Anda di halaman 1dari 21

VIII.

SIMPLISIA BATANG DAN KULIT BATANG

Simplisia batang (caulis) dan kulit batang (cortex) merupakan bagian batang atau kulit
yang digunakan sebagai ramuan obat. Simplisia kulit batang umumnya diambil dari bagian kulit
terluar tanaman tingkat tinggi yang berkayu. Bagian yang sering digunakan sebagai bahan
ramuan meliputi kulit batang, cabang atau kulit akar sampai ke lapisan epidermis. Sedangkan
simplisia batang dapat diperoleh dari bagian batang tumbuhan tahunan atau tumbuhan semusim
Beberapa jenis tanaman yang seluruh bagian batang atau kulit batangnya dapat digunakan
sebagai obat antara lain, antara lain :
 Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers )
 Kapulaga (Amomum cardamomum Auct. Non L.)
 Kayu manis (Cinnamomum burmannii (Ness.) Bl)
 Kina (Chinchona spp.)
 Kayu putih (Melaleuca leucadendra L.)
 Turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers.)
 Pulai (Alstonia scholaris (L.) R. Br.)
BROTOWALI (Tinospora crispa (L.) Miers)

Klasifikasi Tanaman

Kingdom : Plantae
Divisio : Spermathophyta
Sub
: Angiospermae
division
Class : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Family : Euphorbiaceae
Genus : Tinospora
Species : Tinospora crispa (L.) Miers
Nama
• Daerah :
Jawa : Antawali, bratawali, putrawali, daun gadel, andawali (Sunda)
Bali : Antawali
• Asing : bitter grape (Inggris), shen jin teng (Cina)

Deskripsi Tanaman
Brotowali merupakan perdu yang pertumbuhannya memanjat. Tinggi batang dapat
mencapai 2,5 m. Batang sebesar jari kelingking, berbintil-bintil rapat, rasanya pahit.
Daun brotowali merupakan daun tunggal, berbentuk jantung dengan ujung meruncing,
tepi daun rata, tulang daun menjari, berwarna hijau muda. Panjang daun 7
– 12 cm dan lebar 5 – 10 cm. Panjang tangkai daun 3 – 11 cm dengan pangkal bengkok dan
membesar. Bunga brotowali berwarna hijau keputihan dan berbentuk tandan semu.

Syarat Tumbuh
Brotowali dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian
1.700 m di atas permukaan laut. Tanaman ini biasanya tumbuh liar di hutan, ladang, atau
halaman rumah. Brotowali menyukai tempat terbuka dan membutuhkan banyak sinar matahari.

Budidaya Tanamanan
Penyiapan Lahan
Penyiapan lahan tempat pembudidayaan brotowali sebaiknya disiapkan sebulan sebelum
tanam, yaitu dengan membuat lubang tanam atau alur tanam dengan ukuran 20 cm x 20 cm x 30
cm. Pada setiap lubang tanam dipupuk dengan pupuk kandang sebanyak 0,5 – 1 kg yang
dicampur dengan tanah atau dibenamkan pada alur-alur tanam.
Tanaman brotowali membutuhkan tiang panjat agar pertumbuhannya baik. Tiang panjat
dapat ditanam di samping lubang tanam sebelum penanaman brotowali. Tiang panjat dapat
berupa panjatan hidup atau mati. Panjatan hidup dapat menggunakan tumbuhan yang
pertumbuhannya relatif cepat dan kuat.
Penyiapan Bibit
Tanaman brotowali biasanya diperbanyak dengan stek batang agar pertumbuhan tanaman
seragam. Stek batang diambil dari batang yang sehat dan cukup tua. Panjang stek batang 5 cm,
10 cm, atau 15 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang stek terbaik adalah 10 cm.
Sebelum ditanam ke lapangan, stek ditanam di polibeg yang berisi media tanam
campuran pupuk kandang dan tanah dengan perbandingan 1 : 1. Stek batang ditunaskan selama 3
– 4 minggu. Untuk mempercepat pertumbuhan tunas dapat digunakan atonik atau air kelapa.
Stek yang dipindahkan ke lapangan adalah stek yang pertumbuhannya sehat dan seragam.

Penanaman
Pemindahan bibit dari polibeg ke lapangan adalah dengan cara menyobek salah satu
bagian polibeg. Bibit dipindahkan ke lubang tanam dengan hati-hati. Tanah di sekitar bibit
dipadatkan agar bibit tetap kokoh. Untuk menjaga kelembaban tanah dan menghambat
pertumbuhan gulma sebaiknya diberi mulsa berupa jerami, serasah atau daun-daun kering. Jarak
tanam brotowali yang dianjurkan adalah 1 m x 1 m.

