umbi. Ini bisa dilakukan dengan mencuci di air bersih dan mengalirdengan mempergunakan sikat halus yang terbuat dari ijuk aren bila perlu. Selain itu sebelum disimpan, umbi segar dipanaskan (curing) pada suhu 29-32 C dengan kelembaban relatif (relative humidity) yang tinggi. Proses ini membantu meningkatkan cork dan pengobatan luka pada kulit umbi. Terdapat 3 faktor yang diperlukan agar penyimpanan berlangsung efektif, yaitu : 1) Aerasi harus dijaga dengan baik. Hal ini diperlukan untuk menjaga kelembaban kulit umbi, sehingga mengurangi serangan mikroorganisme. Aerasi juga diperlukan agar umbi dapat berespirasi atau bernafas dan menghilangkan panas akibat respirasi tersebut.

2) Suhu harus dijaga antara 12-15 C. Karena penyimpanan dengan suhu yang lebih rendah menyebabkan kerusakan umbi (deterioration) dan warna umbinya berubah menjadi abu-abu. Sedangkan penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi membuat respirasi menjadi tinggi yang menyebabkan umbi kehilangan banyak berat keringnya. Secara tradisional, petani menyimpan umbi pada ruang yang teduh atau tertutup. 3) Pengawasan harus dilakukan secara teratur. Umbi yang rusak harus segera dikeluarkan sebelum menginfeksi yang lain, dan mengawasi kemungkinan serangan oleh tikus atau serangga.

IV.

KANDUNGAN GIZI GADUNG

Tanaman gadung (Dioscorea hispida Dennst), bagi beberapa Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, sumber makanan yang mengandung karbohidrat merupakan kebutuhan utama. Bahan pangan yang mengandung karbohidrat cukup tinggi adalah termasuk pada jenis kacang-kacangan dan jenis umbiumbian. Salah satu sumber karbohidrat yang ada di Indonesia adalah umbi gadung. Berikut ini adalah komposisi kimia dari umbi gadung : Tabel 3. Komposisi Kimia Umbi Gadung Zat Gizi Air Karbohidrat Lemak Protein Serat Kasar Kadar Abu Diosgenin Dioscinin Jumlah (%) 78,00 18,00 0,16 1,81 0,93 0,69 0,20 0,04

Umbi gadung kita konsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi. Kandungan karbohidrat umbi gadung memang tinggi, setara dengan umbi-umbian lain. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 4. Jenis umbi Umbi Gadung 118 27,3 3,2 0,2 23,5 81,2 0,7 0 0,12 11,8 Umbi Ganyong 146 34,8 1,5 0,2 32 107,7 30,8 0 0,15 15,3 Umbi Garut 334 73,4 9,7 3,5 28 311 5,3 0 0,51 0

Kandungan gizi/100 g Energi (Kal) Karbohidrat (g) Protein (g) Lemak (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vit A (RE) Vit B (mg) Vit C (mg)

Sumber : DKBM (Daftar Komposisi Bahan Kimia).

Dari tabel tersebut dapat dilihat perbandingan kandungan gizi umbi gadung dengan umbi ganyong dan umbi garut. Memang kandungan karbohidrat umbi gadung lebih rendah daripada umbi ganyong maupun garut, tetapi memiliki kandungan protein dan Vit C yang lebih tinggi daripada ganyong dan garut. Kalau dibandingkan dengan singkong, umbi gadung segar mengandung kadar karbohidrat relative lebih sedikit tetapi memiliki kadar protein dan kandungan air yang lebih banyak.[1]

Kandungan gizi umbi gadung dibandingkan dengan beras dan tepung terigu bisa dilihat pada tabel 5.

No

Kandungan Gizi

Beras Giling

Tepung terigu 385,00 8,90 1.30 77,30 16,00 106,00 1,20 0,00 0,12 0,00 12,00 100,00

Gadung segar 101,00 2,00 0,20 23,20 20,00 69,00 0,60 0,00 0,10 9,00 73,50 85,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kalori (Kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1 Vitamin C (mg) Air (g) Bagian yang dapat dimakan (%)

360,00 6,80 0,70 78,90 6,00 140,00 0,80 0,00 0,12 0.00 13,00 100,00

Sumber : Direktorat Gizi Depkes ( 1981)

Kandungan gizi gadung dibandingkan dengan beras dan gandum ditiunjukkan oleh tabel 5. Jika kandungan air pada gadung diturunkan, akan didapat nilai gizi gadung yang sangat sepadan dengan beras dan gandum bahkan dengan kandungan Vitamin C yang lebih banyak.[5]

V.