Pemeliharaan
Pupuk yang digunakan sebaiknya adalah pupuk organik dapat berupa pupuk kandang
atau kompos. Pemberian pupuk kimia dikhawatirkan akan mempengaruhi kandungan tanaman.
Penyiangan gulma dilakukan pada umur 1 bulan setelah tanam atau disesuaikan dengan
pertumbuhan gulma. Penyiangan gulma sebaiknya tidak menggunakan herbisida, tetapi secara
manual yaitu dengan mencabut gulma yang mengganggu pertumbuhan tanaman.
Apabila digunakan panjatan hidup, pemangkasan cabang dan daun tanaman perambat
harus dilakukan secara rutin, sehingga tidak mengganggu pertumbuhan brotowali. Pengaturan
arah pertumbuhan batang brotowali sebaiknya ditata agar pertumbuhan cabang teratur sehingga
memudahkan pemanenan. Untuk menarik dan melekatkan sementara cabang-cabang yang
menjuntai dapat digunakan tali plastik atau tali rafia. Cara perambatan gantung ini akan
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perambatan bebas pada tanaman
perambat.
Jamur Cercosporella dioscoreophylli sering menimbulkan penyakit bercak bertepung
pada daun brotowali. Pada daun tanaman yang terserang jamur ini terlihat bercak kuning.
Penyakit ini tidak menyebabkan kematian tanaman, tetapi membuat bentuk daun tidak sempurna.
Penyakit ini dapat dilakukan dengan cara mengurangi kerimbunan tanaman perambat agar
kelembaban berkurang khususnya dari embun atau sisa air hujan yang menempel di permukaan
daun. Jamur Colletotrichum sp. dan Trichocladium sp. juga dapat menyerang batang brotowali.
Batang yang terserang akan berwarna coklat dan akhirnya menjadi kering.
Hama yang sering mengganggu brotowali adalah Othreis fullonia yaitu ulat pemakan
daun. Serangan hama ini menyebabkan daun rontok sehingga mengganggu pertumbuhan
tanaman. Hama ini dapat dikendalikan dengan menggunakan ekstrak mimba. Penyemprotan
dilakukan 2 minggu sebelum panen.

Panen dan Pascapanen


Batang brotowali dapat dipanen apabila warnanya coklat kehitaman. Panen dapat
dilakukan dengan cara memangkas batang. Untuk mendapatkan simplisia brotowali, batang
dipotong kasar lalu dikeringkan.

Kandungan Kimia
Kandungan kimia brotowali adalah alkaloid, damar lunak, pati, glikosida pikroretosid, zat
pahit pikroretin, harsa, berberin dan palmatin. Akar brotowali mengandung alkaloid dan
kolumbin.

Efek Farmakologis dan Hasil Penelitian


Efek farmakologis brotowali adalah menghilangkan rasa sakit (analgetik), penurun panas
(antipiretik) dan melancarkan meridian.
Hasil penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan efek farmakologis brotowali
adalah :
• Ekstrak methanol dari brotowali mempunyai daya anti bakteri terhadap kuman
S. aureus (Lam Retta Tiurnida, 1996. FF UNAIR)
Ekstrak brotowali yang difraksinasi dengan kloroform menghambat terjadinya reaksi
anafilaksis kutan aktif. Efek yang diberikan meningkat dengan semakin

besarnya dosis dari 100 mg/kg bb. Sampai 800 mg/kg bb (Elfanetti, 1995, JF FMIPA
UNAND)

Khasiat dan Cara Pemakaian


1. Infeksi saluran kencing, susah kencingBahan : Batang brotowali kering 15 g,
gandarusa kering 10 g, sidaguri kering 5 g,
kunyit 10 g, madu secukupnya. Pemakaian : Semua bahan dicuci bersih, kemudian
direbus dengan 8 gelas air hingga tersisa 4 gelas. Kemudian disaring dan diminum dalam
keadaan hangat. Dianjurkan minum ramuan 1 jam sebelum makan 3 kali sehari, yaitu pagi, siang,
dan sore hari (Mahendra, 2005).
2 Demam kuning (icteric)Bahan : Batang brotowali 1 jari dan madu secukupnya.
Pemakaian : Batang brotowali dicuci bersih, dipotong-potong, direbus dengan 3 gelas air sampai
menjadi 1 ½ gelas. Diminum dengan madu secukupnya. Sehari 2 x ¾ gelas (Wijayakusuma,
1994).
3. Kencing manisBahan : Brotowali kering 10 g, sambiloto kering 10 g, daun sendok
kering 10 g,
ciplukan kering 10 g. Pemakaian : Semua bahan dicuci bersih, kemudian direbus dengan
8 gelas air hingga tersisa 4 gelas. Kemudian disaring dan diminum dalam keadaan hangat.
Dianjurkan minum ramuan 1 jam sebelum makan 3 kali sehari, yaitu pagi, siang, dan sore hari
(Mahendra, 2005).
3 Kudis (scabies)
Bahan : Batang brotowali 3 jari, belerang sebesar kemiri, minyak kelapa

secukupnya
Pemakaian : Batang brotowali
dan belerang dicuci bersih,
ditumbuk halus, diremas dengan
minyak kelapa. Dipakai untuk
melumas kulit yang terserang
(Wijayakusuma, 1994).

KAYU MANIS (Cinnamomum burmannii (Ness.) Bl)


Klasifikasi Tanaman

Kingdom : Plantae
Divisio : Spermathophyta
Sub
: Angiospermae
division
Class : Dicotyledonae
Ordo : Ranales
Family : Lauraceae
Genus : Cinnamomum
Species : Cinnamomum burmannii (Ness.) Bl

Nama
Daerah : Sumatera : holim, holim manis, padang kulik manih, kayu manis, kanigar,
modang siak-siak. Jawa : huru mentek, ki amis, manis jangan, kanyegar Nusatenggara :
kasingar, kecingar, cingar, onte, kuninggu, puundinga
Asing : cinnamon tree, kaneelkassia, yin xiang pi (Cina)

Deskripsi Tanaman
Tinggi tanaman kayu manis berkisar antara 5 – 15 m, kulit pohon berwarna abu-abu tua
berbau khas, kayunya berwarna merah coklat muda.
Daun tunggal, kaku seperti kulit, letak berseling, panjang tangkai daun 0,5 – 1,5 cm,
dengan 3 buah tulang daun yang tumbuh melengkung. Bentuk daun elips memanjang, panjang 4
– 14 cm, lebar 1,5 – 6 cm, ujung runcing, tepi rata, permukaan atas licin warnanya hijau,
permukaan bawah bertepung warnyanya keabu-abuan. Daun muda berwarna merah pucat.
Bunganya berkelamin dua atau bunga sempurna dengan warna kuning. Ukurannya kecil.
Kelopak bunga berjumlah 6 helai dalam dua rangkaian. Bunga ini tidak bertajuk bunga. Benang
sarinya besrjumlah 12 helai yang terangkai dalam empat kelompok, kotak sarinya beruang
empat. Persariann berlangsung dengan bantuan serangga.
Buahnya buah buni berbiji satu dan berdaging. Bentuknya bulat memanjang. Warna buah
muda hijau tua dan buah tua ungu tua. Panjang buah sekitar 1,3 – 1,6 cm, dan diameter 0,35 –
0,75 cm. Panjang biji 0,84 – 1,32 cm dan diameter 0,59 - ,68 cm.

Syarat Tumbuh
Ketinggian tempat penanaman kayu manis dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman
serta kualitas kulit seperti ketebalan dan aroma. Kayu manis dapat tumbuh pada ketinggian
hingga 2.000 m dpl. Cinnamomum burmannii akan berproduksi baik bila ditanam di daerah
dengan ketinggian 500 – 1.500 m dpl.
Kayu manis menghendaki hujan yang merata sepanjang tahun dengan jumlah cukup,
sekitar 2.000 – 2.500 mm/tahun. Curah hujan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan hasil panen
rendemennya terlalu rendah.
Daerah penanaman sebaiknya bersuhu rata-rata 25°C dengan batas maksimum 27°C dan
minimum 18°C. Kelembaban yang diinginkan 70 – 90 %, semakin tinggi kelembabannya maka
semakin baik pertumbuhannya. Sinar matahari yang dibutuhkan tanaman 40 – 70%.
Kayu manis akan tumbuh baik pada tanah lempung berpasir, banyak humus, remah, kaya
bahan organik dan berdrainase baik. pH tanah yang sesuai 5,0 – 6,5.

Budidaya Tanaman
Penyiapan Lahan
Lahan yang akan dijadikan tempat budidaya kayu manis dicangkul dengan kedalaman
lebih dari 20 cm. Lahan harus dibersihkan dari semak dan gulma.
Lubang tanam dibuat dengan ukuran 60 cm x 60 cm x 60 cm. Jarak tanam yang
dianjurkan adalah 4 m x 4 m atau 5 m x 5 m. Di Sumatera Barat, petani melakukan penanaman
dengan jarak tanam yang lebih rapat yaitu 1,5 m x 1,5 m, 2 m x 2 m dan 3 m x 3 m. Jarak tanam
yang terlalu rapat akan menyebabkan produksi dan kualitas kulit rendah.

Penyiapan Bibit
Kayu manis dapat diperbanyak dengan biji. Pembibitan dapat dilakukan di bedengan atau
menggunakan polibeg. Biji yang disemaikan pada bedengan dapat dipindahkan ke lahan setelah
1 – 2 bulan atau sudah tumbuh sekitar dua helai daun. Bila menggunakan polibeg, media tanam
yang digunakan adalah campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 2. Biji kayu
manis akan berkecambah dalam waktu 1 – 2 minggu. Setelah 4 – 6 bibit telah berdaun 2 – 4 helai
dan siap dipindahkan ke lapangan.

Penanaman
Lubang tanam yang telah disiapkan diberi pupuk kandang sebanyak 1 kg/lubang tanam.
Apabila pembibitan dilakukan dengan menggunakan polibeg, bibit dimasukkan ke lubang tanam,
polibeg disobek dengan hati-hati agar akar yang membungkus akar tidak ambruk. Kemudian
tanah di sekitar bibit dipadatkan agar pertumbuhannya kokoh. Pada saat penanaman diusahakan
agar leher akar tidak tertimbun tanah.
Waktu tanam dilakukan pada awal musim hujan dan kira-kira sebulan sebelumnya lubang
tanam telah disiapkan.

Pemeliharaan
Selain pupuk kandang yang diberikan pada lubang tanam saat penanaman juga diberikan
urea 50 kg/ha, setelah berumur 4 bulan diberikan lagi urea 50 kg/ha. Pupuk TSP atau SP-36
diberikan pada saat tanam dengan dosis 150 kg/ha dan pupuk KCl dengan dosis 200 kg/ha juga
diberikan pada saat tanam.
Penyulaman dilakukan pada tanaman yang mati atau pertumbuhannya tidak normal. Bibit
yang digunakan untuk menyulam sebaiknya berumur sama.
Pemberantasan gulma dilakukan secara rutin biasanya 2 – 4 kali setahun. Untuk menjaga
kesuburan tanah di sekeliling tanaman dalam dilingkaran tajuk, pembumbunan juga harus
dilakukan secara rutin.
Penyakit yang sering menyerang tanaman kayu manis adalah kanker batang yang
disebabkan jamur Phytophtora cinnamomi. Gejala yang ditimbulkan penyakit ini batang terlihat
menjadi bengkak dengan lebar 1 – 5 cm atau berupa garis-garis. Pengendalian dapat dilakukan
dengan cara memotong atau mengupas bagian kulit batang yang terserang, bekas luka diberi ter,
dilumuri TB 192 atau diberi larutan fungsida Dithane 45. Hama yang sering menyerang adalah
Rynchytes sp yang mengakibatkan kematian pucuk, pengendalian dapat dilakukan dengan
insektisida Azodrin.