MANFAAT GADUNG

Gadung merupakan tanaman berjenis umbi-umbian, tanaman ini populer di Indonesia tapi jarang diperhatikan. Meskipun tanaman gadung merupakan tanaman yang mudah didapat dan harganya

relatif murah namun kemanfaatan gadung ini tidak banyak diketahui orang. Bahkan saat ini gadung sudah banyak ditinggalkan. Selama ini orang mengenal gadung hanya sebatas makanan ringan. Biasanya untuk camilan yang dijadikan keripik. Selain untuk camilan, gadung dapat sebagai pengental getah karet,dan dapat pula dijadikan obat salah satunya adalah sebagai obat alternative antidiabet.[6] Berikut ini beberapa manfaat yang bisa diambil dari tanaman gadung :

1. Sebagai pangan alternatif Umbi gadung mengandung karbohidrat cukup tinggi, sehingga dapat dijadikan pangan sumber karbohidrat. Umbi gadung dapat dijadikan bahan makanan pengganti gandum, yaitu dapat diolah menyerupai tepung terigu. Seharusnya masyarakat kita tak akan kekurangan pangan jika sumber daya lokal dimanfaatkan secara optimal. Banyak produk lokal yang belum termanfaatkan dengan baik sebagai bahan baku pangan. Jika penanganan pascapanen dan pengolahanya dilakukan dengan tepat banyak sekali produk-produk lokal yang bisa dijadikan pangan maupun bahan baku tepung yang nantinya dapat dijadikan sebagai bahan baku makanan lain yang memiliki nilai gizi yang tak kalah pentingnya dengan terigu. Selama ini masyarakat Indonesia hanya mengenal tepung terigu sebagai bahan utama membuat kue. Padahal di bumi Indonesia tersedia berbagai macam bahan pangan seperti sukun dan umbi-umbian, salah satunya adalah gadung yang selama ini dipandang sebelah mata bahkan dinilai tak memiliki manfaat padahal gadung ini jika diolah dengan baik tentunya akan menghasilkan produk yang tak kalah pentingnya dengan terigu. Banyak potensi yang dihasilkan dari ubi gadung. Namun kurangnya informasi tentang pengolahan ubi gadung menyebabkan ubi gadung kurang diminati. Maka perlu adanya informasi dan

teknologi lebih lanjut tentang potensi ubi gadung sehingga mampu menjadi bahan pangan alternatif. Umbi gadung bisa dijadikan berbagai makanan namun syaratnya adalah jika umbi gadung telah mengalami proses penghilangan racun. Bisa direbus, disawut, dikripik bahkan dapat dijadikan aneka camilan kering karena selain rasanya yang enak dan renyah juga mempunyai kandungan mineral dan vitamin yang cukup tinggi.[7] Untuk menghasilkan olahan berkualitas maka harus memperhatikan teknik mulai dari penyimpanan sampai pada pengolahannnya.

2. Sebagai obat. Keripik gadung yang sepintas hanya sebagai makanan ringan, ternyata memiliki khasiat obat. Umbi gadung mengandung dioskorin (racun penyebab kejang), saponin, amilum, CaC2O4, antidotum, besi, kalsium, lemak, garam fosfat, protein, dan vitamin B1. Menurut pakar tanaman obat Prof. Hembing Wijayakusuma, dalam bukunya Tumbuhan Berkhasiat Obat, gadung dapat mengatasi penyakit rematik. Umbi gadung dapat digunakan sebagai obat luar maupun obat dalam. Untuk obat luar, umbi gadung diparut lalu ditempelkan pada bagian yang sakit. Untuk obat dalam, 15-30 g umbi segar atau 5 g umbi kering direbus lalu airnya diminum, atau umbi dijadikan keripik lalu dikonsumsi. Untuk mengatasi rematik, umbi gadung 30 g dan jahe merah 10 g direbus dengan air 600 cc hingga tersisa 300 cc lalu disaring dan airnya diminum. Meskipun umbi gadung dikenal mempunyai senyawa toksik, namun umbi gadung juga memiliki khasiat untuk pengobatan seperti pada pengobatan kusta (lepra), sifilis, kapalan, keputihan, nyeri haid, anti inflamasi, diabetes mellitus.[8] Beberapa penyakit lain yang dapat dibantu penyembuhannya oleh umbi gadung antara lain :