Panen dan Pascapanen


Saat panen terbaik ditandai oleh warna daun yang sudah menjadi hijau tua. Semakin tua
umur tanaman maka hasil kulit kayu manis akan lebih tebal. Panen pertama pada kayu manis
dilakukan pada umur 8 tahun.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk pemanenan kayu manis, yaitu :
1 Batang ditebang sekaligus kemudian dikuliti.
2 Cara situmbuk, yaitu 2 bulan sebelum ditebang seluruh kulit batang dikupas setinggi 80 –
100 cm dan dimulai kira-kira 5 cm dari leher akar. Setelah 2 bulan, batang kayu manis ditebang.
Cara pemanenan seperti ini akan merangsang tunas baru yang akan dipelihara sebagai tanaman
baru,
3 Batang dipukul-pukul dengan benda keras (kayu atau bambu) beberapa kali atau
seperlunya sebelum ditebang. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kulit yang tebal dan mudah
mengelupas.
4 Cara Vietnam, yaitu dengan memotong bagian batang berselang-seling dengan ukuran 10
cm x 30 cm dan 10 cm x 60 cm. Setelah kulit hasil panen pertama bertaut maka dapat dilakukan
pemanenan berikutnya.

Setelah dipanen, kulit kayu manis langsung dikeringkan dengan sinar matahari selama 2
– 3 hari atau dengan menggunakan alat pengering. Selama proses pengeringan, kulit kayu manis
akan menggulung secara alami. Kulit dinyatakan kering kalau bobotnya sudah susut sekitar 50%.

Kandungan Kimia
Kayu manis mengandung minyak atsiri, eugenol, safrole, cinnamaldehyde, tannin,
kaqlsium oksalat, damar, zat penyamak.
Efek Farmakologis dan Hasil Penelitian
Kayu manis memiliki efek farmakologis sebagai berikut peluruh kentut (karminatif),
peluruh keringat (diaforetik), antirematik, meningkatkan nafsu makan (stomakik),
menghilangkan sakit (analgetik). Sifat kimiawinya pedas, sedikit manis, hangat dan wangi.

Khasiat dan Cara Pemakaian


1. Batuk Bahan : Kulit kayu manis 2 jari, daun sirih 3 lembar, cengkeh 3 buah, gula batu
secukupnya Pemakaian : Semua bahan digodok dengan 3 gelas air sampai tersisa 1
gelas. Setelah dingin disaring lalu diminum (Wijayakusuma, dkk, 1994).

2. Tekanan darah tinggi


Bahan : Kulit kayu manis 1 jari, asam trengguli 2 jari, cekur 1 ½ jari, daun sena ¼ genggam,
daun saga manis ¼ genggam, daun kaki kuda ¼ genggam, gula enau 3 jari
Pemakaian : Semua bahan dicuci kemudian dipotong-potong seperlunya, digodok dengan 3 gelas
air sampai tersisa 2 ¼ gelas. Setelah dingin disaring, lalu diminum 3 kali sehari ¾ gelas
(Wijayakusuma, dkk, 1994).

3. Asam urat Bahan : Kayu manis 1 jari, biji pala 5 g, kapulaga 5 butir, cengkeh 5 butir,
ubi jalar
merah 200 g, merica 10 butir, jahe merah 15 g, susu cair 200 cc. Pemakaian : Semua
bahan kecuali susu direbus dengan 1.500 cc air sampai tersisa 500 cc. Kemudian disaring dan
ditambahkan susu untuk diminum.
2 Diare Bahan : Kayu manis 5 g, daun jambu biji 5 lembar Pemakaian : Kayu manis dan
daun jambu biji direbus dengan 600 cc air dan biarkan hingga tersisa 300 cc. Air yang telah
disaring ditambah gula secukupnya, kemudian diminum dua kali sehari 150 cc.

KINA (Chinchona spp.)


Klasifikasi Tanaman
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermathophyta
Sub
: Angiospermae
division
Class : Dicotyledonae
Ordo : Rubiales
Family : Rubiaceae
Genus : Chinchona
Species : Chinchona spp.

Nama
Daerah : kina, kina merah, kina kalisaya, kina ledgerina
Asing : cinchona

Deskripsi Tanaman
Kina merupakan tanaman obat yang berasal dari Amerika Selatan di sepanjang
pegunungan Andes yang meliputi wilayah Venezuela, Colombia, Equador, Peru sampai Bolivia.
Daerah tersebut meliputi hutan-hutan pada ketinggian 900 – 1.300 m dpl. Bibit tanaman kina
yang masuk ke Indonesia tahun 1852 berasal dari Bolivia, tetapi tanaman kina yang tumbuh dari
biji akhirnya mati. Pada tahun 1854 500 bibit kina didatangkan Bolivia ditanam di Cibodas dan
tumbuh 75 pohon yang terdiri atas 10 klon.
• Chinchona succirubra
Tanaman berupa pohon dengan tinggi hingga 17 m, cabang berbentuk galah yang bersegi 4 pada
ujungnya, mula-mula berbulu padat dan pendek kemudian agak gundul dan berwarna merah.
Daun letaknya berhadapan dan berbentuk elips, lama kelamaan menjadi lancip atau bundar,
warna hijau sampai kuning kehijauan, daun gugur berwarna merah. Tulang daun terdiri dari 11 –
12 pasang, agak menjangat, berbentuk galah, daun penumpu sebagian berwarna merah, sangat
lebar. Ukuran daun panjang 24 – 25 cm, lebar 17 – 19 cm. Kelopak bunga b erbentuk tabung,
bundar, bentuk gasing, bergigi lebar bentuk segitiga, lancip. Bunga wangi, bentuk bulat telur
sampai gelendong.
• Chinchona calisaya
Letak daun berhadapan, bentuk bundar sungsang lonjong, panjang 8 – 15 cm, lebar 3
– 6 cm, permukaan bagian bawah berbulu halus seperti beludru terutama pada daun yang masih
muda, panjang tangkai 1 – 1,5 cm. Daun penumpu lebih panjang dari tangkai daun, bila sudah
terbuka daun penumpu akan gugur. Bunga bentuk malai, berbulu halus, bunga mengumpul di
setiap ujung perbungaan, kelopak bentuk tabung dan bergigi pada bagian atasnya. Bunga bentuk
bintang, berbau wangi dengan ukuran panjang 9 mm, helaian mahkota bunga bagian dalam
berwarna merah menyala, berbulu rapat dan pendek, panjang benang sari setengah bagian tabung
bunga. Buah berwarna kemerahan bila masak, bentuk seperti telur, panjang 4 mm dan bersayap.
• Chinchona ledgeriana
Tinggi pohon antara 4 – 10 m, cabang bentuk segi empat, berbulu halus atau lokos. Daun elips
sampai lanset, bagian pangkal lancip dan tirus, ujung daun lancip dan jorong, helaian tipis,
berwarna ungu terang tetapi daun muda berwarna kemerahan, tangkai daun tidak berbulu,
berwarna hijau atau kemerahan, panjang tangkai 3 – 6 mm. Panjang daun 25,5 – 28,5 cm, lebar 9
– 13 cm, namun adakalanya panjang 7 cm dan lebar 2 cm. Daun penumpi bundar sampai lonjong
panjang 17 – 32 mm tidak berbulu. Mahkota bunga berwarna kuning agak putih dan berbau
wangi, bentuk melengkung dengan ukuran panjang 8 – 12 mm. Panjang malai 7 – 18 cm dan
gagang segi empat sangat empat sangat pendek dan berbulu rapat. Kelopak bunga bentuk limas
sungsang 3 – 4 mm, tabung tebal ditutupi bulu warna putih, tabung mahkota bunga bagian
luarnya berbulu pendek tapi bagian dalamnya gundul dengan 5 sudut. Tangkai sari tidak ada.
Buah lanset sampai bulat telur dengan ukuran panjang 8 – 12 mm dan lebar - 4 mm. Biji lonjong
sampai lanset, panjang 4 – 5 mm.
Di Indonesia hanya 2 spesies yang penting yaitu C. succirubra (kina succi) yang dipakai
sebagai batang bawah dan C. ledgriana (kina ledger) sebagai bahan tanaman batang atas. Klon-
klon unggul yang dianjurkan antara lain Cib 6, KP 105, KP 473, KP 484 dan QRC.

Syarat Tumbuh
Di Indonesia kina biasanya dibudidayakan pada daerah dengan ketinggian 800
– 2.000 m dpl, ketinggian optimum untuk budidaya kina adalah 1.400 – 1.700 m dpl. Curah
hujan yang ideal adalah 2.000 – 3.000 mm/tahun dan merata sepanjang tahun. Tanaman ini akan
tumbuh baik pada suhu antara 13,5 - 21°C dan membutuhkan penyinaran matahari yang tidak
terlalu terik. Hasil penelitian menyatakan bahwa kulit batang atau cabang yang banyak menerima
sinar matahari akan menghasilkan alkaloida yang lebih rendah dibandingkan dengan yang berada
di tempat teduh, lebihlebih kalau kulit batang atau kulit cabang tersebut tertutup dengan lumut
maka kadar alkaloida meningkat lebih banyak lagi. Kelembaban udara harian minimum dalam
satu tahun 68% dan 97%. Angin kencang yang lama dapat menyebabkan banyak kerusakan
karena patahnya cabang dan gugurnya daun.
Tanah yang sesuai untuk budidaya kina adalah tanah yang subur, gembur, banyak
mengandung bahan organik, tidak bercadas dan berbatu. pH tanah yang dibutuhkan berkisar
antara 4,6 – 6,5 dengan pH optimum 5,8.

Budidaya Tanaman
Penyiapan Lahan
Lahan yang akan ditanami kina terlebih dahulu dibersihkan dari gulma dan sisa-sisa-sisa
tanaman. Pengolahan tanah yang pertama dilakukan dengan pencangkulan tanah sedalam 60 cm,
pengolahan tanah kedua dilakukan 2 – 3 minggu kemudian sedalam 40 cm. Pada pertanian
organik, bersamaan dengan pengolahan tanah kedua ditebar pupuk kandang atau kompos sekitar
50 – 60 ton/ha sebagai pupuk dasar.
Kemudian dilakukan pengukuran dan pematokan dengan memberi tanda setiap 20 m ke
arah mendatar, ke arah kemiringan atas dan bawah, sehingga terbentuk petakan-petakan seluas
2
20 m x 20 m = 400 m yang disebut satu patok. Pengapuran perlu dilakukan jika pH tanah lebih
rendah dari 4,5 dengan dosis kapur sesuai dengan kebutuhan. Kapur berupa dolomit atau kalsit
dicampurkan merata 100 g/lubang.