1. Lepra : 1/2 kepal tngan umbi gadung di cuci lalu diparut, diremas dengan getah biduri 1 sendok makan dan batang buta-buta 1 sendok makan; digosokkan pada kulit yang terserang kusta atau lepra, dilakukan 3x sehari sebanyak yang diperlukan. 2. Katimumul : satu kepal tangan umbi gadung dicuci bersih kemudian di parut, untuk menurap ujung jari yang terserang katimumul lalu dibalut, dilakukan 2x sehari sebanyak yang diperlukan. 3. Patah tulang : satu kepal tangan umbi gadung yang telah dicuci bersih lalu diparut dan diremas dengan air garam seperlunya, untuk menurap bagian yang cidera dan dibalut dengan daun bakung atau randu, dilakukan 2x sehari sebanyak yang diperlukan. 4. Tahi lalat : 1/2 kepal tangan umbi gadung yang telah dicuci kemudian diparut, hasil parutan diremas dengan air garam 1 sendok the, untuk menurap tahi lalat yang terasa gatal-gatal, dilakukan beberapa kali sehari sebanyak yang diperlukan, bila kering harus diganti. 5. Haid terasa nyeri : satu kepal tangan umbi gadung yang telah dicuci lalu diparut, hasil parutan diremas dengan air garam 1 sendok makan, kemudian diturapkan lalu dibebat, dilakukan 2x sehari pagi dan petang sebanyak yang diperlukan.[3]

3. Sebagai bahan racun binatang

Umbi gadung mentah mengandung alkaloid yang dapat digunakan sebagai bahan racun hewan . Sisa pengolahan tepungnya dapat digunakan sebagai insektisida. Pestisida nabati daun mimba dan umbi gadung efektif mengendalikan ulat dan hama pengisap. Selain itu juga dapat digunakan sebagai bahan pemabuk ikan.

4. Sebagai bahan baku bioetanol Alkohol dapat dihasilkan dari bahan baku tanaman yang mengandung pati, salah satunya adalah gadung dengan mengubahnya menjadi glukosa yang dikenal dengan nama bioetanol. Alkohol tersebut dapat diperoleh dari pengolahan lebih lanjut dari air rebusan umbi gadung. Pembuatan bioetanol dari limbah umbi gadung tersebut dapat meningkatkan nilai tambah dan menjadi produk yang bernilai ekonomi tinggi.[9]

5. Sebagai pewangi Selain umbinya, bunga dari tanaman gadung dapat pula dimanfaatkan. Bunga dari tanaman gadung ini yang berwarna kuning dapat digunakan untuk mewangikan pakaian dan dapat pula dipakai sebagai hiasan rambut

VI.

PENGOLAHAN UMBI GADUNG

Umbi gadung sebelum dikonsumsi atau dimasak, terlebih dahulu harus dihilangkan racunnya, karena dapat menimbulkan pusing-pusing bagi yang memakannya. Umbi gadung mengandung racun atau zat alkaloid yang disebut dioscorin (C13H19O2 N), dimana racun ini apabila dikonsumsi walaupun kadarnya rendah dapat menyebabkan pusing. Pada gadung kadar dioscorin ini sangat tinggi sehingga apabila tidak dilakukan pengolahan dengan benar dapat menimbulkan akibat yang fatal.[4] Selain mengadung dioscorin umbi gadung juga mengandung asam sianida yang juga bersifat racun. Sianida merupakan salah satu kategori limbah bahan berbahaya dan beracun yang banyak dijumpai pada berbagai limbah lingkungan. Bahkan menurut Brachet,J sianida merupakan racun bagi semua makhluk hidup dan juga dapat menghambat pernapasan juga dapat mengakibatkan perkembangan

sel yang tidak sempurna.[10] Selanjutnya sianida dapat menghambat kerja enzim ferisitokrom oksidase dalam proses pengambilan oksigen untuk pernapasan.[11] Untuk menghilangkan racun tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain : A. Pengolahan dengan abu atau kapur Penggunaan abu atau kapur ini difungsikan untuk mempercepat pelucutan HCN yang terkandung dalam umbi gadung.[12] 1. Umbi dibersihkan dari tanah yang masih melekat dan langsung dikupas kulitnya, pengupasan kulit harus cukup tebal 2. Setelah dikupas umbi dipotong-potong atau diserut sesuai keperluan 3. Hasilnya kemudian dicampur dengan abu, dalam hal ini abu berfungsi sebagai penetral racun yang terdapat dalam umbi. Selain abu bisa juga dipergunakan kapur. 4. Pencampuran abu atau kapur dengan irisan-irisan umbi dilakukan pada keranjang yang beranyam jarang, kemudian diinjak-injak sampai cairan yang mengandung racun itu keluar. 5. Selanjutnya umbi diperam selama 2 x 24 jam di atasnya diberi pemberat agar umbi tetap tertekan. 6. Setelah diperam, umbi yang bercampur dengan abu atau kapur itu dijemur sampai kering. 7. Umbi yang telah kering kemudian dibersihkan dengan cara merendamnya kedalam air mengalir selama 2 x 24 jam, sambil diinjak-injak setiap harinya. 8. Umbi sudah siap dimasak

B. Pengolahan dengan garam 1. Pemberian garam berlapis a. Umbi dibersihkan dari tanah langsung dikupas kulitnya, pengupasan kulitnya dilakukan setebal mungkin b. Kupasan umbi diiris tipis-tipis atau diserut c. Keranjang bambu dilapisi garam,kemudian diberi irisan umbi satu lapis, dilapisi garam lagi dan kemudian dilapisi umbi lagi, begitu seterusnya sampai keranjang penuh. d. Bagian terakhir dari lapisan ditutup dengan kain lalu diberi pemberat dan diperam selama satu minggu. e. Pekerjaan terakhir umbi dicuci dalam air yang mengalir sampai garam dan racunnya hilang. Umbi yang telah bersih dapat dicirikan oleh airnya yang jernih dan tidak terasa asin.

2. Pemberian garam diaduk a. Umbi dibersihkan dari tanah dan langsung dikupas kulitnya. b. Kupasan umbi diiris tipis-tipis atau diserut. c. Hasilnya dimasukkan kedalam tong atau ember plastik, masukkan garam sebanyak mungkin dan aduk sampai rata, serta irisan menjadi lemas, biarkan dalam rendaman garam selama satu malam d. Cuci rendaman diair mengalir dan bersih sampai garamnya hilang betul / sampai tidak terasa asin. e. Rendam umbi tadi didalam air tawar dan ganti setiap 3 jam sekali selama 3 hari ; bila direndam di air mengalir atau dibawah pancuran, umbi bisa dimasukkan kedalam keranjang yang beranyam jarang sehingga air dapat masuk dan mengalir dengan mudahnya, waktu yang diperlukan dalam perendaman sekitar 3 hari f. Angkat umbi dari tempat rendaman dan kukus atau dijemur sampai kering

Cara-cara diatas dapat menurunkan HCN dalam gadung kurang lebih 1-10 mg dalam setiapkilogram gadung yang diolah.[12]

VII.

HASIL OLAHAN Pemanfaatan umbi gadung sampai saat ini yang paling banyak dilakukan oleh para petani adalah untuk membuat keripik. Keripik gadung dengan penampilan yang cukup menarik dan apabila dikonsumsi tidak menimbulkan rasa pusing banyak diminati oleh para konsumen.

1. Keripik gadung Alat-alat Alat - alat yang dibutuhkan meliputi : pisau, wadah, tampah dan beberapa sarana penunjang lainnya. Bahan-bahan Bahan-bahan yang diperlukan adalah : umbi gadung, garam, abu dapur, bumbu Cara Pembuatan Pilih umbi gadung yang masih segar. Kupas kulit umbi gadung dengan pisau yang tajam hingga bersih. Irislah umbi gadung tersebut sehingga menjadi irisan-irisan yang tipis. Lumuri umbi gadung tersebut dengan abu dapur sambil sedikit diremas-remas hingga lunak. Jemur irisan umbi gadung yang berlumur abu dapur tersebut hingga benar-benar kering. Rendam irisan umbi gadung dalam air mengalir selama 3-4 hari Apabila air perendaman tidak mengalir, maka air perendaman harus diganti setiap 2 3 jam sekali selama 3 4hari.

Angkatlah irisan umbi gadung tersebut dari air perendaman kemudian cuci dengan air bersih hingga abu dapurnya benarbenar hilang. Cuci irisan umbi gadung tersebut dalam air garam (sekaligus berfungsi untuk pembumbuan) Jemur kembali irisan umbi gadung tersebut sehingga benarbenar kering. Irisan umbi gadung kering yang sudah berbumbu tersebut dapat segera digoreng, disimpan ataupun langsung dikemas untuk dijual.