Penyiapan Bibit
Kina umumnya diperbanyak dengan cara vegetatif, yaitu semai sambung, stek sambung,
semai ledger, dan stek ledger. Di Indonesia biasanya digunakan cara stek sambung, langkah-
langkahnya sebagai berikut :
• Batang bawah succi
Berasal dari batang bawah muda atau tunas-tunas dari bekas-bekas tebangan, bukan dari
cabang. Pohon induk yang baik dipilih dari pohon yang pertumbuhannya cepat dan mudah
berakar dalam penyetekan. Bahan stek diambil setelah tunas berumur 8 – 12 bulan dan
diameter sebesar pinsil.
• Batang atas ledger
Pohon induk batang atas ledger dipilih dari klon-klon yang dianjurkan. Pohon induk ditanam
pada jarak 1,25 cm x 1,25 cm, lokasi kebun dipilih yang datar, dekat tempat pembibitan.
Pohon induk yang siap diambil stek pada umur 3 – 5 tahun.
•Bahan tanaman dan penyambungan Batang bawah succi yang baik diambil dari pertumbuhan
tunas berumur 10 – 12 bulan yang dipotong pada pohon induk sampai pangkal pangkasan.
Semua daun dibuang, batang dibungkus dengan batang pisang dan sisimpan di tempat teduh.
Bahan stek diambil dari bagian batang yang masih berair, berwarna coklat muda dan agak
tua. Batang dipotong miring 45 - 60° menjadi stek-stek berukuran 10 cm dengan satu mata
tunas. Bagian sisi ujung atas batang bawah dibelah sedalam 1,5
– 2,0 cm untudk menyelipkan batang atas. Pohon induk batang atas ledger terbaik berumur 3
– 5 tahun setelah pemangkasan. Batang atas hanya diambil pucuknya sekitar 12 cm, terdiri
dari 3 – 4 ruas paling ujung. Pangkal pucuk dipotong runcing sepanjang 2 cm. Batang atas
diselipkan ke belahan batang bawah, diikat dengan tali bambu.
• Media tanam Pembibitan stek sambung menggunakan polibeg berukuran 12 x 25 cm. Pada
sekeliling dan di tengah polibeg diberi lubang-lubang. Media tanam berupa tanah andosol
dengan pH 4,6 – 6,0 yang diisikan ke dalam polibeg sebanyak 2/3 bagiannya. Sebelumnya
3
tanah disterilkan dengan larutan Trimaton 150 ml/15 l atau Vapam 250 ml/15 l untuk 1 m .
•Penanaman stek Media dalam polibeg disiram sampai lembab, oleskan Rootone-F pada ujung
batang stek sambung, lalu tanamkan pada media sedalam 5 cm. Padatkan tanah di sekitar stek
supaya tanaman tegak.
•Penyungkupan Bedengan diberi sungkup plastik dengan rangka dari bambu, besi atau kawat
dengan jari-jari 50 – 70 cm. Sungkup jangan bocor dan air hujan yang menggenangi plastik
harus dibuang.
•Pemeliharaan Penyiraman dilakukan 3 – 4 minggu sekali. Sungkup dibuka setelah stek berumur
3 – 4 bulan dan tinggi 20 – 25 cm. Pembukaan dilakukan secara bertahap. Jika hujan,
sungkup ditutup. Pada bulan ke-6 sungkup dibuka sama sekali dan pada bulan ke-7 dilakukan
seleksi bibit. Bibit diberi pupuk daun Gandasil atau Bayfolan 0,2 – 0,3% setiap minggu dan
urea 0,2%. Pemupukan hanya dilakukan pada bibit yang pertumbuhannya lambat sebanyak 1
– 5 g NPK/polibeg.
Penyiangan dilakukan secara manual, atau penyemprotan pestisida jika ada gejala serangan.
• Pindah tanam
Bibit dapat dipindahkan ke lahan setelah berumur 10 – 12 bulan, tinggi 40 – 50 cm, dan akar
sudah mencapai dasar polibeg.

Penanaman
Pola tanam tergantung topografi lahan. Tiga macam jarak tanam yaitu jarak tanam rapat
75 x 75 cm, jarak tanam menengah 100 x 100 cm, dan jarak tanam lebar 125 x 125 cm. Lubang
tanam berukuran 20 cm x 20 cm x 40 cm untuk bibit polibag.
Polibeg dibuka dengan cara menyobek lalu bibit ditanm bersama medianya, disangga
dengan belahan bambu, ditimbun dengan tanah dan tanah di sekitar batang dipadatkan dan
tanaman disiram.
Untuk memperbaiki iklim mikro dan penutup tanah digunakan legume Crotalaria atau
Tephrosia yang ditanam selama 3 tahun.
Penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan yaitu pada bulan September dan
biasanya dilakukan bila sinar matahari tidak terlalu terik untuk menghindari penguapan yang
terlalu banyak.
Pemeliharaan
Pupuk organik berupa kompos untuk tanaman muda diberikan secara rutin setiap 2 – 3
bulan sekali sebanyak 5 – 7 kg/tanaman, untuk tanaman yang berumur lebih dari 3 tahun pupuk
kompos diberikan setiap 6 bulan sekali sebanyak 10 – 12 kg/tanaman. Pupuk organik diberikan
di sekitar batang di daerah perakaran bersamaan dengan pekerjaan pembumbunan dan
penyiangan.
Pupuk konvensional dapat diberikan sebagai berikut :
Tanaman muda : 1 tahun : urea 108 kg, TSP 62 kg, KCl 30 kg dan Kieserit 19 kg. 2 tahun
: urea 173 kg, TSP 83 kg, KCl 40 kg dan Kieserit 37 kg. 3 tahun : urea 217 kg, TSP 124 kg, KCl
60 kg dan Kieserit 37 kg. 4 tahun : urea 325 kg, TSP 125 kg, KCl 80 kg dan Kieserit 56 kg.
Tanaman dewasa : 5 tahun : urea 390 kg, TSP 186 kg, KCl 80 kg dan Kieserit 56 kg.

6 tahun : urea 390 kg, TSP 186 kg, KCl 80 kg dan Kieserit 56 kg.
7 tahun ke atas : urea 433 kg, TSP 207 kg, KCl 100 kg dan Kieserit 75 kg. Pupuk kieserite
diberikan jika ada gejala kekurangan Mg. Pemupukan dilakukan pada saat curah hujan terakhir
antara 100 – 300 mm, dilaksanakan dua kali setahun.
Hama yang sering menyerang tanaman kina antara lain ulat jengkal (Boarmia bhumitra,
Antitrygoides divisaria, Hyposidra talaca), penggerek cabang merah (Zeuzera coffeae) yang
menyerang cabang dan ranting hingga layu dan mudah patah, penggerek pangkal batang (Phasus
damo) yang menyebabkan kerusakan pada leher akar dan dapat menyebabkan kematian tanaman,
penggerek cabang (Xyleberus sp), penggerek pucuk (Alcalides chinchonae) yang menyebabkan
pucuk mati, kutu putih (Pseudaulacaspis pentagona), helopeltis (Helopeltis theivora, H. antonii)
yang menyerang daun dan pucuk tanaman. Hama dapat dikendalikan dengan penyemprotan
pestisida yang sesuai atau pengendalian secara mekanis dengan cara memusnahkan telur dan
kupu atau memangkas cabang atau ranting yang terserang.
Penyakit yang menyerang kina antara lain kanker batang (disebabkan Phytophora sp),
penyakit jamur upas (Upasia salmonicolor), penyakit mopog (Rhizoctonia solani). Penyakit yang
menyerang kina dapat dikendalikan dengan menyemprotan fungisida yang sesuai.
Pada pertanian organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia, pengendalian hama
dan penyakit dapat dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami, menggunakan varietas unggul
yang tahan serangan hama dan penyakit, rotasi tanaman, memperbaiki teknik budidaya, serta
pengunaan pestisida dan pestisida nabati.
Panen dan Pascapanen
Bagian tanaman kina yang biasa diambil hasilnya adalah bagian kulit batang, dahan,
cabang dan ranting. Produk ranting dapat dimulai saat tanaman berumur 6 – 7 tahun (sebelum
tebangan), dengan bagian yang terkecil yang diambil adalah kulit cabang yang diameternya lebih
dari 1 cm. Ranting yang diameternya kurang dari 1cm memiliki kadar kini sulfat (SQ) yang
rendah dan biaya pengambilan relatif mahal. Umur tanaman yang siap panen untuk panen cara
tebangan adalah 9 – 11 tahun dan untuk panen cara penjarangan adalah 3 ½ , 5, 6, 7, 8, 12, 18,
dan 24 tahun dengan jumlah tanaman yang dicabut adalah 12,5% dari total tanaman.
Panen cara tebangan adalah tanaman kina ditebang hati-hati dengan gergaji pada
ketinggian 20 – 30 cm dari sambungan atau leher akar dengan kemiringan 45°. Batang kina dari
batas ini dipotong sampai ketinggian 2 m. Kulit kina dilepaskan dari batang dengan cara dipukul-
pukul. Panen tebangan pertama disebut Stumping 1. Dari tunggul diharapkan tumbuh tunas-tunas
baru dan dipelihara maksimum 4 tunas untuk dipanen berikutnya. Panen berikut disebutnya
disebut stumping 2 dan seterusnya. Setelah 4 kali stumping, tanaman dibongkar. Panen tebangan
yang baik pada awal musim penghujan, hindari terik matahari.
Panen cara tebangan dilakukan dengan cabutan untuk memanen secara bertahap dalam
persentase yang telah direncanakan. Pemilihan tanaman yang akan dibongkar tergantung
persentase panenan setiap periode. Apabila tanaman akan dibongkar adalah 10%, maka dari 10
tanaman diambil 1 tanaman secara rata-rata.
Pemanenan biasanya dilakukan secara bertahap yaitu pada saat dilakukan pemangkasan
cabang dan batang dan pemangkasan batang utama. Pemanenan sebaiknya dilakukan saat musim
kemarau pada pagi hari agar hasil panen dapat langsung dikeringkan dengan cara menjemur di
bawah terik matahari agar hasil panen tidak berjamur.
Batang yang telah dipanen dikumpulkan di tempat teduh, dibersihkan dari ranting kecil
dan daun-daun, kemudian dipotong-potong sepanjang 40 – 50 cm untuk diambil kulitbatangnya.
Apabila masih terlihat kotor kulit batang dibilas dengan air bersih, kemudian ditiriskan dan
ditempatkan dalam wadah plastik.
Pengeringan dengan sinar matahari dapat dilakukan dengan cara menghamparkan kulit
batang di atas tikar atau rangka pengering, pastikan bahan tidak saling menumpuk, kemudian
dibolak-balik setiap 4 jam sekali. Pengeringan dilakukan 2 – 3 hari atau setelah kadar airnya di
bawah 8%. Pengeringan dengan oven menggunakan suhu 50 - 60°C, kulit batang diletakkan di
atas tray oven dan dialasi dengan kertas koran. Setelah pengeringan, timbang jumlah yang
dihasilkan. Bahan yang sudah kering dipisahkan dari benda-benda asing dan kotoran lainnya,
kemudian ditimbang jumlah bahan hasil ini untuk mengetahui rendemennya.
Bahan dikemas dalam wadah bersih dan kedap udara berupa kantong plastik atau karung.
Berikan label pada wadah yang menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu,
nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanan. Gudang
penyimpanan harus memiliki ventilasi yang baik, tidak bocor, terhindar dari kontaminasi bahan
lain yang dapat menurunkan kualitas bahan, memiliki penerangan cukup, bersih, dan bebas dari
hama gudang.

Kandungan Kimia
Kina mengandung alkaloida sekitar 8,5 – 9%, 20 – 40% daripadanya adalah kinina,
sinkonina, sinkonidina, dan alkaloida lainnya 9%, kintanat, asam kina, asam tanat, damar dan
malam.

Efek Farmakologis dan Hasil Penelitian


Kina memiliki efek farmakologis sebagai berikut antipiretik (obat demam), antimalaria
(obat malaria), amara (penambah nafsu makan)

Khasiat dan Cara Pemakaian


Malaria
Bahan : Kulit batang kina 3 jari dan madu/gula secukupnya Pemakaian : Kulit batang kina
direbus di dalam 3 gelas air hingga tinggal 1 ½ gelas. Setelahdisaring dan diberi madu atau gula,
air rebusan tersebut dapat diminum sebanyak ¾ gelas. Dianjurkan untuk meminumnya 3 kali
sehari.

Soal Latihan
1 Jelaskan kondisi lingkungan yang dibutuhkan tanaman brotowali!
2 Hama dan penyakit apa saja yang sering menyerang tanaman brotowali, gejala serangan
dan cara pengendaliannya?
3 Jelaskan pasca panen untuk mendapatkan simplisia brotowali!
4 Pupuk apa saja yang dapat diberikan pada budidaya kayu manis dan dosis yang
dianjurkan?
5 Panen kayu manis dapat dilakukan dengan beberapa cara. Jelaskan cara panen tersebut!
6 Jelaskan cara panen pada tanaman kina !
7 Kina banyak digunakan untuk mengobati malaria. Jelaskan cara pembuatannya

dan cara pemakaiannya !

Daftar Pustaka

Dalimartha, S. 2005. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 1. Trubus Agriwidya. Jakarta. 170
hlm.

Dalimartha, S. 2005. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2. Trubus Agriwidya. Jakarta. 214
hlm.

Dalimartha, S. 2005. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3. Trubus Agriwidya. Jakarta. 198
hlm.

Departemen Kesehatan RI. 2000. Penelitian Tanaman Obat di Beberapa Perguruan Tinggi di
Indonesia. Depatemen Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi. Jakarta. 294 hlm.

Djauhariya, E. dan Hernani. 2004. Gulma Berkhasiat Obat. Penebar Swadaya. Jakarta. 127 hlm.

Effendi, S. 1982. Ensiklopedi Tumbuh-Tumbuhan Berkhasiat Obat yang Ada di Bumi


Nusantara. Karya Anda. Surabaya. 355 hlm..

http://www.google.com/[pdf]Tanaman Kina Sebagai Obat.

Kartasapoetra, G. 1992. Budidaya Tanaman Berkhasit Obat. Rineka Cipta. Jakarta. 135 hlm.

Lubis, S. 1983. Mengenal Apotik Hidup Obat Asli Indonesia. Bahagia. Pekalongan. 212 hlm.

Mahendra, B. 2005. 13 Jenis Tanaman Obat Ampuh. Penebar Swadaya. Jakarta. 139 hlm.

Novizan. 2002. Memuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan. Agromedia Pustaka.
Jakarta.

Rismunandar dan F.B. Paimin. 2001. Kayu Manis Budidaya dan Pengolahannya. Penebar
Swadaya. Jakarta. 120 hlm.

Siswanto, Y.W. 2004. Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat Komersial. Penebar Swadaya.
Jakarta. 99 hlm.
Sutedjo, M.M. 1990. Pengembangan Kultur Tanaman Berkhasiat Obar. Rineka Cipta. Jakarta.
160 hlm.

Syukur, C. dan Hernani. 2001. Budidaya Tanaman Obat Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.
136 hlm

Tjitrosoepomo, G. 2005. Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan. Gajah Mada University Press.


Yogyakarta. 447 hlm.

Tyler, V.E., L.R. Brady, J.E. Robbers. 1977. Pharmacognosy. Seventh Edition.Lea & Febiger.
Philadelphia. 535 p.

Wijayakusuma, H. 1994. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia Jilid 1. Pustaka Kartini.


Jakarta. 122 hlm.

Wijayakusuma, H., S. Dalimartha, A.S. Wirian, T. Yaputra, dan B. Wibowo. 1994. Tanaman
Berkhasiat Obat di Indonesia Jilid 2. Pustaka Kartini. Jakarta. 138 hlm.

Wijayakusuma, H., S. Dalimartha, dan A.S. Wirian. 1994. Tanaman Berkhasiat Obat di
Indonesia Jilid 3. Pustaka Kartini. Jakarta. 143 hlm.

Wijayakusuma, H., S. Dalimartha, dan A.S. Wirian. 1996. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia Jilid 4.
Pustaka Kartini. Jakarta. 166 hlm.

Anda mungkin juga menyukai