2. Tepung gadung

Bahan dan Alat Bahan dan alat yang diperlukan adalah umbi segar dengan peralatan pisau, mortar dan saringan. Cara Pembuatan : Umbi segar dikupas kulitnya, dipotong-potong kemudian dilakukan perlakuan seperti diatas untuk menghilangkan racunnya. Selanjutnya potongan yang sudah bersih dan siap kemudian ini dijemur secara alami dibawah sinar matahari selama beberapa hari (sampai benar-benar kering). Potongan ini kemudian dihancurkan dengan menggunakan mortar atau penggilingan tepung yang dijalankan oleh mesin dan disaring. Hasil tepung yang baik adalah berwarna putih dan berbentuk serbuk tepung.

Potongan kering setelah dijemur dan tepung dapat disimpan selama beberapa bulan. Untuk pemanfaatan berikutnya setelah gadung menjadi tepung gadung dapat dibuat menjadi berbagai olahan camilan kering sampai basah salah satunya ceker ayam, stiek gadung, kue bawang dll. Tepung gadung dapat berfungsi sebagai substitusi.

3. Pounded yam Bahan dan alat Bahan dan alat yang diperlukan adalah umbi rebus, dan peralatan yang dibutuhkan adalah perebus dan penumbuk atau mortar. Cara pembuatan Cara pembuatan pounded yam adalah dengan merebus umbi gadung, kemudian menumbuknya pada mortar sampai berbentuk atau berupa bahan yang kental atau pasta. Pasta ini kemudian dibentuk menjadi bola atau bulatan. Bulatan ini kemudian dimakan dengan cara mencelupkannya dalam saus dan ditelan tanpa dikunyah terlebih dahulu.

4. Fried yam balls Bahan dan alat Bahan yang digunakan adalah umbi segar dan bumbu, sedangkan peralatannya adalah pengupas, pemarut dan penggoreng. Cara Pembuatan Umbi segar dikupas kulitnya, kemudian diparut. Selanjutnya dicampur dengan bumbubumbu dan digoreng sambil dibentuk bola atau bulatan.

5. Flake gadung Bahan dan Alat Bahan yang dibutuhkan adalah umbi segar yang telah dikupas, sedangkan peralatan yang dibutuhkan adalah panic, kompor, alat pemotong, plastik dan kulkas. Cara Pembuatan Umbi segar dikupas lalu direbus. Umbi rebusan ini dipotongpotong yang menyerupai flake. Bentuk flake ini dikeringkan dengan roller drying lalu dikemas dalam plastik dan siap disimpan dalam keadaan dingin untuk jangka waktu yang lama. Cara menyajikannya adalah dengan menuangkan air panas kedalam flake tersebut sambil diaduk. Pengadukan ini akan menyebabkan flake berubah menjadi bubur yang kental seperti pasta dan dimakan sebagai saus atau makanan utama.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tanaman Gadung.URL:Http://www.bbpp-lembang.info/index.php 2. Umbi Gadung.URL:Http://www.deptan.go.id/gadung.pdf 3. Gadung, Manfaat, dan perbanyakan secara in vitro.URL:Http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id 4. Lingga,pinus. 1993. Bertanam ubi-ubian. Cet 6. Jakarta : Penebar Swadaya 5. Suhardi. 2006. Hutan dan Kebun sebagai Sumber Pangan Nasional. cet 5. Yogyakarta : Kanisius 6. Majalah Farmasi Indonesia. 2007. Pengaruh pemberian infusa umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst) terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus putih jantan diabetes yang diinduksi aloksan. 18(1).p.29-33. 7. DepKes R.I. 1989. Materi Medika Indonesia. Jilid V. Dirjen POM. Jakarta 8. Hariana, A. 2004. Tanaman Oabat dan Khasiatnya. Jakarta : Penebar Swadaya 9. Mempelajari Pengaruh Konsentrasi Ragi Instan dan Waktu Fermentasi terhadap pembuatan Alkohol dari Pati Gadung (Dioscorea hispida Dennst). URL:Http://www.repository.usu.ac.id/chapterII.pdf 10. Branchet, J. 1957. Biochemical Cytology. p.535. New York : Academic Press Inc 11. Bohinski, R.C. 1987. Modern Concept in Biochemistry. p.567-607. Fifth edition. Chapter fifteen : Oxidative phosphorylation. Allyn and Bacon. Inc. Boston 12. Penentuan Efisiensi Pemisahan Sianida pada Pengolahan Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennst). URL:Http://www.digilip.batan.go.id/e-prosiding

ALAMAT BLOG : Http://ndaruimoet.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai